istifanirahayuAvatar border
TS
istifanirahayu
Hura-Hura Dalam Topeng Kecantikan Konsumtif Dalam Majalah Wanita
“Wanita itu ribet!”. Pernyataan itu mungkin memang benar adanya. Menjadi wanita adalah anugerah sekaligus tantangan terbesar. Bagaimana agar terlihat cantik, bagaimana agar terlihat modis, bagaimana agar tidak ketinggalan jaman. Semua pikiran itu bisa masuk ke dalam otak wanita secara bersamaan. Kebutuhan yang harus dipenuhi wanita sangat banyak mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, semua serba ditata dan diperhatikan. Beberapa wanita boleh saja mengatakan, “Gak usah dandan ribet-ribet deh, apa adanya aja.” Pernyataan demikian memang sering dilontarkan oleh beberapa wanita ketika ingin tampil sederhana. Namun tidak dapat dipungkiri, sesederhana wanita walau ia tidak menggunakan make-up, secara otomatis ia juga harus memperhatikan pakaiannya. Wanita mana yang tidak mau dibilang cantik. Seperti apapun makhluk yang disebut wanita itu ada di bumi ini, ia pasti tetap mengutamakan kecantikan dan penampilan.

Wanita Indonesia yang cantik pada Orde Lama cenderung digambarkan berkulit cokelat atau kuning langsat, berkelakuan baik, ramah, sopan, rambut berwarna hitam dan merupakan wanita Indonesia asli, bukan campuran. Namun definisi cantik pada Orde Baru mulai berubah. Wanita cantik dinilai dari apa yang terlihat saja, selama ia enak dipandang dan selama seorang wanita memiliki kesempurnaan dibanding wanita lain, maka itulah yang dikatakan cantik, tidak peduli ia berasal darimana. Bukan tanpa sebab apabila fakta yang terjadi saat ini memang demikian adanya. Seorang wanita cerdas harus terlihat cantik, wanita yang bekerja juga harus terlihat cantik, ibu-ibu rumah tangga juga demikian. Cantik bagaikan acuan dalam segala aspek kehidupan wanita. Bahkan untuk menuju kecantikan fisik yang diinginkan, wanita membutuhkan banyak pengeluaran.

Harga diri bahkan kepribadian wanita Indonesia yang ada pada Orde Lama, kini sirna. Ini dapat saja terjadi karena majunya teknologi yang ada dan membuat pola pikir wanita Indonesia berubah. Membaca konten gaya hidup yang menjanjikan kehidupan lebih baik dan dipandang, siapa yang tidak mau? Masalah kulit tubuh pun dipermasalahkan, kulit hitam yang dulunya sering dikatakan manis, kini berubah menjadi pahit. Bagaikan masakan gosong yang tidak enak untuk dicicipi, seperti itu pula pandangan wanita saat ini bila memiliki kulit hitam. Tidak enak dipandang, terkesan kumuh, dan bahkan lelaki tidak akan memilih wanita berkulit hitam. Cantik yang ada saat ini bukan lagi dilihat dari seberapa mampu wanita itu mandiri dan juga membersihkan hati. Bila 10 lelaki yang memiliki berbagai pekerjaan ditanya mengenai tipe wanita yang ia inginkan, mungkin jawaban dari 8 orang lelaki itu adalah wanita yang cantik. Namun bila ditanya kembali cantik seperti apa yang ia inginkan, 8 orang lelaki itu pasti menjawab; yang berkulit putih, rambut panjang, badan langsing.

Menurut Baran (2011: 164-166), majalah wanita sangat berperan dalam pembentukan karakter dan gaya hidup wanita Indonesia saat ini. Majalah pada awalnya adalah media massa favorit elit Inggris pada pertengahan tahun 1700-an. Saat itu majalah wanita belum ada sama sekali, yang banyak diterbitkan adalah majalah-majalah yang mengangkat isu pemerintahan dan kenegaraan. Majalah sempat dijadikan media nasional, namun sifatnya tidak sejati. Barulah pada tahun 1865-1885 perkembangan majalah maju secara pesat kembali setelah usai perang saudara. Begitupula dengan munculnya majalah wanita yang berisi konten-konten untuk ibu rumah tangga. Kaum perempuan pun sudah mulai diajak untuk ikut andil dalam memberikan suara.

Majalah sering menjadi pertanda dari perubahan. Ketika perubahan besar baik sosial, ekonomi, atau teknologi mulai membentuk kembali budaya, majalah sering menjadi media pertama yang bergerak, dan struktur industri merupakan salah satu alasannya. Majalah merupakan yang paling tidak terikat pada wilayah geografis tertentu, tetapi bukan berpusat pada kepentingan. Namun penulis dalam majalah lebih mengikuti tren apa yang sedang dicari oleh khalayak. Begitu juga untuk judul segmen rubrik berita, penulis menggunakan judul yang ‘panas’ guna menarik perhatian pembaca (Baran, 2011: 169-170).

Dari sinilah dimulai pembentukan karakter individu. Majalah-majalah mulai mengeluarkan ragam dari medianya khusus untuk semua gaya hidup dan kepentingan pembaca. Perubahan selera masyarakat dalam membaca majalah pada umumnya tercermin dari seberapa sering ia mengonsumsi majalah. Kita mengambil majalah wanita sebagai acuan, baik wanita karier maupun remaja. Semakin sering wanita mengonsumsi majalah yang mengandung gaya hidup ke barat-baratan, semakin berpengaruh juga pada pola pikir dan perkembangannya. Di sini bukan hanya remaja saja yang berpengaruh, wanita karier yang sudah bekerja akan berpengaruh dengan gaya hidup yang dibawa oleh majalah wanita yang ia baca.

Gaya hidup beragam yang dituliskan dalam rubrik di sebuah majalah. Secara tidak disadari, membuat wanita yang membaca majalah akan terus mengikuti perkembangan tulisan yang ia baca. Entah berdasarkan pengalaman pribadi dari wanita itu sendiri ataupun karena termotivasi untuk memiliki apa yang dituliskan oleh majalah itu. Ed Kelly, CEO American Express Publishing (dalam Baran, 2011: 172) mengatakan, “Keterlibatan kekuatan majalah terletak pada pengalaman pribadi. Ketika saya mengambil majalah untuk membaca, saya memilih majalah tertentu karena mencakup topik-topik yang menarik minat saya dan semua isu-isu yang dibicarakan di dalam majalah, seakan-akan tertuju untuk saya.”

Majalah wanita Indonesia adalah gejala urban kelas menengah ke atas. Jadi lupakanlah petani wanita dan buruh (Suryakusuma, dkk., dalam Ibrahim dan Suranto (eds.), 1998:112). Pernyataan itu seolah kembali membuktikan bahwa majalah wanita seringkali memberikan apa yang dibutuhkan wanita, dengan sedikit memasukkan unsur-unsur dan gaya hidup yang diinginkan penulis. Sehingga mau tidak mau, ketika pembaca menikmati isi dari majalah wanita itu. Ia akan merasa semua tips untuk memenuhi gaya hidup pembaca itu adalah ‘benar’ dan ‘wajib’ untuk diikuti. Tidak peduli memiliki cukup uang atau tidak untuk memenuhi semua keinginannya. Itulah kenyataan yang ingin diberikan oleh majalah. Gaya hidup mewah dan hura-hura seakan tidak dapat ditinggalkan oleh kaum wanita. Tentunya hura-hura seakan menjadi hal yang lumrah untuk jaman sekarang dan tidak akan ada yang mempermasalahkan.

Banyak majalah wanita yang memasukkan kegiatan belanja dalam edisi khusus ataupun dengan rubrik khusus belanja yang sangat erat dengan hura-hura dan konsumerisme. Terutama untuk majalah-majalah wanita yang merupakan Franchise dari Barat. Majalah-majalah itu lebih menunjukkan gaya hidup menghambur-hamburkan uang dengan cara berbelanja. Seperti yang ada pada majalah Gogirl! edisi Desember 2012 ini. Pada halaman depan majalah saja sudah menuliskan dengan cukup besar “Shopping” sebagai edisi khusus yang membicarakan Full Shopping Issue. Apalagi setelah melihat isi di dalam majalah ini, pembaca diberikan kemudahan untuk melakukan pembelanjaan dengan cara online.

Belanja online adalah berbelanja dengan menggunakan koneksi internet. Media yang digunakan bisa lewat komputer atau handphone yang sudah terhubung dengan internet. Pada saat berbelanja, pembeli tidak perlu repot berputar dari toko satu ke toko yang lainnya untuk memilih barang. Karena dengan sistem belanja online, pembeli cukup duduk dan bersantai maka barang yang diinginkan sampai di tangan. Selain itu, rasa malu yang terkadang menghampiri saat berbelanja di toko ketika tidak membeli barang pun tidak perlu dikhawatirkan. Karena pembeli tidak akan bertemu dengan si ‘empunya’ toko tersebut. Kalau tidak puas dengan barang di satu toko online, pembeli dapat mencari website ataupun situs berbelanja online yang lain. Belanja online memang salah satu solusi belanja mudah dan tidak memakan waktu lama.

Berkaitan dengan majalah Gogirl!, menunjukkan bahwa majalah ini secara tidak langsung memberi kemudahan para wanita untuk belanja dan hidup boros. Semakin mudah akses untuk melakukan kegiatan belanja, maka akan banyak juga pengeluaran yang digunakan wanita untuk membeli barang-barang yang terkadang tidak penting atau hanya untuk kesenangan semata. Jangan pikir harga yang dicantumkan dalam majalah ini mampu dijangkau oleh wanita kelas menengah ke bawah di Indonesia. Situs belanja online itu menawarkan harga yang fantastis untuk kalangan-kalangan menengah ke bawah. Berkisar dari 100ribu hingga jutaan. Setidaknya lebih dari tiga halaman dalam majalah ini menampilkan situs-situs jualan online dalam artikel di majalah ini.

Beberapa item dari barang-barang yang dijual juga ada yang menggunakan satuan mata uang dollar. Benar-benar tidak cocok untuk wanita Indonesia. Namun penulis majalah wanita Franchise di Indonesia ini tidak kehabisan ide. Penulis cukup cerdas untuk mempromokan situs belanja online dengan mengatakan barang yang dijual “cute, up to date, cheap.” Ya, sepertinya penulis memang tau kata-kata apa yang selalu dicari oleh para wanita. Memiliki barang lucu, unik, selalu ingin berpenampilan terbaru mengikuti tren dan tentunya murah. Walaupun kenyataannya harga murah yang dimaksud bukan seharga membeli kacang di pasar. Tidak kehabisan akal, keunggulan lain yang ditonjolkan dalam rubrik Shopping ini adalah free shipping yang artinya gratis ongkos kirim. Memang terkadang pemberat penikmat belanja online adalah ongkos kirim yang terlampau mahal. Tapi lagi-lagi, Gogirl! memberikan kemudahan dengan meniadakan ongkos kirim atau free shipping. Gogirl! seakan kembali menegaskan bahwa “apalagi yang anda tunggu, cepat belanja sekarang.”

Banyak wanita yang tidak mengetahui, bahwa dalam prosedur menggratiskan ongkos kirim tidak berpengaruh apa-apa untuk pembeli. Namun berpengaruh besar bagi penjual yang mendapatkan keuntungan karena tidak akan merugikan pihaknya. Dikarenakan, biaya ongkos kirim itu sudah dimasukkan dalam biaya barang yang dijual. Sehingga harga barang melampaui harga rata-rata pasar. Para wanita tidak akan memperhatikan hal ini, karena kata free atau gratis sudah menutupi trik penjual. Semakin ditonjolkannya gratis di majalah Gogirl! ini, maka akan semakin banyak wanita yang membaca dan mencari situs berbelanja online di majalah tersebut. Bahasa yang sering digunakan oleh majalah wanita berpengaruh besar terhadap pembacanya yaitu wanita itu sendiri. Karena penulis menggunakan bahasa komunikasi yang cukup efektif dalam menyampaikan pesannya. Sehingga pembaca yang merupakan kalangan wanita cenderung meng’iya’kan apa yang disampaikan oleh penulis.

Namun bagaimana bila remaja yang membaca majalah Gogirl! ini? Berbagai hal bisa saja terjadi, salah satunya uang jajan yang tidak mencukupi dari orangtua membuat remaja memaksakan keinginannya untuk mendapatkan barang tersebut dengan cara apapun. Lagi-lagi predikat ‘gila belanja’ akan bertambah untuk remaja-remaja sekolah yang cepat terpengaruh dengan isi majalah. Bila cara yang ditempuh positif, misalnya dengan cara menabung untuk mendapatkan barang tersebut, mungkin bisa lebih baik. Daripada menempuh jalan negatif dengan mencuri atau berbohong kepada orangtua dan meminta uang jajan lebih. Namun seperti apapun, pola konsumtif ini tidak baik untuk remaja. Belum lagi ajakan dalam artikel majalah yang mengatakan bahwa pembayaran dapat dilakukan dengan cara Paypal dan kartu kredit. Sistem pembayaran seperti ini memang banyak diterapkan oleh negara Barat yang tidak mau repot membawa uang tunai.

Namun apakah para wanita tahu bagaimana sistem kerja dari kartu kredit? Inilah yang kemudian dibahas lagi dalam artikel selanjutnya dari majalah Gogirl!. Dalam artikel berjudul Take It On Credit. Membicarakan 4 kelebihan kartu kredit dan 4 kekurangan kartu kredit. Pada awalnya, kartu kredit digunakan untuk mempermudah transaksi jual-beli. Dengan adanya ‘kartu ajaib’ ini di dalam dompet, apapun yang kita inginkan dapat kita miliki dengan sekali gesek. Untuk membeli barang keperluan rumah tangga, hewan, makanan, bahkan untuk membeli tiket ke luar negeri pun bisa. Siapa yang tidak mau memiliki kartu ajaib yang dapat menyulap semua barang menjadi nyata. Untuk memilikinya pun menempuh prosedur yang mudah dan uang muka yang murah.

Pada dasarnya kartu kredit dapat dikatakan juga sebagai hutang kepada bank. Jika dapat mengontrol pengeluaran yang kita gunakan tentu baik, walaupun pada pengeluaran itu kita tetap dikenakan bunga sehingga harga barang yang kita beli hitungannya bisa lebih mahal. Bila kita tidak bisa mengontrol pengeluaran belanja, bisa saja ada rasa ‘ketagihan’ dengan kemudahan yang diberikan oleh kartu kredit. Kalau sudah kelilit hutang bank dan surat tagihan datang, barulah kita akan bingung untuk mencari penggantinya di mana. Semua yang serba cepat pasti ada resikonya juga, selain bisa ketagihan belanja dengan kemudahan yang diberikan dan tidak dapat mengontrol mata. Resiko lain adalah jatuh tempo pembayaran tagihan kredit. Jika telat untuk membayar, maka denda akan terus dihitung perharinya. Ini bisa membuat rencana pengeluaran yang seharusnya sedikit malah menjadi banyak, dan lagi-lagi gaya hidup konsumerisme terpupuk dari sini untuk wanita.

Tetapi bagaimana dengan pria, bukankah belanja juga merupakan kebutuhan kaum pria? Inilah yang diungkapkan oleh Majalah Gogirl! Edisi Desember 2012, dalam salah satu rubrik tentang pria yang berjudul “Shopping Day With The Boys” yang mungkin dimaksudkan belanja dengan para pria. Tertulis pada artikel di akhir kesimpulan bahwa, “Ketika cowok berbelanja, ia tidak tergoda untuk belanja hal-hal nggak penting seperti cewek”. Padahal banyak pria yang memiliki hobi belanja barang-barang tidak penting. Namun tetap saja dalam kata-kata terakhir ‘seperti cewek’, seolah menjelaskan bahwa pria yang berbelanja berlebihan itu seperti wanita. Predikat ‘gila belanja’ hanya dimiliki oleh wanita, dan anehnya banyak wanita yang bangga menyebutkan hobinya adalah belanja yang jauh dari kesan-kesan sederhana.
Semakin banyak kebudayaan asing yang masuk ke negara kita. Membuat predikat belanja semakin merajalela dan membentuk pola pikir kehidupan wanita bahwa cantik tidak bisa menggunakan barang yang itu-itu saja, cantik harus diimbangi dengan berbelanja untuk memenuhi kekurangan yang ada di dalam diri wanita, para ibu harus tetap cantik walaupun sudah memiliki anak. Kini belanja bukan lagi kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan untuk memenuhi keinginan atau hasrat diri terhadap sesuatu.

Bukan berarti wanita tidak diperbolehkan berbelanja ataupun tampil cantik. Tentu berbelanja adalah tugas yang sering kali dilakukan oleh wanita. Awalnya, wanita khususnya ibu yang mempunyai peran penting untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Mulai dari makanan hingga pakaian anaknya yang mengurus adalah ibu. Menurut Sidharta, dkk., (dalam Ibrahim dan Suranto (eds.), 1998: 117-118), pada dasarnya majalah wanita memiliki tugas khusus, yaitu menciptakan dunia yang khas untuk wanita. Wanita pada umumnya dianggap sebagai pengasuh rumah tangga, mereka juga dianggap sebagai orang pertama yang harus mengatur supaya segala sesuatu di rumah berjalan dengan beres, dan uang untuk kebutuhan rumah tangga juga dapat digunakan dengan baik. Selain itu, wanita juga dituntut untuk memahami hal diluar itu, seperti mengetahui berita-berita aktual, tokoh-tokoh dunia, bahkan obat-obatan yang dapat digunakan untuk keluarganya.

Itulah majalah wanita, berusaha memenuhi segala kebutuhan pembacanya. Termasuk dalam gaya hidup yang dianut dari Barat. Wanita cantik lebih dipertimbangkan dalam dunia pekerjaan dibandingkan wanita biasa dan kreatif. Gaya hidup dan pola pikir masyarakat mulai mengadopsi budaya Barat. Good looking (enak dilihat) menjadi syarat penting untuk setiap aktivitas wanita. Tidak salah apabila wanita ingin terlihat cantik dengan berdandan, karena dalam dunia kerja dibutuhkan dan karena memang sifat dasar wanita itu menyukai keindahan juga kecantikan. Namun bukan berarti gaya hidup yang dituangkan dalam kehidupannya sehari-hari dipukul rata untuk semua kegiatan. Adakala dimana wanita harus tampil sederhana dan apa adanya, namun majalah wanita Franchise lebih menanggapinya berbeda. Wanita diharuskan tampil cantik dalam segala bidang kegiatan yang dia lakukan. Ini akan membuat ketidakpuasan secara terus menerus dalam diri wanita. Trend akan terus berganti dan wanita akan merasa selalu kurang jika tidak memenuhi penampilannya dengan belanja.
Gaya hidup konsumerisme kini menjadi acuan dalam majalah Franchise salah satunya Gogirl!. Dalam teori konsumsi yang dibawa oleh Karl Marx menjelaskan bahwa produk-produk yang dikonsumsi oleh individu mengonstruksi keadaan hidup manusia secara personal (Soedjatmiko, 2008: 20). Produk ataupun barang yang diperjual belikan dapat mengontruksi pola pikir wanita ketika membaca sebuah majalah. Dengan produk-produk murah ataupun bermerek yang dijanjikan dalam majalah wanita, membuat kecenderungan untuk memiliki barang tersebut akan semakin besar.

Lalu bagaimana seharusnya majalah wanita bertugas untuk ke depannya? Pertama, memperbaiki gaya hidup wanita dari gaya hidup pasif-konsumtif menjadi gaya hidup aktif-kreatif. Kedua, meningkatkan selera pembaca dari bahan bacaan penghibur dan sendadional provokatif menjadi bahan bacaan berpikir dan berarti. Ketiga, mendidik kaum wanita menjadi wanita yang mengetahui hak-hak dan batas-batas kewajibannya di dunia yang didominasi oleh kaum pria ini. Keempat, mendidik kaum wanita untuk menghadapi tugas-tugas dan masalah-masalah di kemudian hari, karena “jurang generasi” yang terjadi dewasa ini adalah kurangnya persiapan generasi tua untuk menghadapi generasi muda. Kelima, para ibu juga membantu untuk mendidik putri-putrinya untuk masa yang akan datang, tanpa menanamkan kekhawatiran dan kecemasan kepada mereka (Sidharta, dkk., dalam Ibrahim dan Suranto (eds.), 1998: 127).
Media massa tidak sekedar menjadi cermin (suatu realitas sosial), dia juga ikut membentuk realitas itu. Realitasnya adalah kehadiran sumbang-peran perempuan di seluruh alur kehidupan masyarakat. Seringkali dalam media cetak khususnya majalah, perempuan kerap tampil sebagai makhluk yang sangat tergantung, tidak percaya diri, tidak rasional, percaya takhayul, dan beremosi dalam kadar berlebihan (Yatim, dkk., dalam Ibrahim dan Suranto (eds.),1998: 139-140).

Tidak heran bila pola hidup konsumtif semakin merajalela di kalangan wanita. Selain harus terus memenuhi kebutuhan hidup yang bergantung akan kecantikan. Wanita juga kerap menjadikan dirinya sebagai boneka berjalan untuk tontonan orang lain. Ditambah lagi dengan munculnya majalah wanita Franchise yang diadopsi dari saudaranya di Barat, menyebabkan pola meniru gaya hidup Barat menjadi hal yang biasa. Belanja bukan lagi hal tabu, bahkan hura-hura dengan menghamburkan semua uangnya bukanlah lagi masalah bagi sebagian wanita. Adopsi gaya hidup ini yang perlu diwaspadai oleh wanita Indonesia. Karena tidak semua gaya hidup yang dituliskan di dalam majalah Franchise itu sesuai dengan kepribadian dan gaya hidup wanita Indonesia.

Untuk itu ada baiknya wanita Indonesia tetap mempertahankan jati dirinya. Salah satunya dengan menabung ataupun berhemat, karena dengan melakukan kedua hal tersebut kita akan dituntut untuk lebih kreatif. Contohnya memanfaatkan barang-barang bekas atau yang layak pakai sehingga dapat disulap menjadi sesuatu yang baru. Kreatif lebih dapat membanggakan daripada selalu mengikuti trend. Mungkin para wanita harus mengingat bahwa “Barang mahal dan modis yang dijual di pasaran banyak kembaran dan imitasinya. Namun barang hasil karya dari pikiran kita tidak akan ada kembarannya”. Jadi untuk apa malu untuk berhemat dari sekarang dan melupakan gaya hidup konsumtif dari Barat yang sangat merugikan. Wanita Indonesia yang sudah terkonstruksi budaya Barat, lebih baik membuka topeng kecantikan konsumtif di dalam gaya hidupnya dan menikmati yang apa adanya.
Diubah oleh istifanirahayu 07-09-2015 05:25
0
2.3K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan