Jakarta - Beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi Melawan Lupa mengadukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Ombudsman karena dinilai lemah melakukan klarifikasi atas salah satu capres yang bermasalah HAM. KPU memberikan respons melalui Ombudsman namun dinilai mengecewakan.

Jawaban KPU atas pengaduan Koalisi pada 9 Juni 2014 lalu diberikan secara tertulis dan diserahkan oleh komisioner Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso, yang menerima Koalisi di kantor Ombudsman, Gedung Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/7/2014).

Berikut jawaban lengkap KPU:

1. Debat capres cawapres merupakan salah satu upaya untuk menyebarluaskan profil. Visi dan misi serta program kerja pasangan capres dan cawapres kepada masyarakat. Dengan adanya debat posisi pasangan capres cawapres akan dapat dielaborasi lebih luas dan dalam serta setiap tema bisa didiskusikan.

2. Dalam merumuskan tema debat didasarkan pada kontekstualisasi. Persoalan yang merujuk pada, cita-cita nasional bangsa sebagai tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

3. Perumusan pertanyaan atas tema debat, dilakukan melalui mekanisme mengundang expert sesuai dengan tema debat yang diusulkan sehingga boleh jadi satu persoalan yang tidak secara eksplisit mucul dalam tema debat itu, dimuncukkan dalam pertanyaan debat di tema yang lain.

4. Dalam pelaksanaan debat pertama dengan tema pembangunan demokrasi. Pemerintahan yang bersih dan kepastian hukum pertanyaan tentang HAM tidak luput disampaikan oleh moderator bisa dilihat segmen keempat dan kelima

5. HAM mestinya dilihat dari perspektif yang luas, HAM tidak semata-mata berkaitan dengan satu isu tertentu tetapi HAM itu meliputi hak ekonomi,sosial, politik yang mana didalamnya termasuk hak untuk bekerja, perlindungan anak, hak mendapat hidup lebih baik, hak pendidikan, hak pengembangan SDM dan lingkungan. Jadi bila melihat konteks tersebut HAM telah direfleksikan kelima tema tersebut.

Merespons jawaban KPU tersebut, Wakil Koordinasi Kontras bidang Advokasi, Yati Andriani, memaparkan 3 poin:

1. Dalam jawabannya, KPU tidak menjelaskan dan tidak dapat mempertanggungjawabkan mengenai mekanisme dan jaminan partisipasi publik dalam tahapan penyelenggaraan pilpres yang seharusnya ditindaklanjuti KPU sebagaimana diatur UU 42 tahun 2008 dan PKPU No 15 tahun 2014.

2. KPU tidak menjelaskan dan mempertanggungjawabkan apakah KPU sudah melakukan klarifikasi mengenai persyaratan capres dan cawapres. KPU tidak dapat menjelaaskan apakah sudah klarifikasi ke Komnas HAM mengenai jejak rekam Prabowo yang diduga terkait dengan pelanggaran HAM berat terhadap penghilangan orang secara paksa periode 97-98, kerusuhan Mei 98, hasil tim gabungan pencari fakta kerusuhan Mei 98 dan hasil keputusan DKP (Dewan Kehormatan Perwira) yang memberhentikan Prabowo dari militer.

3. Jawaban KPU masih bersifat umum karena debat HAM yang dimaksud, hanya normatif tidak termasuk perdebatan mengenai akuntabilitas HAM. Khususnya tentang pelanggaran HAM berat yang 16 tahun tidak diselesaikan negara. Termasuk kasus kebebasan HAM terkait kebebasan beragama, berkeyakinan, berkeselarasaan serta kekerasan dalam sektor sumber daya alam yang saat ini cukup tinggi.

"Nantinya saat bertemu KPU, itu bukan mediasi tapi mengejar pertanggungjawaban KPU yang sudah meloloskan calon yang tidak sesuai syarat tersebut karena jawabannya substansial dan belum menjawab keberatan kita. Terlebih jawabannya hanya mencakup satu poin yang kita ajukan dan itu pun normatif," kata Yati.

Sebelumnya, dalam pengaduannya ke Ombudsman, Koalisi menanyakan 3 hal yakni persyaratan capres-cawapres yang tidak pernah melakukan tindak pidana berat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 42 tahun 2008 dan Peraturan KPU No 15 tahun 2014. Kemudian mempertanyakan proses verifikasi KPU atas dokumen-dokumen resmi negara tentang kasus HAM 98 pada salah satu capres serta meminta tema HAM dimasukkan ke debat capres-cawapres.

http://news.detik.com/pemilu2014/rea...bermasalah-ham