centilluqueAvatar border
TS
centilluque
Pencerahan untuk 9 Juli 2014: Mengapa Jokowi Ditolak, Mengapa Prabowo Dipilih
Mengapa Jokowi Ditolak, Mengapa Prabowo Dipilih
Sabtu, 24/05/2014 13:51:13

Dikenal sebagai Calon Presiden yang anti-korupsi
Perkara korupsi ini bukan kasus kecil, tapi menyangkut uang negara sekitar Rp 1,5 trilyun. Sekali lagi, Rp 1,5 trilyun. Inilah sekarang yang melilit Jokowi, Gubernur Jakarta dan Calon Presiden PDIP itu.

Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis malah berpendapat agar Kejaksaan Agung segera memeriksa keterlibatan Jokowi dalam korupsi pengadaan bus transjakarta yang diimpor dari China itu. Selaku pemimpin tertinggi di Pemda DKI, Joko Widodo alias Jokowi dianggap mengetahui rencana pengadaan bus tersebut.

‘’Mau tak mau, Jokowi harus didengar keterangannya, apalagi kalau penyelidikan Kejaksaan Agung mengarah ke sana,’’ kata Margarito kepada wartawan 15 Mei lalu. Berdasarkan aturan pengelolaan keuangan di setiap daerah, menurut Margarito, pengadaan atau belanja barang harus melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Setelah itu baru belanja barang disetujui Kepala Daerah, dalam hal ini Jokowi sebagai gubernur yang menandatangani dokumennya. Tapi tanda tangan itu tak serta-merta melanggar hukum. ‘’Apakah Jokowi tahu ada yang direncanakan, apa dia tahu pencairannya, itu yang harus dicari tahu oleh Kejaksaan Agung,’’ kata Margarito.

Untuk sementara yang sudah jelas menjadi tersangka dalam perkara korupsi penggelembungan harga (mark up) ratusan bus impor dari China ini adalah Udar Pristono, bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang kini menjadi staf Gubernur Jokowi. Untuk diketahui, Udar Pristono memang punya hubungan ‘’khusus’’ dengan Jokowi. Begini ceritanya:

Pada waktu Jokowi dilantik menjadi Gubernur, Udar Pristono selaku Kepala Dinas Perhubungan berkenalan dengan Michael Bimo Putranto, pedagang mebel dari Solo, yang tak lain teman dekat Jokowi. Yang mengenalkan keduanya adalah Jokowi sendiri. Setelah itu, Michael Bimo Putranto betul-betul populer di lingkungan Pemda DKI sebagai teman dekat Gubernur Jokowi. Semua para pejabat DKI sangat menghormatinya. Coba, Michael Bimo Putranto sempat ditunjuk Jokowi mewakilinya selaku gubernur ketika sebuah tim berangkat ke China untuk meninjau sebuah pameran bus.

Kabarnya impor bus dari China yang berkarat itu adalah hasil lobi Michael Bimo Putranto pula. Dari Bimo mengalir dana untuk sejumlah orang, antara lain, kepada wartawan pendukung Jokowi dan kepada salah seorang putra Gubernur Jokowi.

Tersangka lainnya adalah Prawoto, Direktur Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). Sebelumnya, Setyo Tuhu, Ketua Panitia Pengadaan pada Dinas Perhubungan DKI dan R. Dradjat A, Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Perhubungan DKI, sudah terlebih dahulu dijadikan tersangka. Keduanya sekarang ditahan oleh Kejaksaan Agung.

Udar Pristono sebenarnya dalam pemeriksaan sudah mengakui bahwa pembelian bus dari China itu sedari awal sudah diketahui dan diikuti prosesnya oleh Gubernur Jokowi dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ini adalah proyek yang bersifat struktural sehingga diketahui dari atas sampai bawah. ‘’Pembahasan anggarannya juga dilakukan DPRD,’’ kata Udar.

Dengan pernyataan itu Udar Pristono hendak mengatakan bahwa Gubernur Jokowi mau pun Wakilnya Ahok, atau pun para anggota DPRD DKI Jakarta, semua tahu pengadaan bus China berkarat itu, sehingga mereka semua harus turut pula bertanggung jawab.

Tapi yang paling berat dampak tuduhan terhadap Gubernur Jokowi. Apakah Gubernur Jokowi terlibat langsung atau tidak dalam korupsi bus China? Itu adalah urusan Kejaksaan Agung. Yang jadi masalah, Jokowi sekarang sedang dipersiapkan menjadi calon Presiden oleh koalisi PDIP dan PKB. Bisa Anda bayangkan bagaimana citra Capres ini di mata rakyat sebagai calon pemilih, bila kelak di tengah masa kampanye pemilihan Presiden, Jokowi harus menghadapi pemeriksaan perkara korupsi di gedung bundar Kejaksaan Agung.

Korupsi memang masalah terbesar Jokowi. Sewaktu masih menjadi Walikota Solo, Jokowi telah dilaporkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam kasus dana pendidikan dan kemudian penjualan lahan Pemda Solo kepada PT Sritex, perusahaan tekstil yang sangat terkenal di sana. Tapi anehnya KPK terus menutupi kasus ini, tak mau membukanya. Satu kali saja pun Jokowi belum pernah dipanggil dan diperiksa KPK.

Penutupan kasus Jokowi di KPK ini tentu saja sangat mencurigakan. Apalagi belakangan, Ketua KPK Abraham Samad tampak bersemangat ingin menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) untuk Jokowi. Tidakkah menggebu-gebunya hasrat Abraham Samad jadi calon Wapres kubu Jokowi itu ada kaitannya dengan berkas pengaduan yang dipeti-eskan KPK, termasuk membisunya KPK dalam korupsi bus berkarat dari China?

PERILAKU KORUPSI PEJABAT KITA
Kecurigaan terhadap Ketua KPK Abraham Samad untuk menggunakan jabatannya dalam ranah politik praktis sebenarnya sudah terbukti ketika belum lama ini Samad memberi keterangan pers bahwa ‘’pejabat tinggi’’ Departemen Agama telah menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana haji. Samad yang berhasrat besar untuk jadi Wakil Presiden dari kubu Jokowi, tampak memanfaatkan jabatannya sebagai Ketua KPK untuk menyerang Menteri Agama Suryadarma Ali yang jadi pendukung Capres Prabowo Subianto, saingan terberat Jokowi . Ternyata besoknya Juru Bicara KPK Johan Budi memberikan keterangan pers untuk membantah pernyataan Abraham Samad. Menurut Johan Budi, perkara itu masih dalam tahap penyelidikan sehingga belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka, seperti apa yang disebutkan Abraham Samad sehari sebelumnya.

Apa yang dilakukan Abraham Samad jelas merupakan pelanggaran berat kode etik KPK secara terang-terangan dan itu dilakukannya demi menguntungkan kelompok Jokowi. Untuk perbuatannya itu semestinya Samad diadili komite etik KPK. Tak memadai KPK hanya mengirim Johan Budi guna memberikan keterangan pers membantah Samad.

Kemudian KPK semestinya segera memanggil dan memeriksa Jokowi untuk menuntaskan pengaduan atau laporan terhadapnya yang ada di KPK. Apakah itu kasus penjualan lahan Pemda Solo, masalah dana pendidikan, yang semua terjadi ketika Jokowi menjabat Walikota Solo. Adalah tak layak Jokowi mencalonkan diri menjadi Presiden sementara dia memiliki perkara atau kasus yang menggantung di Kejaksaan Agung mau pun KPK, apalagi kalau perkara itu beraroma korupsi dan penyalahgunaan jabatan.

Soalnya, korupsi di Indonesia sekarang betul-betul merupakan wabah yang sangat mengerikan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dibentuk sejak tahun 2002. Artinya sudah 12 tahun KPK berdiri. Setiap hari ada saja berita KPK menjebak atau menangkap koruptor. Para hakim di Mahkamah Agung pun sudah menjatuhkan hukuman yang berat (sampai belasan tahun) terhadap para pejabat yang terbukti korupsi. Tapi kenyataannya peri laku korupsi para pejabat kita tak pernah berkurang.

Transparency International, badan anti-korupsi yang bermarkas di Berlin, Jerman, pada 2013 menempatkan Indonesia di peringkat 114 sebagai negara paling korup di dunia. Indonesia lebih korup bila dibanding dengan Thailand (peringkat 102), Filipina (94), dan China (80). Negara tetangga Singapore merupakan salah satu negara yang bersih dari korupsi, menduduki peringkat 5.

Maka untuk melakukan perang melawan korupsi dibutuhkan pemimpin yang bersih, tegas, dan berani, dengan komitmen yang tinggi. Bila dilihat sejumlah kasus korupsi menyerempet Jokowi (mulai penjualan lahan di Solo sampai kasus bus berkarat) agaknya rakyat sulit berharap Jokowi bisa memimpin Indonesia untuk memberantas korupsi.

Kondisi itu dipersulit oleh partai pengusung Jokowi yaitu PDIP yang selama ini dikenal sebagai partai yang lebih toleran kepada korupsi. Terbukti selama ini, sekali pun tak berada di dalam pemerintahan, tak sedikit orang-orang partai ini yang ditangkap karena korupsi.

Belum lama ini, Emir Moeis, anggota DPR dari Fraksi PDIP dan salah satu pimpinan komisi di DPR yang dikenal sebagai ‘’orang dekat’’ pemimpin PDIP Megawati, divonis pengadilan karena korupsi dalam pembangunan pembangkit tenaga listrik di Tarahan, Lampung. Rano Karno yang dulu beken sebagai artis cilik, dan kini menjabat Wakil Gubernur Banten dari PDIP, juga tersangkut kasus penerimaan uang suap. Rano Karno pun dikenal sebagai kader PDIP yang dekat dengan Ketua Umum Megawati.

Malah Rokhmin Dahuri, bekas Menteri Kelautan dan Perikanan di bawah Presiden Megawati yang ditangkap KPK karena korupsi – lalu divonis 7 tahun penjara – kini setelah keluar penjara menjadi Ketua DPP PDIP Bidang Maritim dan Perikanan. Yang hendak dikatakan bahwa PDIP jelas sangat toleran terhadap perilaku korupsi.

Ini sangat berbeda dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang dipimpin Prabowo Subianto, calon presiden yang jadi saingan berat Jokowi. Di partainya, Prabowo menetapkan sikap keras pada perilaku korupsi. Seluruh anggota DPR-RI yang tergabung dalam Fraksi Gerindra dilarang ikut dalam kunjungan kerja ke luar negeri.

Selama 5 tahun ini, Gerindra menjadi satu-satunya fraksi di DPR-RI yang konsisten melarang anggotanya melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, yang sesungguhnya hanya akal-akalan untuk pelesiran ke luar negeri dengan biaya negara.

Para pejabat atau anggota DPR/DPRD Gerindra yang terlibat korupsi, langsung diberhentikan tanpa menunggu keputusan sidang pengadilan. Kalau kelak terbukti bahwa yang bersangkutan tak bersalah, dia akan mendapat rehabilitasi nama baik.

Sikap keras Partai Gerindra itu merupakan gambaran dari perilaku pemimpinnya, Prabowo Subianto. Bekas Komandan Jenderal Kopassus dan Panglima Kostrad itu, selama ini memang dikenal tak toleran terhadap perilaku korupsi. Sikap Prabowo seperti ini ia lakukan dengan konsisten ketika ia masih menjadi perwira militer di zaman Orde Baru.

Penggulingan Rezim Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto pada 1998, yang biasa disebut gerakan reformasi, memang berhasil menjatuhkan rezim yang berkuasa melalui gerakan demonstrasi mahasiswa dan rakyat. Tetapi yang sebenarnya menjatuhan Rezim Soeharto bukanlah mahasiswa, melainkan pemerintahan Amerika Serikat. Betapa tidak?

Sebuah artikel yang ditulis wartawan Tim Weiner di koran terkemuka Amerika Serikat, The New York Times 20 Mei 1998, mengungkapkan bahwa aksi menjatuhkan Presiden Soeharto pada waktu itu sebenarnya dibiayai badan bantuan pemerintah Amerika Serikat, The United States Agency for International Development (US AID).

Tak kepalang tanggung, US AID menggelontorkan dana untuk para tokoh aktivis dan demonstran sebesar 26 juta dollar (dengan kurs sekarang hampir Rp 300 milyar). Luar biasa. Suatu waktu, demi kebenaran sejarah, harus diungkap dengan sejujurnya siapa saja tokoh reformasi atau pemimpin demonstrasi 1998, yang bergelimang dollar dari Amerika Serikat itu.

Dan Panglima Kostrad Letjen Prabowo Subianto (yang ketika itu adalah mantu Presiden Soeharto) turut jadi korban dalam haru-biru politik itu. Ia dicopot dari jabatannya dan diberhentikan dari militer.

Untuk menghindari fitnah Prabowo menyingkir ke Jordania. Ia kembali ke Indonesia dan mulai melakukan bisnis, setelah kondisi politik di Indonesia kembali stabil.

Lalu pada 2008, Prabowo bersama adiknya Hashim Djojohadikusumo, Fadli Zon, dan sejumlah teman yang lain, mendirikan Partai Gerindra. Dalam pemilihan umum legislatif kemarin, Gerindra menyodok ke posisi ketiga, di bawah PDIP dan Golkar, dua partai yang sudah berdiri sejak zaman Orde Baru.

Ketika sekarang Indonesia membutuhkan pemimpin yang tegas, berani, dan bersikap anti-korupsi, maka Prabowo Subianto-lah orangnya. Bukan Jokowi yang tersangkut berbagai masalah, termasuk kasus korupsi bus berkarat.

Yang paling menyedihkan Jokowi adalah antek asing. Dia tak mandiri. Terbukti, beberapa waktu lalu, sebelum mencalonkan diri Jokowi dengan didampingi Megawati dan sejumlah pengurus PDIP lainnya menemui para Duta Besar negara asing (termasuk Dubes Amerika Serikat dan Vatikan) di rumah seorang pengusaha keturunan Tionghoa. Jadi cukup jelas mengapa Jokowi ditolak dan mengapa Prabowo diterima rakyat. (AN)
http://www.suara-islam.com/read/inde...rabowo-Dipilih


Inilah Alasan Mengapa Jokowi Harus Ditolak Rakyat
Kamis, 6 Ramadhan 1435 H / 19 Juni 2014 10:31 wib

JAKARTA (voa-islam.com) - Inilah alasan mengapa Jokowi harus ditolak oleh rakyat dan bangsa Indonesia menjadi presiden di dalam pemilihan presiden Juli 2014 nanti. Diantara alasannya:

Pertama, Jokowi tidak jujur dan tidak amanah. Rakyat bisa melihat sikap dan karakter tidak jujur dan tidak amanah Jokowi secara kasat mata. Saat kampanye di DKI, dia berjanji akan melaksanakan kewajiban sebagai gubernur, jika terpilih sampai selesai masa jabatannya. Tetapi, Jokowi sudah kebelet mendapatkan tawaran menjadi calon presiden, dia tinggalkan rakyat Jakarta yang telah memilihnya. Dia berkhianat rakyat yang memilihnya.

Sementara itu, di DKI Jakarta, sebagai gubernur, belum genap dua tahun. Belum ada apapun yang dihasilkan. Bagaimana Jokowi bisa menjadi pemimpin dan memimpin bangsa Indonesia kalau sudah nampak sikap tidak jujur dan tidak amanah? Di Jakarta Jokowi prestasinya baru menghapus tukang ‘topeng monyet’.

Kedua, Jokowi itu berbohong dan hanya tukang glembuk (ngapusi). Di dalam debat presiden kedua, 15 Juni, dia mengatakan mengatasi korupsi dengan pengawasan. Dengan pengawasan dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari hari ke minggu. Prinsipinya mengatasi korupsi dengan pengawasan. Faktanya, kasus Transjakarta menunjukkan dia sebagai gubernur, tidak melakukan pengawasan secara baik.

Bagaimana bisa terjadi korupsi yang menghabiskan dana Rp1,5 triliun? Membeli bus ‘butut’ dari Cina. Tanpa adanya kontrol dari seorang gubernur. Sekarang yang dikorbankan bawahannya, kepala dinas perhubungan DKI, Undar. Sementara itu, sekarang terkuak, Megawati melakukan campur tangan, membungkam Jaksa Agung, Basrief Arief agar tidak mengutik-ngutik kasus yang terkait dengan Jokowi.

Ketiga, Jokowi pemimpin palsu. Dia merupakan produk pemimpinn yang direkayasa oleh media massa dan media sosial. Menghabiskan ratusan miliar, membiayai proyek pencitraan Jokowi. Di mana media massa dan jaringan media sosial, seperti JASMEV (Jokowi Ahok Sosial Medika Volunteer), yang dibelakangnya para cukong Cina hitam.

Media massa dan media sosial yang jumlahnya ribuan, merekayasa menggelembungkan nama Jokowi. Tanpa henti. Dengan citra, jujur, sederhana dan merakyat. Sampai menjelang pilpres.

Dua belas media massa, termasuk media televisi, seperti Metro TV, tanpa henti mengangkat Jokowwi.Melakukan pressurer (tekanan) terhadap Megawati, sampai akhirnya Megawati menyerahkan mandat kepada Jokowi sebagai capres.

Megawati mengkhianati Prabowo yang sudah berjanji dengan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian ‘Batutulis’, yang akan mencalonkan Prabowo sebagai calon presiden. Semuanya, karena presure dari media dan para cukong.

Keempat, Jokowi hanyalah boneka. Kalau sekarang di jalan-jalan spanduk berjejer spanduk yang mengkapamnyekan, Jokowi pemimpin lahir dari rakyat dan untuk rakyat itu. Itu bohong. Jokowi bukan produk rakyat. Tetapi, dia hanyalah hasil konspirasi antara kepentingan Mega, elite PDIP, konglomerat, dan Barat (Israel).

Di mana sebelum Mega memutuskan mencalonkan Jokowi, sudah didahului oleh pertemuan di Singapura, antara Mega dan tujuh tokoh, diantaranya seperti James Riyadi, termasuk Dubes Amerika dan Dubes di Israel. Dilanjutkan, pertemuan di Jakarta, di Hotel milik konglomerat keturunan Cina, Jacob Soetojo, di mana Mega, Jokowi, Sabam Sirait, Dubes Amerika, Dubes Vatikan, Dubes Myanmar, Dubes Meksiko. Padahal, Jokowi belum menjadi presiden. Ini menunjukkan Jokowi hanyalah seorang boneka.

Kelima, Jokowi tidak memiliki kemampuan menjadi presiden. Ini terbukti saat berlangsung dalam debat capres 15 Juni lalu. Di mana dia, meskipun sudah membaca catatan, dan bahkan Jokowi sudah dua hari dua malam, di latih oleh tim ahli dan psycholog, masih tampak Jokowi menyampaikan visi misinya dengan tidak percaya diri. Suaranya bergetar, wajahnya nampak kuyu.

Bagaimana Jokowi akan memimpin 250 juta bangsa Indonesia? Di tengah-tengah perubahan global. Jokowi hanya bisa mengacung-ngacungkan kartu sehat dan cerdas. Padahal, pemerintah SBY sudah mengeluarkan kartu BPJS, berdasarkan undang-undang, dan sudah mengcover semua kebutuhan kesehatan rakyat. Jadi semua hanyalah sia-sia belaka. Sementara itu, kartu sehat Jokowi itu, ditolak rumah sakit di Jakarta. Rakyat kecil tetap susah, ketika dia sakit.

Sekurang-kurangnya lima alasan ini, rakyat dapat berfikir mempertimbangkan pilihan terhadap Jokowi. Apakah Jokowi layak memimpin negeri ini? Megawati dahulu dicitrakan oleh media massa sebagai ‘Ratu Adil’ dan pemimpin ‘Wong Cilik’. Sesudah berkuasa semuanya diingkari oleh Mega.

Keenam, rezim Jokowi-JK, rezim anti Islam. Ini sudah tidak dapat dipungkiri oleh siapapun. Karena, koalisi yang mendukung Jokowi-JK, partai-partai anti Islam, nasionalis sekuler, liberal, dan phalangis (kristen). PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPI. Tidak akan pernah mengakomodasi terhadap kepentingan Islam dan umat Islam.

Ini tergambar sikap para tokohnya. Seperti Triemedia Panjaitan, yang menjadi kuasa hukum Jokowi akan menghapus perda (peraturan daerah) yang berbau syariah. Menghapus kolom agama dari KTP. Rezim Jokowi-JK, hanyalah akan menggunakan kelompok Islam liberal, dan menjadikan alat menghancurkan kelompok Islam yang dituduh fundamentalis.

Rezim Jokowi-JK, yang didukung para jenderal bagian dari Orde Baru, dan telah berlaku kejam terhadap umat Islam. Seperti Jenderal Hendropriyono, Wiranto, dan sejumlah jenderal lainnya yang diduga terlibat dalam pembantaian umat Islam di Talangsari, Lampung.

Rezim Jokowi-JK berpotensi akan lebih kejam terhadap umat Islam jika berkuasa dengan menggunakan 'bedil' membasmi umat Islam yang dituduh sebagai fundamentalis. Tetapi, sekarang yang dibesar-besarkan peristiwa 98. Ini memutar-balikan fakta.

Dibagian lain, saat Mega bukan menjadi pembela rakyat ‘Wong Cilik’, justeru menjadi pembela konglomerat Cina. Memberikan ampunan dan memutihkan para pengemplang BLBI Rp 650 triliun. Jokowi tidak akan jauh-jauh dari Mega. Jokowi seperti dikatakan oleh Mega hanyalah seorang petugas partai. Bukan pemimpin.

Menjual asset penting negara, seperti Indosat, tiga kapal tanker, menjual BCA,Danamon, dan sejumlah bank lainnya, yang mendapatkan bantuan bailout dari pemerintah dengan harga yang murah. Undang-undang perburuhan yang mengenalkan ‘outsourching’ di zaman Mega, melalui Menteri Jacob Numawea. Banyak lagi. Sekarang rakyat akan kecele dengan ‘gelembung’ Jokowi. Wallahu’alam.
http://www.voa-islam.com/read/opini/....2TRNVKoR.dpbs

---------------------------

SIlahkan saja mementukan yang terbaik menurut anda


emoticon-Matabelo
0
4.3K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan