Metrotvnews.com, Jakarta: Revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menuai polemik. Revisi mendapat banyak penolakan dari banyak kalangan.

Salah satunya datang dari bekas penasihat KPK Abdullah Hehamahua. Dia menyorot kewenangan penyadapan KPK yang dalam draf revisi, menurutnya, seolah sengaja dipangkas. Dalam draf tersebut, KPK mesti meminta izin dewan pengawas untuk bisa menyadap seseorang dalam suatu kasus.

Menurut Hehamahua, kewenangan penyadapan selama ini dianggap sebagai kelebihan lembaga antikorupsi tersebut. Maka tak perlu dibatasi dengan cara demikian.

"Penyadapan oleh KPK tak perlu dibatasi. Namun harus diaudit. Yang perlu diatur soal auditnya,'' ujar Hehamahua dalam acara diskusi di Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (6/2/2016).

Menurut Hehamahua penyadapan KPK berjalan efektif untuk memberantas praktik korupsi. KPK memiliki prosedur operasi standar yang jelas ketika melakukan penyadapan.

"Mereka menyadap selalu ada dasarnya. Jika kemungkinan ada unsur pidana, maka kami bisa langsung menyadap," lanjut Hehamahua.

Menurut Hehamahua, para anggota maupun penyidiknya tidak akan sembarangan dalam menyadap. Etika maupun tata cara tersendiri membatasinya.

Selain itu, penyadapan yang dilakukan KPK itu berbiaya mahal. KPK diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan melaporkan setiap tindakannya kepada Komisi III DPR, sehingga tidak bisa dengan mudah melakukan pe­nyadapan itu.

Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/201...k-dikaji-ulang

---

Kumpulan Berita Terkait REVISI UU KPK :

- Mantan Penasihat Minta Revisi Pasal Penyadapan di UU KPK Dikaji Ulang

- PDIP Ajukan Draf Revisi UU KPK, Pemerintah Tunggu Proses di DPR

- Baleg Kecewa Pimpinan KPK Tidak Hadiri Rapat Revisi UU KPK