atandiAvatar border
TS
atandi
Moncong Meriam ke Istana & Debat Nasution-Soekarno
BELUM lama ini, Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat melayangkan peringatan terhadap elemen politikus dan TNI
, di mana akan sangat bahaya jika perwira TNI digoda politik praktis. Perpecahan jadi ancaman, sebagaimana yang pernah terjadi 17 Oktober 63 tahun silam.
Ketika itu, terjadi peristiwa demonstrasi yang melibatkan sejumlah perwira TNI AD yang bahkan mengikusertakan satu batalion kavaleri lapis baja, di mana turret atau moncong meriam tank diarahkan tepat ke Istana Negara.
Kepada siapa lagi moncong meriam itu diarahkan, kalau bukan ke arah Presiden pertama RI, Ir Soekarno , kendati timbul alasan lain bahwa moncong meriam itu diperuntukkan melindungi sang proklamator dari massa demonstran.
ADVERTISING
Peristiwa itu dikenal sebagai peristiwa 17 Oktober 1952. Internal TNI sendiri seolah pecah dua kubu. Kubu pro-pembubaran parlemen dan antipembubaran parlemen.
Kubu pro, dikomando Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Kolonel Abdoel Haris Nasution, Letkol Dr Suwondo, Kolonel Gatot Soebroto , Kolonel Tahi Bonar Simatupang, hingga Kolonel Dr Mustopo dan Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Sementara kubu anti-Gerakan 17 Oktober diinisiasi Kolonel Bambang Supeno dan Zulkifli Lubis dari kalangan Staf Umum Angkatan Darat (SUAD). Kubu pro kemudian menggerakkan massa untuk menggelar aksi yang diprakarsa Letkol Sutoko dan Letkol
Siswondo Parman.
Demonstrasi yang melibatkan sekira 30 ribu massa tersebut, intinya menuntut pembubaran parlemen, lantaran DPRS (Dewan Perwakilan Rakyat Sementara), dianggap terlalu ikut campur urusan internal TNI.
Seperti dituturkan dalam buku ‘Krisis Masa Kini dan Orde Baru ’, Ribuan massa demonstran awalnya menggeruduk DPRS dan bertindak anarkis dengan mengacakpacak sejumlah dokumen dan peralatan di gedung DPRS.
Massa pun kemudian mengarahkan pergerakannya ke istana, beserta sepasukan artileri, dua unit tank dan empat kendaraan lapis baja dengan mengusung sejumlah poster bertuliskan, “ Bubarkan Parlemen! ”.
Kolonel AH Nasution kemudian menyampaikan langsung tuntutan itu pada Soekarno di Istana yang ternyata, ditolak dengan alasan bahwa sang presiden tak ingin jadi diktator dengan membubarkan DPRS. Soekarno juga menganggap massa yang menggelar aksi bukan sebagai “perwakilan” masyarakat, melainkan hanya sebagian warga Jakarta.

“Engkau benar dalam tuntutanmu, tapi salah dalam caranya. Soekarno tidak sekali-kali akan menyerah karena paksaan. Tidak kepada seluruh tentara Belanda dan tidak kepada satu batalion TNI!,” seru Soekarno pada Nasution, sebagaimana dikutip dari buku ‘Kontroversi dan Rekonstruksi Sejarah’ karya Slamet Sutrisno.
Nasution yang tak mau kalah berdebat, merespons penolakan itu. “Kalau ada kekacauan di dalam negeri, orang hanya menoleh pada tentara. Tokoh-tokoh politik mem-bikin peperangan, tapi si prajurit yang harus mati. Adalah sewajarnya apabila kami turut berbicara tentang apa yang sedang berlangsung,” jawab Nasution.
Soekarno kembali merespons, “Menyatakan apa yang terasa dalam hatimu kepada Bung Karno boleh saja. Akan tetapi mengancam bapak Republik Indonesia, jangan! Sekali-kali jangan!”.
Penolakan Soekarno itu kemudian berbuntut pada diberhentikannya Nasution sebagai KSAD dan Simatupang sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP), usai diperiksa Jaksa Agung, Desember 1952.
(raw)

sumber : m.okezone.com/read/2015/10/16/337/1233114/moncong-meriam-ke-istana-debat-nasution-soekarno?utm_source=wp_bt
0
2.8K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan