bens86Avatar border
TS
bens86
APAKAH JOKOWI BISA SEPERI INI


GUS DUR TAK PERNAH MENGAKUI PELENGSERAN DIRINYA


Situasi awal reformasi pada
periode 1998-2002 sarat diwarnai berbagai manuver politik. Salah satu
yang paling kentara adalah manuver dalam proses pengangkatan dan
pelengseran Gus Dur dari kursi RI-1.

Kita masih ingat, salah satu dampak jatuhnya rezim Soeharto pada
1998 adalah pembentukan partai politik baru. Saat itu partai politik
bak cendawan di musim hujan.

Namun dari sekian banyak, hanya dua partai yang terhitung kuat, Partai Amanat Nasional (PAN) bentukan Amien dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P)
bentukan Megawati Sokeranoputri. Saat dua koleganya itu membentuk
partai sebagai kendaraan menuju pemilu Juni 1999, Gus Dur masih
bergeming dan memilih sibuk dengan NU-nya. Padahal banyak warga NU
ingin Gus Dur mendirikan partai politik.

Reformasi NU

Sejak menjabat Ketua NU tahun 1984, Gus Dur membawa angin reformasi di NU. Dia prihatin dengan sistem pendidikan di Pesantren dan mendorong dirinya untuk meningkatkan kualitas pesantren agar kualitasnya setara dengan sekolah lainnya.

Salah satu yang ramai dibicarakan saat itu, Gus Dur dituduh ingin mengganti kalimat ““Assalamualaikum” menjadi ucapan “Selamat Pagi” di kalangan pesantren.

Perjalanan karier Gus Dur di NU terbilang mulus. Untuk kali kedua, pada tahun 1989 Gus Dur kembali terpilih menjadi ketua. Saat presiden Soeharto membentuk ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim) yang dipimpin BJ habibie, Gus Dur diajak terlibat. Tapi Dus Dur menolak, dia menilai posisi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim) justru hanya akan menguatkan posisi Soeharto.

Dia lalu membuat semacam lembaga tandingan bernama “Forum Demokrasi”. Sejak itulah tindak tanduk Gus Dur mulai mendapat ‘perhatian serius’ dari penguasa. Dia juga kerap menulis artikel di media massa yang berisi kritik-kritik terhadap kebijakan pemerintah, terutama mengenai kebijakan kepada kaum minoritas.

Bukti Soeharto mulai menganggap Gus Dur sebagai batu sandungan adalah ketika Soeharto lewat kroninya berusaha menggagalkan pencalonan Gus Dur menjadi ketua NU yang ketiga kalinya. Tapi upaya itu tak berhasil, posisi Gus Dur justru semakin kuat di NU. Karena meski Gus Dur berhasil membawa angin reformasi di NU, tetapi budaya tradisi masyarakat pesantren masih begitu kental di NU, sehingga kadang Gus Dur dianggap Wali oleh para pengikutnya

Menjadi Presiden

Baru pada Juli 1998 Gus Dur mulai berpikir mendirikan partai politik, itupun didasari alasan untuk mengimbangi Golkar yang saat itu notabene masih kuat dan dikuatirkan menjadi pemenang pemilu.

Gus Dur membentuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
dengan mayoritas anggota warga NU. Ketuanya dipilih (alm) Matori Abdul
Djalil, sementara Gus Dur duduk sebagai Ketua Dewan Penasehat. Meski
didominasi anggota NU, Gus Dur menyatakan PKB merupakan partai terbuka untuk semua orang.

Akhirnya pada pemilu 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. Hasilnya cukup bagus, PKB mendapat 12% suara. PDI-P pimpinan Megawati memenangkan pemilu dengan 33% suara. Karena presiden masih dipilih oleh MPR yang dipimpin Amien Rais, jadi tidak otomatis membuat Megawati melenggang ke kursi RI-1.

Saat menuju pemilihan presiden itulah terjadi berbagai manuver politik
yang dimotori Amien Rais. Amien Rais membentuk kelompok poros tengah
untuk menggolkan Gus Dur menjadi presiden. Megawati dikabarkan saat itu
sempat marah dengan tindakan Amien Rais. Akhirnya Gus Dur memang
benar-benar terpilih lewat voting tertutup di MPR pada 20 Oktober 1999. Saat itu Gus Dur memperoleh suara 373 suara, sedangkan Megawati 313 suara.

Melihat ‘jago’ nya kalah, pendukung Megawati nyaris mengamuk. Tapi Gus
Dur bisa menenangkan mereka karena berhasil membujuk Megawati untuk
maju dalam pemilihan wakil presiden. Di saat bersamaan Gus Dur juga
berhasil membujuk Jenderal Wiranto untuk mundur dari bursa pemilihan
supaya melempangkan jalan Megawati.

Belakangan Gus Dur memberikan Jenderal Wiranto jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dalam kabinetnya.

Lengser Dari Jabatan

Pada masa awal pemerintahannya, Gus Dur gencar melakukan kunjungan ke
luar negeri. Tercatat hanya dalam tempo enam bulan pertama
pemerintahannya, Gus Dur melakukan kunjungan ke 22 negara. Kunjungan
terbanyak dalam sejarah RI.

Saat itulah muncul anekdot “Presiden plesir” untuk Gus Dur. Tapi Gus
Dur tak bergeming. Gus Dur memang berkomitmen bahwa pada masa awal
pemerintahannya berfokus pada penamaman investasi asing sehingga dia
harus rajin mencari investasi ke negara-negara Eropa dan Asia.
Sementara urusan dalam negeri diserahkan kepada Wakil Presiden Megawati.

Tapi rupanya yang dilakukan Gus Dur tak diterima semua orang, apalagi dirinya kerap membuat pernyataan kontroversial. Gus Dur menyadari betul bahwa kabinet yang dibentuknya harus
betul-betul bersih. Dia lalu meminta Jenderal Wiranto mundur dari
kabinet karena dianggap menghalangi niatnya dalam mereformasi militer.
Di saaat bersamaan Jenderal Wiranto juga sedang menjadi sorotan karena
dugan kerterlibatan dirinya dalam pelanggaran HAM di Timor Timur.

Upaya pembersihan kabinet tak berhenti sampai di situ, pada April 2000,
dengan berani Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan
Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi karena diduga terlibat kasus korupsi. Sejumlah langkah Gus Dur memang mengundang kontroversi, pada tahun 2000
Gus Dur melemparkan wacana membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Kontan saja hal itu ditentang publik Islam dalam negeri. Gus Dur juga
mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966
yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut. Meski begitu popularitas Gus
Dur masih tinggi, terutama ketika dia berani memberikan solusi
referendum kepada rakyat Aceh pada Maret 2000.

Referendum kepada Aceh bukan referendum merdeka seperti di Timor
Timur melainkan referendum untuk mendapatkan otonomi khusus. Belakangan
rakyat Aceh memang menikmati buah usaha Gus Dur, yakni diakui sebagai
daerah berotonomi khusus. Jadi jauh sebelum presiden SBY menandatangani nota kesepahaman dengan GAM, Gus Dur telah memulainya lebih dahulu meski nota kesepahaman itu hanya berakhir sampai akhir 2001.

Sejak menjabat Presiden, mulai banyak pihak-pihak yang gerah dengan
tingkah polah Gus Dur. Sampai akhirnya muncul skandal yang disebut
Buloggate. Entah siapa dibalik skandal ini, yang jelas nama Gus Dur
ikut terbawa karena disebut-disebut pelakunya adalah tukang pijit Gus
Dur. Si tukang pijit ini kabarnya berhasil menggondol dana Badan Urusan
Logistik (Bulog) sebesar 4 Juta dollar.

Lalu ada pula skandal Bruneigate dimana Gus Dur dituduh menggelapkan
dana bantuan Sultan Brunei sebesar 2 juta dollar yang diperuntukan
masyarakat Aceh.

Gus Dur semakin berada dalam posisi sulit, tapi Sidang Umum MPR
2000 masih menerima pidato pertanggungjawaban Gus Dur. Alhasil dia
kembali aman duduk di RI-1 dan membentuk kabinet baru yang non partisan.

Tapi gerakan anti Gus Dur yang didukung oleh beberapa elit politik juga terus berkembang. Wacana memakzulkan (impeachment-red)
Gus Dur pun terus bergulir. Amien Rais yang berjasa ‘menaikan’ Gus Gur
ke kursi RI-1 menyatakan menyesal telah memilih Gus Dur. Dia lalu
berupaya menghimpun kekuatan parlemen untuk mencopot Gus Dur. Akhirnya
pada November, 151 DPR resmi menandatangani petisi yang meminta Gus Dur dipecat.

Gus Dur mencoba melawan. Dengan kekuatan massa yang dimiliki Gus Dur
lewat NU, pertumpahan darah memang bisa terjadi kapan pun. Apalagi
massa pendukung Gus Dur berani melakukan cap darah dan bersedia
mempertahankan Gus Dur sampai mati. Gus Dur lalu memecat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril
Ihza Mahendra karena mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur.
Menyusul kemudian Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail dicopot karena
dianggap tidak bisa mengendalikan massa Partai Keadilan yang banyak
turut dalam barisan anti Gus Dur.

Di parlemen gerakan anti Gus Dur juga tak kalah deras. Dimotori
Golkar, gerakan ini menjadi gerakan yang cukup signifikan untuk
menggoyang Gus Dur. Pada 30 April 2001 DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.

Membaca situasi politik yang demikian panas, Gus Dur meminta Menteri
Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo
Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat.

Tapi Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya
beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1
Juli 2009.

Gus Dur kemudian mengeluarkan dekrit presiden yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR,
(2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu
dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar pada 23 Juli 2001 dinihari. Namun dekrit
itu dianggap angin lalu.

Hanya berselang beberapa jam, hari itu juga akhirnya puncak upaya pencopotan Gus Dur terjadi. MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Soekarnoputri. Sampai dua hari sejak keputusan itu, Gus Dur bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara.

Sebuah peristiwa yang tak mungkin dilupakan orang adalah ketika Gus Dur
keluar dari dalam istana dan berdiri di teras istana hanya mengenakan
kaus oblong dan celana pendek. Dia melambaikan tangan kepada
pendukungnya. Malam itu, tanggal 25 Juli Gus Dur keluar dari Istana
karena harus memeriksakan kesehatannya ke Amerika.

Hingga akhir hayatnya, apa yang dilakukan pada dirinya dia tak bisa
diterima karena bertentangan dengan hukum. Pada acara Kick Andy
November 2007 Gus Dur bicara blak-blakan bahwa tindakan yang dilakukan
pada dirinya melanggar hukum.

Meski begitu, dirinya tetap memaafkan tindakan mereka yang
mendongkel dirinya yakni Amien Rais dan Megawati. Gus Dur juga mengaku
sama sekali tidak menaruh dendam, “Ngapain dendam sama Amien,” kata Gus
Dur enteng.

SUMBER ; http://kabarinews.com/gus-dur-tak-pe...-dirinya/34323
0
2.8K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan