jurnaliskaskus
TS
jurnaliskaskus
Perayaan Natal yang Hadir Pakai Kopiah dan Jilbab



Desa Torout, Kecamatan Tompaso Baru, Kabupaten Minahasa Selatan, salah satu prasasti kerukunan kaum Muslim dan Kristiani di Indonesia. Saat perayaan Natal, yang dominan warga mengenakan jilbab dan kopiah.

Laporan Bryan Mamahit, Minahasa Selatan

DESA Torout bisa dibilang berbeda dengan desa-desa lain di Minahasa Selatan. 85 persen penduduk di desa ini beragama Muslim. Sisanya, Kristen dan Katolik. Warga Minsel, khususnya yang berada di seputaran Motoling, Tampaso Baru, dan Modoinding (Minsela) sudah familiar dengan kondisi desa yang letak di jalan utama menuju Tompaso Baru.

Jangan heran saat perayaan Natal, Sabtu (2/1), di bangsal berukuran 20x15 meter terletak di depan GMIM Imanuel Torout, mayoritas yang hadir jamaah mengenakan kopiah dan wanita kenakan jilbab.

Menghadiri ibadah seperti ini, rupanya sudah tak asing bagi masyarakat Muslim di enam dusun itu.

Mereka membaur dan duduk berdampingan dengan jemaat dan umat gereja.

“Hidup rukun sudah menjadi tradisi di desa ini,” kata Rudy Sumaraw, Ketua Panji Yosua Kecamatan Tompaso Baru,

Meski tidak ikut berdoa, tapi para kaum Muslim menyimak ceramah yang disampaikan Pdt Dr Hein Arina MTh. “Menciptakan suasana hidup rukun dan damai menjadi kewajiban umat beragama. Living in peaceful,”sebutnya dalam khotbah.

Usai ibadah, sambutan Natal dibawakan Ustad Saiful Baweting. Pemuka agama setempat ini mengawali sambutannya dengan melafalkan sebuah ayat dalam Kitab Yohanes pasal 5. Tanpa teks.

“Kita satu turunan, yaitu dari Adam dan Hawa. Meskipun agama kita berbeda tapi kita tetap bersaudara. Bagi saya, umat Nasrani adalah keluarga bahkan lebih dari saudara, karena memiliki sifat yang terbuka dan menerima perbedaan sebagai sebuah karunia,”sebutnya.

Bagi masyarakat setempat, persitiwa seperti ini sudah biasa. Tapi, bagi yang baru pertama mengikuti Ibadah Natal di situ, pasti terhenyak. Kaget namun kagum.

Umat Kristiani di Desa Torout pun menginterpretasikan Natal sebagai wujud kasih. Buktinya, diakonia Natal dibagikan untuk lansia Muslim.

“Semua warga lansia yang beragama Muslim untuk tampil kedepan,” tutur Hukumtua Desa Torout Maulud Sabar SHut. Tapi, diakonia baru diberikan bila lansia mampu menjawab pertanyaan Sabar.

Lantas, sejak kapan tradisi ini mulai ada di Torout? Mantan Kumtua era 80-an Abdul Djalil Gayu dengan senang hati menceritakan sejarah desa itu.

”Tradisi ini merupakan sebuah kekayaan tak ternilai, warisan dari leluhur kami ratusan tahun lalu. Kegiatan ini disebut dengan pesta iman apabila bertepatan hari natal, dan halal bihalal apabila bertepatan idul fitri. Seperti contoh memasak bersama dan mendekorasi tempat acara. Begitu pula sebaliknya,” jelas Ketua Badan Permusyawaratan Desa ini.

Desa Torout sendiri terbentuk di saat terjadi pergolakan di Mongondow. Saat itu dijajah Belanda, masyarakat menyingkir. Haebat Mokoginta sebagai pemimpin mengajak warga migrasi. Haebat pun menjadi kumtua pertama di situ.

Sebelum tiba di Torout, mereka telah terlebih dahulu masuk ke Desa Mopolo, Poopo, dan Ranoyapo. Di tempat itu, mereka diterima dengan baik.

Namun, mereka putuskan untuk mencari tempat untuk menetap. Tempat itu dinamakan Desa Torout.

Kata Torout berasal dari Tou dari bahasa Minahasa yang berarti orang, dan Rout dari bahasa Mongondow yang berarti ikatan. Jika digabungkan memiliki arti ikatan orang Minahasa dan Mongondow.

“Kebersamaan antara umat Nasrani dan Muslim di sini, merupakan harta kekayaan yang tak ternilai harganya. Untuk itu siapapun yang mencoba merusak, nyawa kami sebagai taruhannya,” tutur pria berkopiah itu.


Sumber


BENAR-BENAR LUAR BIASA NIH TOLERANSINYA
0
2.6K
13
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan