asiikmantapasoyAvatar border
TS
asiikmantapasoy
Swasembada Garam dan Daya Saing Industri Nasional


Garam merupakan komoditas yang sangat penting dalam kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari. Di Indonesia saat ini pemenuhan garam berasal dari hasil pengolahan garam tradisional oleh petani/petambak garam dan industri pengolahan garam baik dalam negeri maupun luar negeri (impor). Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah Pemerintah berencana mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan/moratorium impor garam. Banyak kalangan menilai kebijakan pemerintah tersebut dinilai kurang tepat karena dapat melemahkan daya saing industri dalam negeri, benarkah demikian?

Seperti diketahui berdasarkan penggunaannya pun garam dibedakan menjadi dua yaitu, garam konsumsi dan garam untuk industri. sebagaimana kita ketahui bahwa garam konsumsi adalah garam yang digunakan atau dapat diolah menjadi garam rumah tangga dan garam diet beryodium yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Sedangkan garam industri digunakan sebagai bahan baku utama dan bahan penolong dalam proses produksi seperti industri kimia (industri Chlor Alkali Plant (CAP)), industri aneka pangan, industri farmasi, industri perminyakan, industri penyamakan kulit, dan water treatment.

Impor Sebagai Solusi

Melalui kebijakan moratorium impor garam, wacana swasembada garam pun semakin menguat. Produksi garam dalam negeri terus di genjot untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun pertanyaanya apakah hal tersebut realistis?

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa garam konsumsi dan garam industri merupakan dua hal yang berbeda. Kebutuhan garam konsumsi sekitar 993.000 ton pertahun sementara garam industri 1. 644.000 ton pertahun. Sedangakan pemenuhan kebutuhan garam dalam negeri hanya sekitar 1.200.000 yang berasal dari rakyat dan PT. Garam. Dengan demikian terdaoat sekitar 1.500.000 ton belum dapat terpenuhi.

Produksi garam rakyat yang rendah hanya sekitar 60 s.d 80 ton/ha juga disebabkan luas lahan per pengelola rendah. Pola usaha garam rakyat yang individual dan cenderung subsisten, selain itu fragmentasi kepemilikan lahan garam yang terlalu kecil (rata-rata hanya 0,75 ha/orang). Selain itu keterbatasan teknologi menjadi kendala rendahnya produktivitas garam rakyat.

Solusi agar Indonesia tidak terus-menerus tergantung pada impor garam adalah segera dilakukan berbagai penguatan. Bila sektor swasta tidak tertarik dengan industri ini, perlu ada penyertaan modal negara, untuk memecah kembali industri garam oleh BUMN. Penyertaan modal negara yang paling aman sementara ini ada di sektor hulu melalui BUMN Garam dan Subsidi bisa diberikan dalam wujud teknologi yang berupa alat-alat untuk memproduksi garam yang tepat guna dan mudah diimplementasikan oleh petani karena sangat tidak masuk akal kalau kita menjadi importir garam yang sangat besar.

Di lain sisi impor garam memang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan garam karena produksi garam nasional hanya 1,7 juta ton per tahun, sedangkan tingkat kebutuhan baik untuk konsumsi maupun industri mencapai 3,6 juta ton per tahun. Dengan demikian terdapat kekurangan supply garam sebesar 1,9 juta ton pertahun. Untuk itu kebijakan pemerintah yang paling realistis adalah melakukan impor sambil terus menyiapkan sistem produksi garam yang modern dan berdaya saing.


Daya Saing Industri


Ada berbagai industri yang menggunakan garam sebagai bahan baku proses produksinya. Dengan pembagian 450.000 ton untuk industri aneka pangan, 1,7 juta ton untuk industri kimia, 200.000 ton untuk pengeboran minyak, 470.000 ton untuk pakan ternak dan pengasinan ikan, industri lain 230.000 ton dan konsumsi rumah tangga 650.000 ton.

Sementara itu, luas lahan garam yang tersedia secara nasional sekitar 25.000 ha dengan produksi rata-rata pertahun hanya sebesar 1,7 juta ton. Tentunya bagi kebutuhan industri sebagian besar masih mengandalkan garam impor yang memerlukan kualitas khusus.

Selama ini para pelaku industri lebih mengandalkan supplai garam impor, hal tersebut disebabkan garam impor memiliki spesifikasi yang baik dan memenuhi standar garam indsutri (SNI). Sementara garam rakyat tidak memenuhi standar nasional garam industri. Kualitas produk garam rakyat tidak seragam dengan kandungan zat pencemaran yang tinggi. Sehingga untuk peningkatan kualitas atau pemurnian kristal garam melalui pencucian menyebabkan naiknya biaya, oleh karena itu garam rakyat cenderung dijual dengan kualitas seadanya.

Banyak faktor yang membuat garam produksi dalam negeri belum dapat digunakan untuk industri aneka pangan, kimia maupun farmasi. Faktor utama karena kualitas yang masih rendah. Selain itu, pola panen yang mengikuti cuaca tidak dapat menjaga kestabilan harga, karena ketika panen raya tiba terjadi pasokan yang berlebih sementara serapan garam stabil.

Keunggulan lain garam impor adalah ketersediaan yang melimpah sehingga keberlangsungan suplai terjamin. Hal tersebut berbeda dengan kondisi garam lokal yang ketersediaanya tidak terjamin, karena keberlangsungan suplainya tergantung pada kondisi iklim terkait. Sebagai gambaran di Indonesia sebagian besar wilayah memiliki mengalami musim kemarau yang relatif pendek yakni sekitar 4 s.d 5 bulan saja, sementara di negara-negara penghasil garam musim kemarau bisa mencapai 11 bulan per tahunnya. Adapun di wilayah timur Indonesia seperti NTT dapat mengalami musim kemarau hingga 8 bulan per tahun, namun di daerah tersebut belum tersedia lahan pegaraman, sumber daya manusia serta teknologi yang tepat guna.

Apabila dari beberapa faktor yang telah dijelaskan sebelumnya, maka swasembada garam yang dimaksud adalah kebutuhan garam konsumsi. Berbeda halnya apabila para pelaku industri berbahan baku garam "dipaksakan" untuk memakai garam produksi rakyat/petambak. Daya saing industri dalam negeri akan rontok seketika. Selain karena penambahan biaya produksi akibat spesifikasi garam yang rendah juga ketersediaan garam yang tidak pasti akan menambah beban modal bagi industri dalam negeri yang mengakibatkan rendahnya daya saing dalam kancah global.

Pemerintah perlu mengkaji kembali kebijakan tata kelola garam nasional. Kebijakan tata kelola garam nasional haruslah melindungi petani garam rakyat tradisional tetapi juga jangan mematikan industri dalam negeri
0
4K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan