csd_suhardiAvatar border
TS
csd_suhardi
Catatan Dari Cinta & Air Mata - Part 2
Agustus 2005…

Hari-hari sebelumnya aku lalui dengan hati yang terus bersuka ria.

Perlahan-lahan sekolah jadi aktivitas yang menyenangkan. Sekolah yang menurutku agak membosankan—apalagi kalau gurunya super galak seperti gorilla kesetanan atau cara mengajarnya bikin bola mata jadi redup tinggal 2 watt—tiba-tiba tidak lagi membosankan. Aku sering mengeluh kenapa aku harus sekolah. Bukannya aku malas dan bodoh, buktinya aku tak pernah keluar dari rangking 10 besar sejak dari SD.

Kadang aku hanya tahu tujuan aku ke sekolah hanya karena tuntutan lingkungan. Kalau tidak sekolah, apa kata orang-orang nanti? Apa reaksi orang tua? Mungkin aku masih belum punya tujuan ke depan. Tapi sekarang semuanya berubah. Aku jadi ada tujuan ke sekolah. Aku punya alasan yang sanggup mendorongku ke sekolah tiap hari dengan perasaan yang, yah, sulit kuungkapkan.

Cewek itu menjadi salah satu alasan terbesar dan terkuat bagiku untuk ke sekolah.

Cewek itu menjadi faktor penyebab aku selalu menanti-nantikan waktu sekolah. Aku tak pernah sesemangat ini kalau bukan karena dia.

Dia? Siapa dia? Sampai sekarang aku masih belum tahu namanya.

Sudah hampir seminggu aku jadi seperti detektif yang selalu mengikutinya, tapi masih belum tahu namanya.

Kalau dipikir pakai logika, mudah saja cari tahu namanya. Tinggal kenalan langsung dan tanyakan namanya. Atau tanyakan teman sekelasnya. Beres.

Mungkin gampang bagi orang lain, tapi tidak bagiku. Entah kenapa aku merasa itu pun sulit dilakukan. Aku sadar aku ini pemalu, agak pasif, pendiam, penakut, suka pesimis. Kalau orang bilang, aku ini berkepribadian introvert. Kalau sudah begini adanya diriku ini, bagaimana mungkin berkenalan dengannya itu urusan gampang.

Melihat wajahnya saja sudah bikin aku kelimpungan dan jantungan. Bagaimana bisa aku berkenalan dengan ekspresi yang tenang? Melihatnya dari jauh saja sudah bikin aku tidak nyaman. Bagaimana mungkin aku bisa berdiri tepat di depannya tanpa gemetaran?

Belum lagi aku pasti akan dilihat banyak orang. Aku malu. Apalagi kalau orang-orang mengejek aku karena tahu aku sedang jatuh cinta, mau ditaruh di mana mukaku ini? Bagaimana kalau satu sekolah meledek dan aku dijadikan bahan olokan? Aku tak sanggup membayangkan itu.

Terus, bagaimana lagi kalau aku nekat kenalan dengannya dan ternyata aku ditolak? Aku pasti ditertawakan. Ah, tidak. Aku tak sanggup memikul rasa malu ini kalau sampai terjadi. Membayangkannya saja bikin aku ngeri. Kalau benar-benar terjadi, mungkin aku memilih berhenti sekolah atau pindah ke sekolah lain.

Jadinya, yang aku lakukan hanya mengikuti ke mana dia pergi supaya aku bisa membawaku berpapasan dan bertatap muka dengannya. Hanya untuk melihat wajah manisnya. Hanya untuk melihat senyumnya. Hanya untuk merasakan perasaan bahagia kala melihat dirinya. Itu sudah cukup. Itu sudah cukup membuat hari-hariku di sekolah menjadi berarti dan istimewa.

Tapi aku tetap penasaran siapa namanya. Kupikir bisa mengetahui namanya jauh lebih berkesan bagi hatiku. Aku rasa itu akan lebih romantis di kala aku bisa memanggil namanya dengan manja dan penuh kasih sayang dalam imajinasiku.

Apakah aku sudah gila? Mungkin. Bukankah cinta bisa membuat orang berkelakukan seperti orang gila dan mabuk?

Ah, biarlah aku gila. Lagipula tak ada yang tahu apa yang terjadi pada diriku ini. Cukuplah aku sendiri yang tahu ini semua. Biarlah aku yang merasakan kegilaan ini, karena kegilaan ini memang menyenangkan, memabukkan dan bikin ketagihan. Aku rela jadi gila seperti ini.

Meski aku belum tahu namanya, biarlah. Tak perlu terburu-buru. Yang penting aku sudah bersyukur bisa tiap hari bertemu dengannya di sekolah.


September 2005…

Ha-ha-ha. Terima kasih tuhan. Hari ini aku bahagiaaaaaa sekali.

Seperti biasa aku masih setia menjadi detektif dengan terus mengikutinya. Tapi meski sudah berminggu-minggu seperti ini, aku tidak bosan. Sama sekali tidak bosan. Biasanya kalau aku melakukan sesuatu yang sama berulang-ulang, lama-lama aku bisa mati bosan. Tapi hebatnya, peran detektif yang kujalani sama sekali tak membosankan. Parahnya, makin lama peran ini makin menyenangkan. Apakah ini yang dinamakan cinta? Kalau bukan cinta, lantas apa lagi?

Satu lagi hal yang lupa kukatakan. Ada satu hal lagi yang tak pernah membuatku bosan sampai detik ini, yaitu melihat wajah cewek itu. Wajahnya yang cantik, mulus dan manis membuatku makin semangat hari demi hari.

Aku terus rutin melakukannya, apakah itu dengan mengikutinya atau lewat di depan kelasnya. Semua itu demi melihat wajahnya, demi bertemu dirinya. Sehari saja tidak melihat dirinya, aku tidak akan tenang. Bahkan meskipun aku sedang capek, lemas, flu berat, sedikit sakit, kaki sakit, sakit kepala, pusing atau apa pun, aku tetap menyempatkan diri bertemu dengannya. Rasanya sakitku jadi lenyap seketika saat wajahnya memantul di bola mataku. Mungkin aku tak perlu lagi ke dokter kalau sakit. Cukup lihat wajahnya saja. Sungguh ajaib. Apalagi kalau bukan karena cinta?

Nah, tadi di sekolah guru Fisika tidak datang dan tak ada guru pengganti. Otomatis kelas kami bebas dan merdeka selama dua jam pelajaran. Aku dan Lena sedang berbincang-bincang di depan kelas ketika cewek yang bikin aku mabuk lewat di depan kami. Dia bersama temannya. Tidak biasanya anak kelas 1 SMA lewat di sini.

Tapi pikiran yang penuh tanda tanya itu langsung kuenyahkan. Aku tak peduli apa alasannya dia lewat kelasku. Yang penting aku dapat rezeki bisa melihat wajahnya gratis tanpa perlu jadi detektif. Seketika itu juga aku menghentikan percakapanku dengan Lena. Aku hanya mau diam. Aku mau fokus menikmati wajah manisnya yang hanya bisa dilihat selama beberapa detik saja. Dia terus berjalan sambil mengobrol tanpa melihat ke arah kami. Aku terus melihat wajahnya, menikmati keindahan yang ada di depanku ini detik demi detik, tiap langkah demi langkah yang diambilnya.

Tanpa pernah direncanakan, aku spontan bertanya pada Lena siapa anak itu. Aku bilang anak itu tidak pernah terlihat sebelumnya. Aku tanya apakah dia anak kelas 3 juga. Aku pura-pura penasaran. Dan jawaban yang kudapat benar-benar di luar dugaan.

Lena langsung menjawab kalau nama cewek itu adalah Winna. Dia bilang Winna adalah sepupu temannya. Dia tidak kenal Winna. Dia hanya tahu saja.

Winna. Jadi namanya Winna. Aku langsung menyebut namanya berkali-kali dalam pikiranku seolah takut nanti jadi lupa. Aku terus membayangkan namanya seolah ingin mengukirnya dalam otakku supaya aku takkan lupa selamanya.

Aku pura-pura lagi dengan mengatakan namanya sangat bagus. Lena mengiyakan dan menyebut nama lengkapnya, Winna Illianti.

Akhirnya selama berminggu-minggu, apa yang sangat ingin kutahu akhirnya aku tahu. Nama cewek itu adalah Winna Illianti. Cewek yang telah meneror hidupku ternyata namanya Winna Illianti. Bagiku namanya seindah dan secantik wajahnya. Sangat pas.

Bagi orang lain mungkin namanya biasa saja. Bisa jadi ini karena aku lagi jatuh cinta sampai mabuk. Jadi apa pun yang berhubungan dengannya jadi terlihat indah, termasuk namanya meski andaikan semua orang bilang namanya jelek.

Oh, Winna Illianti.

Dari luar raut wajahku normal-normal saja. Tapi hatiku sudah menjerit saking senangnya. Aku lanjut membicarakan hal lain dengan Lena, tapi hatiku terus membicarakan Winna.

Pokoknya aku sudah tahu namanya. Winna. Aku akan mengingatnya baik-baik. Takkan kulupakan namanya. Akan aku jaga baik-baik namanya di hatiku seolah namanya adalah milikku yang paling berharga.

Oh, terima kasih, Tuhan.

Hari ini cinta mengirimkan nama Winna Illianti ke alamat hatiku lewat kurir pos bernama Lena.

Bersambung...
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Untuk baca part 1 silakan baca di sini.

Jangan lupa komeng dan emoticon-Rate 5 Star dan emoticon-Toast
0
1.3K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan