monyetberuk1.0Avatar border
TS
monyetberuk1.0
ketika adat lebih penting dari pada pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu pintu masuk untuk keluar dari ketidakberdayaan terhadap kemiskinan yang selama ini menggeluti masyarakat baik yang ada di kota maupun di desa. Hal ini bisa terlihat ketika banyak orang tua yang sudah mulai merencanakan kemana mereka akan menyekolahkan anak mereka. Tidak hanya merencanakan tetapi mereka juga sudah mulai mempersiapkan anak mereka dengan baik. Persiapan yang mereka lakukan berbagai macam, bahkan ada yang memasukan anak mereka di sekolah yang terkenal dan berkualitas, selain itu, mereka juga mendaftarkan anak mereka dilembaga-lembaga bimbingan yang bermutu. Semua ini mereka lakukan agar anak mereka mendapatkan pendidikan yang layak sehingga nanti bisa menghadapi perkembangan zaman yang semakin tidak terbendung. Apalagi dengan kecanggihan teknologi yang seakan-akan telah memberikan suatu nuansa baru bagi kehidupan sehari-hari kita.

Tetapi apa jadinya jika pendidikan bisa dinomorduakan, sehingga pendidikan tidak lagi menjadi patokan untuk menjadi batu loncatan agar bisa keluar dari ketidakberdayaan akan kemiskinan yang selalu menggeluti masyarakat saat sekarang. Bagi masyarakat Flores pada umunya dan khususnya masyarakat Adonara, yang menjadi prioritas bukan lagi pendidikan tetapi adat. Sehingga ada istilah bahwa ketika ada seorang anak meminta uang untuk keperluan sekolah, orang tua akan mengatakan bahwa tidak ada uang. Tetapi, jika ada suatu sikon yang mengharuskan orang tua mengeluarkan uang dalam jumlah banyak untuk keperluan adat, orang tua langsung berusaha sebisa mungkin untuk mendapatkan uang. Tidak peduli bagaimana caranya mereka akan berusaha sebisa dan semampu mungkin untuk mendapatkannya. Bahkan kalau bisa dengan cara mengambil pinjaman dari tetangga atau kerebat lain.

Persoalan-persoalan seperti ini yang telah membuat banyak anak usia produktif putus sekolah. Bahkan di desa saya jumlah remaja putus sekolah sangat banyak. Sebenarnya ini sangat memprihatinkan tetapi bagi masyarakat yang ada di desa saya dan bahkan pihak yang berwenang tidak menganggap ini sebagai persoalan yang serius dan segera dicari jalan keluarnya, karena menurut mereka masalah-masalah seperti ini adalah masalah yang terjadi dalam satu keluarga. Dan yang menyelesaikan persoalan ini adalah keluarga yang bersangkutan. Jika kita lihat lebih jauh, sebenarnya jumlah anak putus sekolah bukan lagi menjadi persoalan internal keluarga tersebut tetapi akan menjadi persoalan bagi semua kalangan ya ini sangat miris bukan, bahkan dengan pengaruh globalisasi semua orang yang selalu berusaha untuk menggapai pendidikan setinggi mungkin agar tidak terpuruk atau tergusur oleh pengaruh globalisasi dan modernitas. Tetapi ada segelintir orang yang tidak menyadari bahwa bahaya besar ini akan selalu menghantui hidup mereka, bahkan bahaya ini yang akan membuat mereka selalu terpuruk dalam ketidakberdayaan kemiskinan dan ketidaktahuan sehingga mereka tidak bisa bersaing dalam menghadapi dampak dari globalisasi dan modernitas.

Pergeseran Nilai dari Adat

Pertanyaannya siapa yang patut kita salahkan apakah pemerintah, masyarakat yang menjalankan adat tersebut atau adat itu sendiri? Kita tidak bisa menjawab pertanyaan ini karena pertanyaan ini begitu sulit untuk dijawab dan mungkin sangat sensitif bagi mereka yang merasa mengambil bagian dalam situasi seperti ini. Di sini, saya berusaha untuk memberikan opini berkaitan dengan persoalan yang menggeluti masyarakat. Jika kita telaah lebih jauh sebenarnya esensial dari adat itu sendiri tidak seharusnya membuat masyarakat menjadi miskin, karena makna adat yang sebenarnya adalah untuk memanusiakan manusia dalam arti bahwa dengan menjalankan adat maka kehidupan mereka akan menjadi lebih baik dan persoalan yang tejadi dalam satu lingkup masyarakat juga bisa berkurang. Selain itu, adat yang dijalankan tidak lah terlalu rumit dan harus mengeluarkan uang dalam jumlah banyak, yang penting nilai dan makna dari adat itu sendiri bisa tercapai.

Sesungguhnya masyarakat yang mengambil bagian dalam adat tersebut tidak pernah memperhatikan itu. Mereka merealisasikan adat itu sendiri dalam bentuk yang berbeda. Mereka tidak lagi memperhatikan esensial dari adat itu tetapi lebih kepada prestise. Adat yang mereka jalankan lebih kepada mereka membutuhkan pengakuan dari orang lain bahwa mereka mampuh, sehingga dalam menjalankan adat pun mereka lebih mementingkan omongan atau pembicaraan dan penilaian dari pihak luar dari pada makna adat itu sendiri. Misalnya saat ada kematian di suatu daerah dan kebetulan ada beberapa orang yang diharuskan membawah pakaian adat berupa sarung dan selendang, mereka tidak lagi memperhatikan jumlah yang sudah ditentukan oleh adat tersebut. Mereka dalam hal ini yang mengambil bagian akan berusaha membawah pakaian sebanyak mungkin dengan tujuan pada saat mereka tiba di rumah atau lokasi kematian akan dilihat oleh banyak orang sehingga mendapat pujian karena telah membawah pakaian adat dalam jumlah yang banyak. Dengan pujian tersebut, secara tidak langsung telah mempengaruhi status sosialnya didalam masyarakat.

Dampaknya adalah mereka mampu mengeluarkan uang dalam jumlah yang banyak agar mereka mendapatkan pengakuan dari pihak lain karena telah mampuh menjalankan adat dengan baik. Tetapi adat seperti apa yang mereka jalankan dengan baik apakah dengan mengorbankan berbagai macam kebutuhan pokok. Dikatakan demikian karena sesungguhnya mayoritas mata pencarian masyarakat Flores adalah petani ladang. Sedangkan pakaian adat yang mereka bawah dalam acara kematian tidaklah sedikit dan harga sarungnya juga sangat mahal. Bahkan jika kematian itu merupakan bagian dari anggota keluarga maka yang merasa mempunyai hubungan keluarga akan menyumbangkan hewan mereka, hewan yang disumbangkan bisa berupa kambing dan babi. Seperti yang diketahui bahwa harga hewan baik itu kambing maupun babi harga jualnya sekitar 2-4juta. Setelah membawah hewan bukan berarti bahwa mereka akan terbebas dari pakaian adat dan jumlah uang yang akan disumbangkan bagi anggota keluarga mereka yang meninggal. Mereka tetap dibebankan dengan pakaian adat dan uang. Tidak hanya berhenti pada saat penguburan itu, tetapi masih dibebankan juga pada saat acara malam keempat. Semua masyarakat akan membawah beras atau apapun untuk dimakan pada saat sembayang. Jika mereka membawah beras maka biasanya mereka membawa 2-5 kilo. Sedangkan harga beras 1 kilo di Adonara bisa mencapai 8-10rbu. Lebih tragisnya lagi beras yang mereka bawa kadang merupakan hasil pinjaman dari tetangga atau warung terdekat. Bisa dibayangkan jika satu minggu satu orang saja yang meninggal sudah berapa uang yang mereka keluarkan untuk upacara kematian. Sedangkan di Adonara khususnya daerah saya sudah sangat terkenal bahwa kematian yang terjadi bisa beruntun.

Dengan penghasilan sebagai petani ladang pemasukan mereka dalam satu hari bisa dikatakan sangat minim dan untuk membeli satu sarung, mereka terpaksa mengambil pinjaman dari pihak lain baik itu kerabat maupun tetangga atau kenalan mereka yang sedikit mampu. Apalagi untuk membeli hewan yang harganya sangat mahal. Pinjaman mereka pasti akan bertambah banyak. Dampak dari ini semua adalah ketika penghasilan yang mereka dapatkan dari hasil bertani akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka seperti makan dan lain-lain. Selain itu mereka juga harus membayar hutang yang telah mereka pinjam untuk keperluan adat. Dari perputaran uang seperti ini, ada yang harus dikorbankan atau dinomorduakan yaitu pendidikan. Dikatakan demikian karena uang yang mereka dapatkan telah habis digunakan untuk keperluan makan dan membayar hutang. Jika saja mereka sadar ada yang lebih penting dan harus diutamakan mereka pasti akan menjalankan adat sesuai dengan nilai yang terdapat dalam adat tersebut sehingga uang yang mereka gunakan untuk membayar pinjaman yang mereka ambil untuk keperluan adat bisa dialokasikan untuk biaya pendidikan anak mereka, sehingga tidak ada lagi jumlah anak putus sekolah di Flores.

Perbandingan Ritual Kematian Antara Jawa dan Flores

Hanya menjadi perbandingan, ritual kematian yang terjadi di pulau Jawa sangat berbeda dengan di Flores. Di Jawa mereka tidak lagi harus memberikan sarung dan hewan kepada keluarga yang ditinggal. Tetapi disini, mereka hanya memberikan uang kepada keluarga yang ditinggal untuk melunasi berbagai administrasi. Jika kita lihat sebenarnya baik di Flores maupun di Jawa memiliki tujuan yang sama yaitu menjaga tali persaudaran atau kekerabatan sehingga tidak putus, dengan tujuan memberikan apa yang mereka miliki. Tetapi disini Masyarakat Jawa dalam menjaga silahturahmi mereka tidak harus mengorbankan apa yang menjadi kebutuhan pokok mereka yaitu pendidikan bagi anak-anak mereka. sebenarnya tidak ada yang salah jika masyarakat Flores lebih memilih hewan dan sarung karena toh tujuan mereka sangat muliah tetapi apa jadinya jika tujuan yang mulliah ini harus mengorbankan apa yang menjadi kebutuhan dan prioritas utama yaitu pendidikan. Perbandingan ini tidak untuk memperlihatkan bahwa mana yang lebih baik dan buruk, tetapi disini saya hanya berusaha menampilkan bahwa ada yang masih lebih praktis, tetapi dengan praktis ini tidak akan memutuskan ikatan kekerabatan dan tidak akan menghapus nilai adat yang ada. Dengan praktis ini masih banyak yang bisa kita selamatkan salah satunya adalah pendidikan. Jika masyarakat Flores masih tetap membawah sarung, selendang dan hewan maka jumlahnya yang harus mereka bawah bisa ditekan misalnya mereka hanya memebawah sesuai dengan peraturan yang terdapat dalam adat tersebut tanpa harus melebih-lebihkan agar mendapat pengakuan dari banyak orang.

Memprihatinkan bukan, adat yang seharusnya membuat hidup orang lebih bermakna atau lebih baik justru sebaliknya, karena secara tidak langsung adat telah memiskinkan masyarakat yang menjalankan adat tersebut. Tidak mudah juga bagi kita untuk menyelesaikan persoalan ini, karena persoalan ini sangat kompleks. Tetapi masih ada harapan untuk membuat perubahan di tengah-tengah masyarakat. Perubahan yang bisa menguntungkan masyarakat. Secara tidak langsung saya mengajak mereka yang mempunyai peran penting di masyarakat untuk sama-sama melakukan perubahan. Misalnya masyarakat bisa terus menjalankan adat yang telah menjadi kepercayaan dan tradisi yang ada di daerah mereka, tetapi alangkah baiknya jika adat yang mereka jalankan tidak berupa prestise yang membutuhkan pengakuan dari pihak lain. Masyarakat Flores masih bisa membawah sarung untuk acara ritual kematian tetapi alangkah baiknya jika sarung yang dibawah bisa ditekan jumlahnya sehingga tidak akan menyulitkan masyarakat yang menjalankan adat tersebut. Terpenting adalah nilai atau esensial adat yang mereka jalankan bisa tercapai sehingga mereka tidak akan mendapat kesulitan dalam persoalan biaya. Dengan demikian semua kebutuhan lain selain adat bisa terpenuhi. Dan yang terpenting adalah bisa mengurangi jumlah putus sekolah yang terdapat pada masyarakat Flores. Selain mengurangi jumlah putus sekolah orang tua bisa merencanakan pendidikan anak sejak dini dengan matang sehingga jika mereka kuliah mereka bisa kuliah di tempat-tempat yang seharusnya. Mari kita bersama-sama menyelamatkan generasi mudah karena merekalah harapan dan tumpuan Flores.


https://vhienaroman.wordpress.com/20...kan-di-flores/
0
2.5K
26
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan