act.idAvatar border
TS
act.id
Buton, Buru, Rohingya*

TIGA kata penyusun judul tulisan ini, punya benang merah yang sama: dehumanisasi. Juga terkait sejarah, matarantai kejadiannya sudah berbilang tahun. Saya tergelitik menyuguhkannya kepada sidang pembaca, di sela implementasi pendistribusian Global Qurban (GQ)-ACT di Kabupaten Pulau Buru dan Buru Selatan.

Buton, saya sebut lebih dulu, karena temuan ini terlalu menarik untuk diabaikan. Tak lain, karena di Buru ini warga etnis Buton amat banyak, lebih dari separuh penghuni Buru. Mereka tiba di Buru sejak 1970-an. Saat itu saja sekitar 15.000 orang Buton diperintahkan keluar dari sejumlah desa di Sulawesi Tenggara‎, atas instruksi aparat militer. Desa-desa mereka berjarak 10-an kilometer dari pelabuhan, tanpa bekal memadai, harus ditinggalkan.

Dari orang Buton yang menjadi saksi hidup perintah keluar dari Tanah Buton ini, perjalanan orang-orang Buton bukan perjalanan yang wajar, sehingga yang meninggal di perjalanan juga tak sedikit. Orang-orang Buton yang terusir dari kampung halamannya ini‎, bertebaran masuk ke Kalimantan, Maluku, bahkan Papua. Diduga separuhnya tewas dalam perjalanan.

Etnis Buton pertama di pulau Buru ini, cikal-bakalnya adalah korban "pengusiran negara" atas warganya tapi terjadi dan terserap di dalam negeri sendiri, meski ke wilayah yang lebih "perawan" dan menuntut jerih-payah luar biasa sampai layak huni. Babat alas dilakukan orang-orang Buton pertama yang saat itu memulai hidup baru di Buru. Kalau assabiqunal awaaluun - lapisan awal penduduk baru pulau Buru kebanyakan etnis Jawa dengan label "pengikut partai terlarang" di negeri ini, maka lapisan masif kedua adalah orang-orang Buton. Why? Dugaan sementara saya, karena kampung-kampung asal orang Buton - Sulawesi Tenggara itu, mengandung deposit aspal yang luar biasa, dan perlu cara cepat untuk diambil alih dan diolah. Dipakailah jalan kekuasaan: dikeluarkan penduduknya, dikuasai tanahnya untuk dieksplorasi "demi kemaslahatan" negeri ini juga.

Jadilah, aspal terbaik dunia salah satunya dari Buton. Sampai saat ini masih ditambang. Ironisnya, Pulau Buru salah satu kabupaten yang - meski dihuni banyak orang dari 'negeri aspal' Sulawesi Tenggara - jalan beraspalnya belum seberapa panjang. Jalan beraspal baru di sekitar radius 30-an kilometer‎ di ibukotanya, Namlea. Tak heran, kendaraan bermotor roda dua dan empat umumnya tak berumur panjang karena kelewat sering dipakai di jalanan tak beraspal! Beberapa tahun terakhir sejak banyak orang menambang emas di Buru, ekonomi sebagian warga Buru membaik, memunculkan fenomena menyolok: antrean panjang pembelian sepada motor bahkan mobil di dealer otomotif di Ambon!

‎Inilah kejutan kedua dari sejarah Buru. Pertama, menjadi buangan politik atas orang-orang yang terindikasi pengikut partai komunis: hal yang haram di Indonesia terutama karena kudeta berdarah yang dilakukannya. Orang-orang buangan ini di tahun 1965-an, tanpa dibekali alat apapun, babat alas, buka lahan dan membangun pemukiman. Luar biasa, berbekal dua tangannya dan keyakinan pada Sang Maha Kuasa, Buru berubah menjadi lebih humanis seperti sekarang ini.

Nah, yang kedua, orang-orang Buton ini. Mirip saudaranya yang menerima vonis politik-ideologis negara, mereka pun merintis hidup bermodal kedua tangannya, senasib dalam merintis pembukaan lembar kehidupan baru. ‎Kebesaran Allah lah membuat mereka bukan saja bertahan bahkan berkembang. Meski begitu, dibanding masyarakat Indonesia di daerah lainnya, rakyat di pulau Buru - kini jadi dua kabupaten: Buru dan Buru Selatan, masih tertinggal.

ACT mendistribusikan daging kurban di sejumlah desa, antara lain Pela (kecamatan Batabuol), Batujungku, Waemorat, Waelawa, Waemoli, Waehani, Namsugi, dan Namlea Ilat. Penerima daging kurban ini, kaum papa pekerja keras sektor perkebunan, pertanian tadah hujan yang sedang paceklik panjang karena kemarau. Beberapa waktu lalu, luput dari pantauan media, di kabupaten Buru terjadi kebakaran hutan. Anehnya, pasca kebakaran, hanya ilalang kering yang jadi abu sementara pepohonan kayu putih di hutan primer malah masih tegak berdiri. Ini kuasa Allah. Seakan keinginanNYA, rakyat kecil di pulau ini masih bisa tertolong dengan menyuling kayuputih dari pohon-pohon kayuputih yang masih lebat di pulau ketiga terbesar di Provinsi Maluku ini.

Ada banyak cerita dari Pulau Buru. Ada keajaiban dan hikmah, selain cerita nestapa sejarah yang harus ditebus dengan kebaikan. Orang Buton di Buru, laksana Rohingya yang diusir keluar meninggalkan Rakhine State, yang menurut salah satu versinya, karena ada aktivitas industri melintasi Rakhine State dan 'cara gampang' membangunnya, mengeluarkan orangnya dari lahan dan tempat tinggal mereka dengan kekuasaan. Bedanya, Rohingya keluar batas negaranya, Buton 'hanya' berpindah pulau dari Sulawesi Tenggara ke Maluku (pulau Buru), Kalimantan, atau Papua. Kerja karitatif sesaat GQ menebar daging kurban‎, adalah awal merakit harapan, Buru masa depan akan menyetarai saudara-saudaranya di wilayah lain, hidup sejahtera dengan dukungan investasi sosial. Lumbung ternak masyarakat, bersama GQ dan dukungan kita semua, bisa berkembang bagus di Buru.

Masih ada hari tasyrik. Masih ada peluang melipatgandakan kurban Anda bersama GQ, agar besarnya kurban yang konsekuensinya besarnya bagi hasil pengelolaan kurban tahun ini‎, membentangkan peluang investasi sosial di Buru dan di daerah minus lainnya di negeri ini. Benefit GQ kembali menjadi program pemberdayaan, salah satunya, di pulau Buru.

diolah dari laporan Yayat Supriyatna, Community Philanthropy Manager - ACT

Sumber
0
1.1K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan