downeyjuniorAvatar border
TS
downeyjunior
Menjadi Pejabat Publik (merangkap) Bintang Iklan
Beberapa waktu yang lalu muncul kritik keras dari berbagai kalangan terhadap Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Deddy Mizwar. Berbagai kalangan itu menilai bahwa sang Wagub Jabar itu masih sering menjadi bintang iklan dan bermain sinetron di sela-sela tugasnya menjadi Gubernur.

Sebenarnya jika ditelisik lebih jauh, bukan hanya Wakil Gubernur Jawa Barat saja yang menjadi bintang iklan. Sebelumnya, sejumlah pejabat publik tercatat tampil menjadi bintang iklan di televisi. Mereka di antara lain Menteri BUMN Dahlan Iskan, Ketua DPR Marzuki Alie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.

Bahkan akhir-akhir ini kita sering melihat seorang Jimly Asshiddiqie juga pernah dalam iklan produk-produk perusahaan Maspion di televisi. Bahkan di tayangan televisi itu terpampang tulisan jabatan Jimly Asshiddiqie Ketua Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP). Sebelumnya Ketua DPR periode 2009-2014 Marzuki Alie juga menjadi bintang iklan produk Maspion tersebut. Apa kaitannya antara jabatan publik mereka dengan iklan produk–produk perusahaan itu?

Popularitas seorang pejabat publik melalui iklan di media massa dapat menjadi pijakan bagi karir politik mereka ke depan. Memang dengan muncul iklan di televisi membuat pejabat itu menjadi kian popular. Bekal popular ini pun bisa meningkatkan posisi tawar politik. Tak heran, para pejabat kita, baik di tingkat pusat maupun daerah, saat ini gemar beriklan di televisi, baik iklan komersial maupun politik.

Para calon presiden (capres) kita dalam pemilu presiden (pilpres) 2014 silam sangat memahami bahwa iklan adalah salah satu media yang dapat mendongkrak popularitas. Iklan di media massa itu juga dilakukan oleh para capres kita selama masa kampanye pilpres 2014 lalu tergolong besar.

Temuan Yayasan SatuDunia, seperti yang dipublikasikan di website http://www.iklancapres.org mengungkapkan bahwa para capres pada pilpres 2014 lalu menghabiskan Rp. 116,51 miliar untuk beriklan di televisi pada lima kota di Indonesia (Jakarta, Banjarmasin, Makassar, Medan dan Surabaya).

Bekerja menjadi seorang pejabat publik berbeda dengan seorang bintang iklan. Perbedaan ini bukan berarti menjadi seorang bintang iklan adalah profesi yang buruk dibandingkan seorang pejabat publik. Seorang pejabat publik dibayar oleh uang pajak rakyat untuk bekerja mengurus persoalan masyarakat bukan untuk tampil di televisi dan media massa lainnya.

Seorang pejabat publik harusnya lebih fokus mengurus keperluan masyarakat bukan tampil di media massa. Sikap negarawan tidak butuh sorot kamera. Sikap negarawan tidak butuh diiklankan. Tanpa harus muncul di iklan media massa, rakyat akan merasakan sendiri sikap kenegarawanan seorang pejabat publik.

Menjadi pejabat publik di negeri kepulauan seperti Indonesia ini justru harus berani menghadapi resiko untuk tidak disorot kamera, apalagi menjadi bintang iklan. Fokus pekerjaan melayani publik di Negara seluas Indonesia ini tidak boleh diinterupsi menjadi bintang iklan. Banyak sekali persoalan yang harus diselesaikan daripada berada di depan kamera sambil ketawa-ketiwi menjadi bintang iklan.

Apa yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat bila melihat para pejabat publik kita ternyata telah menjadi bintang iklan? Sebagai masyarakat yang membayar pajak, kita harus mendesak pemerintah untuk mengatur ketentuan para pejabat publik yang merangkap sebagai bintang iklan. Aturannya harus jelas agar jabatan publik yang disandang oleh seseorang justru dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mempromosikan produknya.

Akhirnya, para pejabat publik itu harus memilih tetap menjadi pejabat publik atau meneruskan kariernya menjadi bintang iklan? Dari pilihan inilah nasib rakyat dipertaruhkan. Apakah rakyat masih menjadi tujuan mereka bekerja atau popularitas sebagai bintang iklan di media massa?
0
958
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan