boromiriAvatar border
TS
boromiri
Kemenangan Jokowi Adalah Kekalahan Indonesia
Laporan audit BPK terhadap APBD DKI JAkarta Tahun 2013 yang memberi penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau turun dari nilai era Foke sebelumnya Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) serta penemuan ada 86 proyek di ibukota yang ganjil dan dicurigai korup sehingga merugikan keuangan Jakarta senilai Rp. 1,54trilyun seharusnya bisa dijadikan barometer atau patokan bagi kepresidenan Jokowi di masa depan. Ingat juga bahwa kerugian tersebut adalah tanggung jawab dari Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, apalagi sejak dua tahun lalu banyak NGO sudah mengingatkan Jokowi untuk lebih memperhatikan penggunaan APBD tapi tidak dia indahkan sampai Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa ada pembiaran dari Jokowi terkait penggelembungan anggaran di dinas pendidikan sehingga dia menduga semangat pemberantasan korupsi Jokowi hanya lip service belaka.

Uchok Sky Khadafi punya alasan kuat mengatakan semangat pemberantasan korupsi Jokowi hanya lip service sebab Fitra telah berkali kali menemukan penyimpangan dalam penggunaan anggaran APBD DKI Jakarta pada era Jokowi namun tidak pernah mendapat tanggapan memadai dari Jokowi sekalipun Fitra tidak pernah kapok mengingatkan, beberapa contoh penyimpangan yang berhasil ditemukan Fitra antara lain:

1. Kasus pembuatan rekening pribadi atas nama pribadi PNS Kecamatan untuk menampung anggaran negara sebagai biaya proyek perawatan jalan atas perintah Kadis DKI Jakarta, Manggas Rudy Siahaan sebesar Rp. 39miliar. Sampai sekarang pertanggung jawaban yang diminta Fitra atas anggaran tersebut berupa harga satuan, metode penghitungan tidak diberikan Pemprov DKI Jakarta.

2. Dana blusukan yang dilakukan Jokowi di Jakarta adalah Rp. 22miliar/tahun yang masuk dari anggaran penunjang operasional tahun 2013 yang disebut Uchok Sky Khadafi sebagai anggaran Jokowi untuk nampang.

3. Fitra juga menuntut agar penyidik, baik KPK maupun Kejaksaan Agung memeriksa Jokowi sehubungan dengan penyimpangan pada kasus pengadaan bus TransJakarta yang merugikan keuangan negara hingga Rp. 2,7trilyun dan melibatkan mantan timses Jokowi di Solo bernama Michael Bimo Putranto, dan masih banyak lagi.

Kegagalan di atas belum ditambah dengan berbagai proyek di Jakarta yang hari ini mangkrak seperti KJS, KJP, pembangunan MRT, Monorel, Deep Tunnel dan banyak lagi.

Apa yang terjadi di Jakarta juga terjadi di Solo. Beberapa kegagalan Jokowi di Solo antara lain:

1. Jokowi gagal mengatasi masalah banjir di Solo, buktinya setiap tahun Solo mengalami banjir termasuk rumah walikota terkena banjir.

2. Pada akhir pemerintahan Jokowi, Solo masih menjadi kota macet, yang artinya Jokowi tidak punya konsep transportasi.

3. Jokowi terlilit kasus manipulasi perjalanan dinas pemerintah kota Solo.

4. Pembangunan Gapura Makutha yang terbelengkalai selama 1,5 tahun.

5. Sistem pengelolaan sampah di Solo masih tradisional dan terus menjadi masalah sampai Jokowi meninggalkan Solo untuk Jakarta.

6. Angka kemiskinan di kota Solo terus naik, dari 13,64% pada tahun 2007 menjadi 16% pada tahun 2011.

Kesimpulannya: Jokowi gagal total baik di Solo maupun di Jakarta, jadi bagaimana mungkin kita bisa berharap dia akan bisa menyelesaikan masalah-masalah di DKI Jakarta? Tidak masuk akal.

Selain kinerja yang buruk, ternyata Jokowi juga memiliki beberapa sifat yang tidak patut dicontoh, katakan saja aksi pencitraannya berupa Umroh menjelang pilpres dan kemudian foto dia berdoa di Mekah disebar kemana-mana, menjual isu Palestina padahal PDIP dan NasDem terkenal anti isu Palestina, yang artinya Jokowi menggunakan agama sebagai sarana pencitraan; demikian pula acap kali ucapan yang keluar dari mulut Jokowi sering tidak jujur serta mengklaim prestasi orang lain misalnya mengatakan "Tol Laut" adalah ide orisinilnya padahal perencana Tol Laut adalah MP3EI atau baru-baru ini mengatakan Kebijakan Satu Peta alias One Map Policy adalah ide orisinilnya untuk mengatasi tumpang tindih pengelolaan hutan, padahal kebijakan tersebut sudah direncanakan oleh SBY sejak 23 Desember 2010 dan merupakan produk Badan Informasi Geospasial dan sudah mulai dilaksanakan dengan pembentukan Kelompok Kerja Nasional Informasi Geospasial Tematik yang terdiri dari dari 12 Kelompok Kerja dan peluncuran One Map IGT Pemetaan Pesisir dan Laut; kemudian Jokowi mendukung penyegelan kantor TVOne oleh para pendukungnya dengan alasan "salah medianya ikut manas-manasin," dan lain sebagainya.

Di antara semua sisi negatif Jokowi, termasuk kesaksian mantan timsesnya, Nanik S. Deyang bahwa Jokowi sudah ngotot mau jadi presiden Indonesia sejak Desember 2012, menurut saya dukungan dia kepada aksi kekerasan kepada kantor dan pekerja pers atas isi pemberitaan adalah yang paling berbahaya terutama kepada asas-asas prinsipil yang dianut negara ini. Pernyataan Jokowi ini menunjukan bahwa dia berkuping tipis, anti demokrasi, anti kebebasan pers dan memiliki pendukung-pendukung yang mampu bergerak untuk membungkan kebebasan pers, misalnya melalui penyegelan paksa, persis sama dengan kejadian yang menimpa Tempo hampir sepuluh tahun silam ketika pemberitaan mengenai Tomy Winata menyebabkan kantor mereka diserbu oleh preman-preman yang diduga kuat terafiliasi Tomy Winata.

Kita bisa melihat betapa buas dan gencarnya media massa dan pers, baik media besar atau media mini dalam memberitakan SBY selama lima tahun terakhir, mulai dari kasus Century sampai berita Ibas pengguna narkoba atau ibu SBY mantan anggota Gerwani. Apakah SBY yang mantan militer itu memerintahkan penyerangan terhadap kantor pers? melakukan gugatan terhadap pers secara perdata? Sekali-kali tidak, dia hanya sesekali mengeluh ketika pemberitaan sudah keterlaluan atau membuat buku dan mengisi halaman demi halaman dalam bukunya dengan keluhan tapi kendati mengeluhkan media massa yang sering buas dalam membuat pemberitaan tapi SBY juga menegaskan bahwa dia tidak pernah berpikir menutup kebebasan pers.

Di antara kedua capres yang bertarung, hanya Prabowo yang mampu menunjukan bahwa dia akan sanggup melewati semua kritik dan pemberitaan pers setajam apapun sebab terbukti ketika diserang berita yang belakangan terbukti fitnah, Prabowo hanya mengatakan: "sabar, jangan terpancing, tahan diri," bandingkan dengan sikap Jokowi sebagaimana diuraikan di atas? Bila demikian maka sudah tepat perkataan JK bahwa kepresidenan Jokowi adalah berbahaya bagi Indonesia, bisa hancur Indonesia, bisa lahir banyak masalah di Indonesia. Fakta ini membuat kita semua bergetar bila kita ingat bahwa Sabam Sirait telah mengungkap bagaimana JK membayar Rp. 10trilyun untuk menduduki kursi cawapres, yang tentunya ketika terpilih JK akan mencari jalan supaya bisa balik modal dan meraih keuntungan dari modal yang sudah dikeluarkan. Saya rasa tidak perlu penjelasan tambahan bagaimana cara JK yang dipecat Gus Dur karena KKN akan mengembalikan modal ditambah laba dan bunga.

Pada akhirnya Jokowi mungkin bisa memenangkan pilpres 2014 ini, namun kemenangan Jokowi tersebut berarti kekalahan bangsa Indonesia. Semoga negara ini bisa terhindar dari nasib dipimpin Jokowi dan JK.

http://politik.kompasiana.com/2014/0...ia-666848.html
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
5.6K
83
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan