SEMARANG, suaramerdeka.com – Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Kolaisi Semarang untuk Munir melakukan aksi teatrikal yang digelar di area car free day, jalan Pahlawan, Semarang, Minggu (7/9) pagi. Aksi tersebut, dilakukan untuk mengenang 10 tahun meninggalnya pembela hak asasi manusia (HAM), Munir pada 2004 silam.

Teatrikal bertema, “Mati Munir Satu, Tumbuh Munir Seribu” ini, dilakukan dengan menggelar semacam upacara kematian dan penjemputan jenasah. Yang lalu warga yang telah mendapat topeng bergambar wajah Munir, menacapkan bendera merah putih kecil ke jenasah yang terbuat dari pelepah pisang tersebut. Kemudian, jenasah tersebut arak dan dilarung ke sungai.

“Ini merupakan simbolis bahwa, jika munir dibunuh akan tumbuh munir-munir lainnya yang akan membela hak asasi manusia,” ungkap koordiator aksi, Anton Sudibyo.

Dia menambahkan, hingga 10 tahun ini kasus pembunuhan munir belum jelas. Meski pada 2005 silam, Pollycarpus Budihari Priyanto pilot garuda yang ditumpangi dijatuhi hukuman penjara 14 tahun. Namun pembunuhan pengkritik pemerintah tersebut, semacam pembunuhan berencana yang belum terungkap dalangnya.

“Kegagalan pemerintah menuntaskan kasus ini menambah panjang daftar kasus-kasus pelanggaran HAM berat dan membuktikan bahwa masih ada ancaman nyata bagi pejuang HAM di negeri ini,” katanya.

Lewat aksi ini, mereka menuntut presiden Joko Widodo sebagai presiden ke-7 Indonesia untuk melanjutkan dan menuntaskan kasus munir, serta pelanggaran kasus pelanggaran HAM. Selain itu, menuntut pemerintah untuk menyusun lagi peraturan perundangan tentang KKR (komisi kebenaran dan rekonsiliasi).

Selain aksi ini, Koalisi Semarang untuk Munir juga menggelar Pekan Peringatan 10 Tahun Kematian Munir di Gedung Notariat, Komplek Auditorium Undip, dari 7-11 September. Berbagai acara digelar, mulai dari pameran kartun, diskusi, panggung budaya, pertunjukan musik, hingga pemutaran film. (Apit Yulianto/CN19/SMNetwork)


sumer

masih belum jelas aja nih kasus....ckckck