Human Rights Watch (HRW) mendesak pemimpin oposisi Myanmar, yang juga peraih hadiah Nobel perdamaian, Aung San Suu Kyi berhenti membisu atas penderitaan yang tengah dialami Muslim Rohingya.

HRW juga mengkritik negara-negara ASEAN yang tega mengabaikan 800 ribu pengungsi Rohingya, yang justru mereka pandang sebagai imigran ilegal yang tidak boleh diizinkan masuk ke wilayah mereka.

“Semua politisi, semua orang yang masih memiliki hati nurani di Burma (nama lain Myanmar) dari kelompok apapun, harus berbicara lantang, jelas, dan langsung, bahwa perlakuan kejam pemerintahan Burma terhadap etnis minoritas, Rohingya, tidak dapat ditoleransi,” kata deputi direktur HRW Asia, Phelim Kine, dikutip dari Rappler.com.

Suu Kyi sebelumnya telah menolak untuk berbicara atas nama Muslim Rohingya, dan bersikeras tidak akan menggunakan “kepemimpinan moral” untuk berpihak pada siapapun yang terlibat apa yang disebutnya konflik komunal di Rakhine.

Sejak sistem pemerintahan Myanmar mulai terbuka dan berubah dari junta militer menjadi pemerintahan demokratis pada tahun 2011, Suu Kyi mulai terjun ke ranah politik. Sikap Suu Kyi ini dipandang beberapa pihak sebagai sikap yang “sangat wajar” sebagai politisi karena takut kehilangan suara di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Buddha tersebut.


SUMBER