zhouxianAvatar border
TS
zhouxian
Agama China Hakka di Singkawang


AGAMA bagi komunitas Cina Hakka di Singkawang, Kalimantan Barat, belum banyak diteliti. Barulah pada 2012 Puslitbang Keagamaan Kementerian Agama melakukan peneitian.

Di antara hasil penelitiannya ditemukan bahwa Komunitas Cina Hakka di Singkawang ternyata memiliki agama atau kepercayaan lokal yang tidak identik dengan agama, Konghucu, Hindu dan Budha. Mereka memiliki rumah ibadah sendiri yang dinamai Pekong. Orang Cina Hakka Singkawang membedakan antara Kelenteng dan Pekong. Kelenteng bentuknya lebih besar daripada Pekong.

Dari segi fungsi, Kelenteng digunakan sebagai tempat untuk memuja dewa-dewa umum seperti dewa bumi, dewa rezeki, dewi Kwan Im, dan dewa pahlawan perang. Sedangkan Pekong lebih banyak digunakan untuk memuja dewa-dewa khusus atau orang berwibawa yang dianggap setengah dewa seperti Lo Pong Pa, seorang gubernur orang Cina dalam abad ke 17 di Kalimantan Barat, yang patungnya disimpan di dalam Pekong.

Bagi komunitas Cina Hakka di Singkawan menurut sang penelitinya, rumah ibadah Pekong memiliki empat fungsi, yaitu: 1) sebagai tempat sembahyang untuk memuja dewa-dewi setiap hari, setiap tanggal 1 dan 15 Imlek dan hari-hari besar Cina, 2) sebagai arena pertemuan komunitas Cina secara internasional, 3) tempat tinggal/berlindung para dewa agar tidak kehujanan, kedinginan, dan kepanasan, 4) sebagai pelindung bagi anggota masyarakat di sekitar Pekong dari pengaruh roh-roh jahat.

Kalangan masyarakat sering mengasumsikan agama komunitas Cina Hakka di Singkawan adalah agama Budha dan yang lain menganggapnya agama Konghucu, tetapi ternyata tidak identit kedua-duanya. Mungkin memang ada yang merupakan kombinasi antara beberapa tradisi agama di dalamnya. Akan tetapi mereka lebih percaya diri jika disebut penganut agama dan kepercayaannya sendiri.

Inti agama atau kepercayaan mereka sesungguhnya lebih kepada kelanjutan tradisi nenek moyang dari daerah leluhurnya di Cina. Seringkali pengamalan tradisi spiritual Cina memiliki kesamaan dengan tradisi masyarakat di daratan Cina. Lihatlah misalnya tradisi Cap Go Meh, atraksi Thatung atau loya dan pembakaran petasan dan kembang api. Sesungguhnya itu bukan sekadar hiburan tetapi sekaligus merupakan upacara ritual untuk menghargai leluhur mereka.

Data-data mengenai awal kehadiran komunitas Cina Hakka di Indonesia belum jelas secara pasti. Hanya ada beberapa catatan yang pernah diperoleh dari seorang warga Inggeris bernama Earlke Kalimantan Barat menyebut bahwa saat ia berkunjung ke Monterado dalam abad ke 18 sudah menjumpai komunitas Cina di Singkawang. Hanya saja ada dua suku Cina waktu itu, yaitu Teouchiu dan Hakka.

Yang pertama datang dari arah Selatan, provinsi Guandong dan yang kedua datang dari dataran rendah yang lebih miskin masih wilayah Guandong. Meskipun keduanya berbeda suku tetapi tampaknya tradisi yang mereka usung adalah sama, meskipun ada variasi yang sedikit berbeda satu sama lain.

Populasi komunitas Cina Hakka di Singkawan tidak diperoleh angka yang jelas, namun ada angka sensus yang pernah diperoleh pada 1930 bahwa komunitas Cina Hakka berjumlah 38.313 jiwa dan Cina Teouchiu sebanyak 21.699 jiwa. Tentu saja sekarang sudah sangat berbeda karena selisih waktunya juga sangat berbeda. Yang pasti agama dan kepercayaan serta tradisi mereka masih terus dipertahankan secara turun temurun. [*]


http://m.inilah.com/news/detail/2205...-di-singkawang

hasil penelitian gan
0
3.3K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan