ts4l4saAvatar border
TS
ts4l4sa
RAPBN 2016: Bila Jokowi Realitis, Justru Pemotongan Anggaran Besar2an yg Terjadi!
APBN 2016 Bakal Tombok Lagi Meski Jokowi Pangkas Subsidi
Jumat, 14 Agustus 2015 , 18:49:00

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2016 beserta Nota Keuangannya di depan rapat paripurna DPR-RI di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (14/8). Pemerintah mengusulkan dalam APBN 2016 nanti ada defisit hingga Rp 273,2 triliun.

Dalam RAPBN 2016 itu pemerintah mematok sejumlah asumsi makro. Antara lain pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen, laju inflasi 4,7 persen dan nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) sebesar Rp 13.400. Sementara itu, suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan sebesar 5,5 persen, dan harga minyak mentah USD 60/barrel.

“Untuk kapasitas produksi minyak dan gas bumi selama 2016 diperkirakan mencapai 1,985 juta barel setara minyak per hari,” ujar Presiden Jokowi -sapaan Joko Widodo- di depan paripurna DPR.

Dalam RAPBN 2016, kata Jokowi, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 1.848,1 triliun. Dari jumlah itu, Rp 1.565,8 triliun di antaranya berasal dari pajak. Jumlah ini naik 5,1 persen dari target APBNP tahun 2015.

“Dengan penerimaan perpajakan sebesar itu, maka rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto tahun 2016 mencapai 13,25 persen,” imbuhnya.

Dari sisi belanja, kata Jokowi pemerintah melakukan peningkatan ruang fiskal yang ditempuh melalui efisiensi subsidi, efisiensi belanja operasional, serta pengendalian belanja yang wajib dialokasikan. Selain itu, pemerintah juga berupaya mendongkrak belanja produktif yang difokuskan pada pembangunan infrastruktur serta ketahanan pangan dan energi guna meningkatkan daya saing dan kapasitas perekonomian nasional.
http://www.jpnn.com/read/2015/08/14/...ngkas-Subsidi-


Target Pajak Melambung ke Rp1.565 Triliun di 2016
Jum'at, 14 Agustus 2015 - 14:54 wib

JAKARTA - Guna menopang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maka pemerintah telah menaikkan target pajak pada 2016. Adapun kenaikan terjadi yakni sebesar 5,1 persen.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pada 2016 ditargetkan pendapatan mencapai Rp1.848,1 triliun dengan pendapatan dari sektor perpajakan sebesar Rp1.565,8 triliun.

"Mengalami kenaikan 5,1 persen dari APBN-Perubahan 2015. Dengan penerimaan sebesar itu, maka rasio pajak terhadap pertumbuhan domestik bruto (PDB) diharap mencapai 13,25 persen," kata dia dalam pembacaan Nota Keuangan Rancangan APBN 2016 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).

Dia melanjutkan, untuk mencapai target tersebut, maka pemerintah akan melakukan optimalisasi pajak. Meski demikian, dia meyakini cara yang ditempuh masih akan rasional.

"Optimalisasi penerimaan pajak akan dilakukan tanpa ganggu iklim usaha. Itu untuk meningkat stabilitas ekonomi nasional dalam rangka meningkatkan nilai tambah," tuturnya.

Meski demikian, dia melihat dari penerimaan bukan pajak diperkirakan masih mengalami tantangan. "Harga minyak masih menjadi masalah utama," tuturnya.
http://economy.okezone.com/read/2015...riliun-di-2016


Realisasi Penerimaan Pajak per 31 Juli 2015 baru bisa Raih 41% Target!
Jumat, 7 Agustus 2015 - 16:51


Dirjen Pajak Hasil lelang rezim Jokowi, Sigit Priadi Pramudito

Hingga 31 Juli 2015, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 531,114 triliun. Dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,258 triliun, realisasi penerimaan pajak mencapai 41,04%. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014, realisasi penerimaan pajak di tahun 2015 ini mengalami pertumbuhan yang cukup baik di sektor tertentu, namun juga mengalami penurunan pertumbuhan di sektor lainnya.

Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas, sebagai satu-satunya sektor yang bertumbuh, mencatatkan pertumbuhan 13,55% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Berdasarkan data yang tercatat pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sampai dengan 31 Juli 2015, penerimaan PPh Non Migas adalah sebesar Rp 293,521 triliun. Angka ini lebih tinggi 13,55% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 dimana PPh Non Migas tercatat sebesar Rp 258,486 triliun.

Pertumbuhan PPh Non Migas merupakan suatu anomali ditengah penurunan pertumbuhan sektor pajak lainnya. Sebagai salah satu instrumen yang mencerminkan pertumbuhan kesejahteraan dan sisi kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, pertumbuhan ini cukup tinggi, sehingga menambah optimisme bagi DJP untuk terus berupaya mencapai target penerimaan pajak.

Pertumbuhan yang dicatatkan oleh PPh Non Migas diantaranya didukung oleh pertumbuhan PPh Non Migas Lainnya, PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi, PPh Pasal 25/29 Badan, PPh PPh Final, PPh Pasal 21, PPh Pasal 26, serta PPh Pasal 23.

Pertumbuhan tertinggi dicatatkan oleh PPh Non Migas lainnya yakni 45,03%, atau sebesar Rp 50,96 miliar dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 35,14 miliar.

Pertumbuhan signifikan berikutnya dicatat oleh PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi yakni 24,93%, atau sebesar Rp 3,853 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 3,084 triliun. Pertumbuhan ini dipicu oleh tingginya pelunasan Surat Ketetapan Pajak (SKP) buah dari keberhasilan deterrent effect penegakan hukum khususnya pencegahan ke luar negeri dan penyanderaan (gijzeling) wajib pajak.

Hingga 26 Juni 2015, DJP telah memproses 329 usulan pencegahan dan 29 usulan penyanderaan terhadap penanggung pajak. Dari pelaksanaan pencegahan tersebut, DJP dapat mencairkan utang pajak sebesar Rp 15,75 miliar dari 17 penanggung pajak. Sedangkan dari pelaksanaan penagihan, DJP dapat mencairkan utang pajak sebesar Rp 11,52 miliar dari 13 penanggung pajak yang sebelumnya disandera dan telah dilepaskan.

Kabar baik juga datang dari PPh Pasal 25/29 Badan, dengan pertumbuhan 18,12%, atau sebesar Rp 99,915 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 84,584 triliun. Pertumbuhan ini dipicu oleh tingginya pelunasan PPh Pasal 29 dari salah satu sektor unggulan, yakni sektor keuangan.

Pertumbuhan tinggi selanjutnya dari PPh Final yakni 17,92%, atau sebesar Rp 53,651 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 45,492 triliun. Pencapaian ini merupakan buah keberhasilan dari kebijakan pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Selain itu, DJP mencatat pertumbuhan PPh Final dari produk keuangan seperti bunga deposito. Lebih lanjut, DJP juga mencatat pertumbuhan PPh Final dari penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan sebagai buah kebijakan penurunan loan to value ratioyang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Berikutnya, pertumbuhan yang cukup tinggi tercatat dari PPh Pasal 21 yakni 16,29%, atau sebesar Rp 69,061 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar 59,380 triliun. Pertumbuhan yang tinggi ini salah satunya disebabkan oleh pembayaran pajak atas Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 1436 H serta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Pertumbuhan yang cukup tinggi juga dicatatkan oleh PPh Pasal 26 yakni 11,46%, atau sebesar Rp 24,123 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 21,642 triliun. DJP mencatat pertumbuhan ini terutama disebabkan oleh menguatnya nilai tukar mata uang US$ terhadap Rupiah. Terlepas dari keuntungan akibat nilai tukar mata uang US$, kepatuhan wajib pajak luar negeri melalui pembayaran PPh Pasal 26 patut disyukuri di tengah lesunya perekonomian dunia.

Pertumbuhan juga dicatakan oleh PPh Pasal 23 yakni 6,96%, atau sebesar Rp 15,844 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 14,813 triliun. Pertumbuhan ini dipicu oleh meningkatnya dividen dan royalti yang dibayarkan di tahun 2015.

Namun demikian, DJP juga mencatat adanya penurunan pertumbuhan dari PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 Impor. Penurunan tertinggi dicatatkan PPh Pasal 22 Impor yakni 8,52% atau sebesar Rp 23,680 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 25,886 triliun.

Berdasarkan data Bank Indonesia, perlambatan ekonomi masih terasa hingga awal kuartal III tahun 2015 yang ditandai dengan melemahnya kurs Rupiah hingga menembus Rp 13.500 per US$ 1 dan penurunan impor Indonesia dari awal tahun hingga akhir Juli 2015. Keseluruhan kondisi makro ekonomi tersebut berkontribusi terhadap penurunan pertumbuhan PPh Pasal 22 Impor.

Sedangkan untuk PPh Pasal 22 terjadi penurunan pertumbuhan sebesar 6,43% atau sebesar Rp 3,337 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 3,566 triliun. Masih belum membaiknya penerimaan dari PPh Pasal 22 merupakan indikasi belum terserapnya anggaran belanja Pemerintah dengan optimal, khususnya belanja modal.

Penurunan impor juga berpengaruh pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor yang mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 13,18% atau sebesar Rp 74,179 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 85,433 triliun. Demikian pula halnya dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Impor yang juga mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 25,43% atau sebesar Rp 2,583 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 3,463 triliun.

Perlambatan ekonomi juga memicu penurunan konsumsi dalam negeri yang berkontribusi pada penurunan penerimaan PPN Dalam Negeri 0,46% atau sebesar Rp 120,534 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 121,040 triliun.

Penurunan ini juga terjadi atas konsumsi atas barang mewah yang berdampak pada penurunan pertumbuhan PPnBM Dalam Negeri 14,09% atau sebesar Rp 5,235 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 6,093 triliun. Penurunan terbesar PPnBM Dalam Negeri dipicu oleh kebijakan Pemerintah yang menghapus beberapa barang dari daftar barang mewah yang wajib dikenakan PPnBM.

Ditengah berbagai penurunan PPN dan PPnBM, kabar baik dicatatkan PPN/PPnBM Lainnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 61,22% atau sebesar Rp 169,63 miliar dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 105,22 miliar.

Sektor PPh Migas masih mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 39,52% atau sebesar Rp 31,375 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 51,876 triliun. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan target pajaknya, PPh Migas mencatatkan prosentase penerimaan yang lebih baik yakni 63,34% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar 61,84%.

Penurunan pertumbuhan yang besar juga dicatatkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yakni 46,84% atau sebesar Rp 558,07 miliar dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 1.049,73 miliar. Salah satu penyebab penurunan pertumbuhan PBB adalah belum terealisasinya pemindahbukuan dari rekening Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke rekening penerimaan pajak. Selain itu, diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.011 tahun 2014 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Pada Tahap Eksplorasi juga turut berkontribusi pada penurunan pertumbuhan PBB.

Penurunan terakhir dicatatkan Pajak Lainnya yakni 11,14% atau sebesar Rp 2,957 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 3,328 triliun.

Terlepas dari berbagai pertumbuhan dan penurunan pajak-pajak di atas, DJP berharap penerimaan pajak di periode berikutnya dapat terus meningkat seiring dengan telah diberlakukannya berbagai terobosan kebijakan perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak antara lain melalui dicanangkannya Tahun 2015 sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak.

Dengan mulai dimanfaatkannya kebijakan tersebut oleh masyarakat, yang ditandai dengan tumbuhnya penerimaan pajak secara keseluruhan dibandingkan tahun sebelumnya, DJP optimis kebijakan tersebut mampu mendongkrak penerimaan pajak di tahun 2015 ini.

Melalui Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015, seluruh wajib pajak dihimbau agar membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) hingga 5 tahun terakhir atas kemauan sendiri, sekaligus melunasi kekurangan pajaknya, dengan insentif pembebasan sanksi administrasi.

Selain itu, bagi orang pribadi atau badan yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai wajib pajak, namun belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), diharapkan untuk segera mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, menyampaikan SPTnya sekaligus melunasi pajaknya.

Tahun 2015 ini merupakan kesempatan terakhir bagi masyarakat yang belum memenuhi kewajiban perpajakannnya untuk meningkatkan kepatuhannya, sebelum dilakukannya penegakan hukum besar-besaran di tahun 2016.

DJP telah mempersiapkan dengan baik Tahun Penegakan Hukum 2016 dengan menggalang dukungan dari aparat penegak hukum seperti Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung. Salah satu indikasinya adalah digelarnya Rapat Teknis Penegakan Hukum Perpajakan di Surabaya (baca: Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak: Tahun 2016, Penegakan Hukum Pajak Besar-Besaran). Dalam acara tersebut, Jampidsus Widyopramono bahkan menyatakan bahwa pajak adalah benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia (baca: Jampidsus: Pajak adalah Benteng NKRI).

Tentunya, dengan harapan besar agar segera pulihnya kembali perekonomian nasional serta komitmen bersama wajib pajak dan seluruh masyarakat Indonesia, DJP yakin realisasi penerimaan pajak terus bertambah dan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.296 triliun dapat diraih.
http://www.pajak.go.id/content/reali...k-31-juli-2015


Dialokasikan Rp 201,4 Triliun, Kebijakan Subsidi akan Ditata Ulang
Jumat, 14 Agustus 2015 , 21:23:00

JAKARTA - Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2016, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi sebesar Rp 201,4 triliun. Anggaran itu dialokasikan untuk subsidi energi sebesar Rp 121,0 triliun, dan subsidi non-energi sebesar Rp 80,4 triliun.

Menurut Presiden Joko Widodo, pemerintah akan menata ulang kebijakan subsidi, dengan menyusun sistem seleksi penerima yang tepat sasaran. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah akan menggunakan basis data yang transparan, dan menata ulang sistem penyaluran subsidi yang lebih akuntabel.

“Dengan begitu, anggaran subsidi diharapkan dapat dialihkan untuk belanja yang lebih produktif, sehingga efisiensi dan kualitas belanja negara dapat ditingkatkan guna mempercepat perwujudan Nawacita,” kata pria yang akrab disapa Jokowi itu saat menyampaikan keterangan pemerintah atas RAPBN tahun anggaran 2016 beserta Nota Keuangannya, di depan rapat paripurna DPR, Jumat (14/8).

Jokowi mengatakan, pemerintah juga tetap mengalokasikan anggaran perlindungan sosial khususnya untuk masyarakat tidak mampu. Pada 2016 mendatang, kata dia, pemerintah meningkatkan cakupan bantuan untuk keluarga sangat miskin dengan perluasan bantuan tunai bersyarat menjadi 6 juta keluarga dan peningkatan kepesertaan penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional pada 92,4 juta jiwa.

Pemerintah, ujarnya, juga melakukan penyesuaian besaran premi Penerima Bantuan Iuran, serta pelaksanaan Program Sejuta Rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
http://www.jpnn.com/read/2015/08/14/...-Ditata-Ulang-

------------------------------------------

INDONESIA itu dikenal sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam, seperti tambang minyak, gas, batubara, dan mineral lainnya (termasuk emas). Jadi logikanya, penerimaan Negara ini seharusnya terbesar yaaa berasal dari sana, dari hasil export kekayaan alam itu dan dari pajak-pajak serta royalty yang dipungut Negara dari perusahaan-perusahaan Swasta Asing dan Swasta Nasional yang mengexploitasi kekayaan alam itu. Nyatanya kan, tidak? Terlalu banyak kebocoran yang terjadi disana. Terlalu banyak perusahaan asing dan lokal yang mengemplang pajak dan tak mau membayar royalty tambang. Lalu ditambah dengan lemahnya penegakan hukum, lengkaplah semua kebocoran penerimaan negara itu selama ini. Dikala perekonomian dan export pertambangan sedang 'booming" saja di masa lalu, banyak perusahaan tambang itu yang tak mau bayar pajak dan royalty, apalagi di masa sulit seperti saat ini. Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, pernah bilang bahwa jumlah perusahaan tambang yang tak mau bayar pajak dan royalti mencapai hingga 60%. Gila kagak tuh!

Jadi kalau rezim Jokowi mau menambah penerimaan Negara di masa depan, segeralah benahi penegakan hukum di sektor penerimaan pajak itu dulu, baru melangkah ke hal-hal lainnya. Itu Menko Polkam Luhut dan jajaran Kementerian dibawahnya, disuruh prioritaskan untuk membenahi sumber in-stabilitas ekonomi dan politik nasional selama ini yang diakibatkan ulah koruptor dan mafia. Lhaaa ini, yang terjadi malah medahulukan pasal-pasal penghinaan Presiden, atau kesan Pemerintah yang hanya mengacak-acak parpol, bukannya mendahulukan kebijakan untuk membenahi aturan dan penegakan hukum yang lebih tegas untuk mengamankan penerimaan negara itu.

Salah satu langkah untuk mengatasi keterbatasan penerimaan negara akibat Pajak anjlog dan cari utangan baru juga lebih sulit tahun ini (termasuk kalau berniat jualan SUN dan SUKUK yang harus bersaing dengan kenaikan suku bunga the FED di AS), adalah melakukan penghematan belanja APBN 2016 yad. Selain PNS di moratorium, itu gaji PNS dan Pejabat tak perlu dinaikkan. Semua perjalanan dinas dipotong 50%. Semua rapat kerja dan penataran yang tak urgent dibatalkan saja anggarannya. Jangka panjang, itu provinsi, kabupaten jangan lagi dimekarkan, tapi justru dilikuidasi. Begitu pula dengan jumlah kementerian dan Badan/Lembaga Negara yang enggak penting amat, kayak Komnas HAM, Komnas HAM Anak, Komnas HAM Perempuan, dan sejenisnya, dilikuidasi aja!

Langkah lain penghematan adalah menghentikan atau membatalkan proyek-proyek "mercu suar" rezim Jokowi-JK kali ini yang nilai manfaatnya tak terlalu banyak berguna untuk kepentingan rakyat banyak. Contohnya adalah rencana membangun KA Peluru yang jadi ajang persaingan China dan Jepang contohnya, yang sampai-sampai Direktur KAI saja menantangnya karena tidak berkeadilan. Atau expansi maskapai penerbangan GARUDA yang akan membeli pesawat-pesawat canggih antar Benua tapi memerlukan pinjaman US$ 4,5 miliar dollar itu dari Bank of China. Dalam hal ini, pandangan Rizal Ramli ada benarnya, bahwa proyek-proyek yang mengeruk devisa dan punya konseksweinsi cicilan utangnya cukup tinggi serta perlu pendampingan rupiah yang besar seperti seperti proyek PLTU 35.000 watt, sebaiknya dibatalkan atau ditunda dulu saja sampai kondisi ekonomi nasional pulih kembali


emoticon-Angkat Beer
Diubah oleh ts4l4sa 16-08-2015 00:42
0
4.8K
49
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan