TEMPO.CO, Jakarta- Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama harus belajar dari penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya. Saran ini disampaikan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang Juni 2014 berhasil menutup Dolly yang telah beroperasi sejak tahun 1968.
"Tempat lokalisasi itu menimbulkan kerusakan sistematis, terutama di kalangan remaja," kata Risma, panggilan Tri Rismaharini yang mengunjungi kantor baru Tempo, di Jalan Palmerah Barat, Jakarta, Selasa, 28 April 2015.
Risma diminta komentar terkait rencana Gubernur Ahok, panggilan Basuki Purnama, untuk membuat lokalisasi prostitusi di apartemen atau Kepulauan Seribu.
Menurut Risma,
tempat lokalisasi pramuriaan ibarat virus yang akan menyebar. Pemakaian narkoba, minuman keras, dan ketagihan akan perbuatan asusila akan menurun kepada anak para pekerja maupun remaja di lingkungan lokalisasi.
"Aku menemukan anak berusia 8 tahun yang sudah ketagihan asusila," kata Risma. Menurutnya, anak itu kecanduan karena hampir setiap hari melihat adegan seks ibunya dengan pria yang datang ke Dolly.
Selain anak berusia 8 tahun itu, ucap Risma, dia juga menemukan
anak berusia 14 tahun yang dipaksa oleh germo untuk menjadi penjaja cinta dan menjual narkoba di Dolly. Menurut Risma, anak yang berbadan besar itu diancam oleh pemilik wisma, ibunya akan dikeluarkan dari Dolly.
Risma menuturkan, perputaran itu merisak generasi muda. Belum lagi, ada anak sekolah yang mengajak temannya untuk ikut menjajakan diri. "Ini seperti lingkaran yang tidak ada habisnya. Makanya aku putus dan bongkar lokalisasi Dolly."
Lokalisasi prostitusi Dolly dan Jarak di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, resmi ditutup pada Rabu, 18 Juni 2014.
Anak 14 tahun yang dipaksa kerja oleh germo itu, ucap Risma, kini sekolah di Surabaya. "Dia pintar dan selalu mendapat ranking." katanya.
Risma mengatakan, bekas penghuni Dolly kini bekerja di berbagai macam bidang. Bagi yang tinggal di Dolly, mereka berdagang.
Sedangkan, wanita lainnya ada yang bekerja di industri kerajinan, bisnis, jualan baju, pulang kampung, serta bekerja untuk Pemerintah Kota Surabaya.
"Mereka digaji sesuai upah minimun Surabaya. Yaitu sekitar Rp 2,5 juta."
Quote:
Disuruh belajar dulu ... baru koar-koar ...