(+ POLL) Warga Ibu Kota Juga Tolak Pilkada Lewat DPRD
TS
uruhara16
(+ POLL) Warga Ibu Kota Juga Tolak Pilkada Lewat DPRD
TEMPO.CO, Jakarta - Peserta Car Free Day Jakarta ramai-ramai menandatangani petisi mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung di di Bundaran Hotel Indonesia. Petisi ini nantinya akan disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar mau mencabut Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat. (Baca: Aksi Dukung Pilkada Langsung Menular ke Lima Kota)
Salah satu peserta, Cantika Rustandi, 23 tahun, mengatakan awalnya tak tahu ada aksi tanda tangan petisi itu. Namun, dia langsung meneken petisi karena tak ingin suara rakyat dirampas. "Kita jangan mundur lagi ke Orde Baru. Pemilihan langsung harus didukung karena sudah menghasilkan orang-orang hebat seperti Jokowi dan Ahok," kata Cantika pada Ahad, 14 September 2014. (Baca:Kemendagri Antisipasi jika Ahok Dijegal)
Saat ini, pemerintah dan DPR sedang membahas revisi tentang Undang-Undang Pilkada. Enam fraksi pendukung× Subianto yang tergabung dalam× Putih bersikeras agar pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD. Pilkada langsung yang telah dilaksanakan sejak 2004 dianggap membuang-buang anggaran. Namun, sikap anggota× Dewan itu mendapat penolakan dari masyarakat. (Baca: Pilkada Serentak, Begini Gambaran Praktiknya)
Selain Cantika, banyak warga× Jakarta lain yang kebetulan datang untuk berolah raga pagi di× Day tertarik ketika melihat aksi dukung× Pilkada langsung ini. Mereka pun tak segan membubuhkan tanda tangan di spanduk sepanjang sepuluh meter yang digelar di samping air mancur Bundaran HI.
Aksi penolakan tersebut diprakarsai oleh Koalisi Pendukung Pilkada Langsung untuk mengawal proses pembahasan revisi Undang-Undng Pilkada yang akan disahkan pada 25 September nanti. "Gerakan ini untuk mengajak masyarakat akan hak mereka. Jangan sampai lobi politik tingkat tinggi merampas hak demokrasi rakyat," ujar× Hafidz, koordinator aksi dari× Pemilih untuk Rakyat.
Selain aksi ini, sebelumnya× Koalisi membuat petisi online yang telah diteken oleh lebih dari 40 ribu orang. Aksi akan terus dilakukan secara rutin hingga DPR mendengarkan aspirasi rakyat. "Kalau banyak suara yang mendukung pilkada langsung namun DPR tetap bersikeras kepala daerah dipilih DPRD, kualitas para anggota× Dewan kita harus dipertanyakan," ujar× Maskur lagi. (Baca: Gerindra Optimistis RUU Pilkada oleh DPRD Lolos)
Spoiler for Politikus PAN Tolak Pilkada Lewat DPRD:
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Majelis Pertimbangan sekaligus pendiri Partai Amanat Nasional, Alvin Lie, menganggap pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Meski legislator merupakan perwakilan rakyat, menurut dia, bukan berarti mereka juga menentukan siapa pemimpin rakyat tersebut. "Tak semuanya bisa diwakilkan," kata Alvin saat dihubungi, Sabtu malam, 13 September 2014.
Dalam UUD 1945, kata dia, fungsi legislatif adalah mengawasi jalannya pemerintahan yang dikerjakan oleh lembaga eksekutif. "Legislatif tak ada ceritanya memilih eksekutif," katanya. (Baca: PAN: Pilkada Langsung Itu Budaya Barat.) Menurut dia, pemilihan tidak langsung membuat lembaga eksekutif tak bekerja maksimal. Soalnya, kepala pemerintahannya dipilih oleh parlemen. "Posisi eksekutif di bawah legislatif terus."
Alvin Lie juga menyindir sikap partainya yang getol menginginkan agar pemilihan kepala daerah diselenggarakan DPRD. PAN, kata dia, adalah partai yang lahir dari rahim reformasi. "Tujuannya adalah mengembalikan kedaulatan rakyat," ujarnya. (Baca: Alvin Lie: PAN Didirikan untuk Kedaulatan Rakyat)
Saat ini dalam pembahasan RUU Pilkada, ada enam fraksi yang tak setuju pilkada langsung. Yakni Fraksi Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerindra. (Baca: Gerindra Optimistis RUU Pilkada oleh DPRD Lolos)
Sedangkan Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Hanura mengikuti pemerintah. Partai Demokrat sebagai partai pemerintah masih konsisten menolak pilkada langsung dengan alasan penghematan anggaran dan menghindari politik uang dalam pilkada langsung.
Spoiler for Pilkada Serentak, Begini Gambaran Prakteknya:
Pilkada Serentak, Begini Gambaran Prakteknya
Spoiler for Aksi Dukung Pilkada Langsung Menular ke Lima Kota:
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi mendukung pemilihan kepala daerah langsung digelar serentak pagi ini, Ahad, 14 September 2014, di Jakarta, Bandung, Semarang, Banda Aceh, dan Makassar. Aksi ini merupakan tindak lanjut dari petisi menolak revisi Rancangan Undang-Undang Pilkada yang ditengarai akan memangkas hak rakyat memilih kepala daerah secara langsung.
Ajakan mengikuti aksi ini ramai di media sosial dan didukung oleh sejumlah aktivis. "Jangan culik demokrasi. Jangan culik suara rakyat," cuit Fadjroel Rachman, aktivis sosial, sambil menyertakan gambar tentang ajakan aksi di Bundaran Hotel Indonesia mulai jam 7 pagi ini. (Baca: Kepala Daerah Pendukung Prabowo Membelot)
Saat ini pemerintah dan DPR tengah membahas RUU Pilkada. Satu bagian yang hendak diubah adalah mekanisme pemilihan secara langsung. Kementerian Dalam Negeri mengusulkan pemilihan oleh DPRD. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengakui usul pemilihan oleh DPRD berasal dari kementeriannya. (Baca: UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur)
Masyarakat yang ingin mengikuti aksi diminta memakai baju putih dan berkumpul di titik-titik tertentu di lima kota tersebut. Selain di Bundaran Hotel Indonesia, aksi akan digelar di Dago, Bandung; Jalan Pemuda, Semarang; Lapangan Blang Padang, Banda Aceh; serta Pantai Losari, Makassar.
Petisi menolak revisi RUU Pilkada didaftarkan ke situs Change.org dua hari lalu oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Sejak didaftarkan, lebih dari 40 ribu orang telah meneken petisi itu. Dalam petisi yang ditujukan kepada DPR RI dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, Perludem menyatakan kepala daerah harus dipilih rakyat, bukan DPRD.
Spoiler for Pilkada Langsung Irit Anggaran Rp 35 Triliun :
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan pemilihan kepala daerah mendatang yang digelar secara langsung bisa lebih hemat ketimbang penyelenggaraan pemilihan sebelumnya. Ongkos pilkada yang dilaksanakan serentak, kata dia, dapat dikendalikan penyelenggara pemilihan. “Ada penghematan biaya kampanye yang dikontrol Komisi Pemilihan Umum,” ujarnya dalam wawancara dengan Tempo. (Baca: majalah Tempo edisi Senin, 15 September.) (Baca juga: Kepala Daerah Pendukung Prabowo Membelot)
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat hendak merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Beleid ini menawarkan dua cara pemilihan kepala daerah, yaitu pemungutan suara langsung atau pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Enam fraksi dari partai-partai penyokong Prabowo Subianto-Hatta Rajasa cenderung pada opsi pemilihan oleh DPRD. Sedangkan tiga fraksi penyokong Joko Widodo-Jusuf Kalla menginginkan pemilihan langsung. Salah satu alasan penolakan pemilihan langsung adalah adanya pemborosan uang negara.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan ongkos pilkada di seluruh daerah sepanjang tahun lalu mencapai Rp 70 triliun. Pilkada langsung yang digelar serentak, kata dia, bisa memangkas biaya hingga 50 persen atau setara dengan Rp 35 triliun. “Kalau berani belajar demokrasi, harus sanggup berkorban,” ujarnya, kemarin. (Baca: UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur)
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Reydonnyzar Moenek mengatakan penghematan anggaran pilkada terjadi pada pos anggaran distribusi logistik dan sosialisasi. Pilkada serentak, dia menjelaskan, membuat pengiriman logistik tak harus dilakukan berulang-ulang ke daerah yang sama. Adapun sosialisasi pilkada bisa dilakukan secara masif pada waktu bersamaan di seluruh daerah.
Dalam pembahasan RUU Pilkada, enam fraksi tak setuju pilkada langsung, yakni Fraksi Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerindra. Sedangkan Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Hanura mengikuti pemerintah.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus anggota Fraksi Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat, Max Sopacua, mengatakan partainya sudah mengetahui ihwal penghematan anggaran penyelenggaraan pilkada langsung serentak. Namun, ujar dia, Demokrat belum memahami ekses lain yang ditimbulkan pilkada, seperti potensi konflik. “Bukan mempermasalahkan soal biaya,” ujarnya.
Demokrat, yang bergabung bersama lima partai lain sebagai Koalisi Merah Putih, kata Max, menginginkan pilkada dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Menurut dia, hal ini sudah dibicarakan dengan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. SBY, ucap dia, mulai memahami sikap Fraksi Partai Demokrat. “Kami sudah mendapat arahan.”
Spoiler for UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur:
TEMPO.CO, Jakarta - Partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendukung pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Mekanisme dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pilkada ini mengakibatkan partai pendukung Jokowi-Kalla sulit memenangi pemilihan kepala daerah karena hampir mayoritas anggota DPRD dikuasai partai pendukung Prabowo-Hatta yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih.
Partai pendukung Jokowi-Kalla hanya akan menang di dua provinsi, yaitu Bali dan Kalimantan Barat. Berikut perhitungan Tempo berdasarkan perolehan kursi di DPRD. (Baca: PDIP-Jokowi Tak Berkutik di Depan Koalisi Prabowo)
1. Aceh = Prabowo 38, Jokowi 33
2. Sumatera Utara = Prabowo 63, Jokowi 35
3. Sumatera Barat = Prabowo 49, Jokowi 16
4. Riau = Prabowo 45, Jokowi 20
5. Jambi = Prabowo 36, Jokowi 19
6. Sumatera Selatan = Prabowo 40, Jokowi 30
7. Bengkulu = Prabowo 27, Jokowi 18
8. Lampung = Prabowo 51, Jokowi 34
9. Bangka Belitung = Prabowo 29, Jokowi 16
10. Kepulauan Riau = Prabowo 26, Jokowi 19
11. DKI Jakarta = Prabowo 57, Jokowi 49
12. Jawa Barat = Prabowo 65, Jokowi 35
13. Jawa Tengah = Prabowo 56, Jokowi 44
14. DI Yogyakarta = Prabowo 33, Jokowi 22
15. Jawa Timur = Prabowo 55, Jokowi 41
16. Banten = Prabowo 52, Jokowi 33
17. Bali = Prabowo 27, Jokowi 28
18. Nusa Tenggara Barat = Prabowo 47, Jokowi 18
19. Nusa Tenggara Timur = Prabowo 34, Jokowi 31
20. Kalimantan Barat = Prabowo 37, Jokowi 39
21. Kalimantan Tengah = Prabowo 24, Jokowi 21
22. Kalimantan Selatan = Prabowo 36, Jokowi 19
23. Kalimantan Timur = Prabowo 35, Jokowi 20
24. Kalimantan Utara = Prabowo 22, Jokowi 13
25. Sulawesi Selatan = Prabowo 63, Jokowi 22
26. Sulawesi Tengah = Prabowo 27, Jokowi 18
27. Sulawesi Utara = Prabowo 25, Jokowi 18
28. Sulawesi Tenggara = Prabowo 33, Jokowi 12
29. Gorontalo = Prabowo 33, Jokowi 12
30. Sulawesi Barat = Prabowo 34, Jokowi 11
31. Maluku = Prabowo 25, Jokowi 20
32. Maluku Utara = Prabowo - , Jokowi -
33. Papua = Prabowo 35, Jokowi 21
34. Papua Barat = Prabowo 28, Jokowi 17
Keterangan: Perolehan kursi di Maluku Utara belum diketahui karena Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPU menggelar pemungutan suara ulang.
Spoiler for Ini Kata Roy Suryo Soal Pilkada Langsung :
TEMPO.CO, Kupang - Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo berbeda pendapat dengan Partai Demokrat ihwal mekanisme pemilihan kepala daerah. Salah satu kader partai berlambang bintang biru ini setuju bila kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. "Tanyakan saja ke rakyat apa maunya," kata Roy saat berkunjung ke Nusa Tenggara Timur, Ahad, 14 September 2014. (Baca: Aksi Dukung Pilkada Langsung Menular ke Lima Kota)
Saat ini pemerintah dan DPR tengah membahas RUU Pilkada. Satu bagian yang hendak diubah adalah mekanisme pemilihan secara langsung. Kementerian Dalam Negeri mengusulkan pemilihan oleh DPRD. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengakui usul pemilihan oleh DPRD berasal dari kementeriannya. RUU itu diusung oleh sejumlah partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, termasuk Partai Demokrat. (Baca: Kepala Daerah Pendukung Prabowo Membelot)
Mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini menuai protes sejumlah kalangan. Untuk mendukung pilkada secara langsung, sejumlah aksi serentak digelar di Jakarta, Bandung, Semarang, Banda Aceh, dan Makassar. Revisi Rancangan Undang-Undang Pilkada ini ditengarai akan memangkas hak rakyat memilih kepala daerah secara langsung. (Baca: UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur)
Gubernur, bupati dan wali kota di Nusa Tenggara Timur juga menolak pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Alasannya, mekanisme ini membuat kepala daerah yang dipilih tidak bertanggung jawab kepada rakyat. "Kalau dipilih DPRD, ya, kepala daerah yang dipilih hanya bertanggung jawab ke DPRD, bukan rakyat," kata Gubernur NTT Frans Lebu Raya.
Hal senada diungkapkan Wali Kota Kupang Jonas Salean dan Bupati Sumba Tengah Umbu Sapi Pateduk yang menolak pemilihan oleh DPRD itu. Anggota DPRD NTT Jefri Banunaek juga secara tegas menolak pemilihan kepala dearah oleh DPRD karena akan kembali ke masa Orde Baru. "Kita kembali lagi ke belakang (Orba) jika dipilih oleh DPRD," katanya.
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 57 suara
Apakah agan setuju denghan pemilihan kepala daerah oleh DPRD?
Iya
4%
Tidak
96%
Bukan urusan gua
0%
Diubah oleh uruhara16 14-09-2014 03:17
0
2.9K
Kutip
32
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru