criztoss
TS
criztoss
Jenius Itu Bernama Ahmad Dhani
tulisan BERMUTU dan JENIUS ini saya copas dari blog seseorang ~ mohon dibaca dengan seksama dengan sudut pandang yang baik tanpa emosi terlebih dahulu, cermati kata perkata nya

trimakasih!

Kala banyak orang menghujat Ahmad Dhani, saya malah mencoba untuk melawan arus dan berpikir ‘terbalik’. Banyak orang mengatakan bahwa Dhani itu orang yang arogan dan bodoh. Glenn Fredly mengatakan bahwa Ahmad Dhani mempermalukan diri sendiri. Sepupu saya mengatakan Ahmad Dhani itu sombong setengah mati dan suka main cewek. Teman-teman saya ribut di twitter dan Facebook which is bikin saya bertanya-tanya, apakah pesan kalian akan dibaca oleh Dhani? Memangnya Dhani follow Facebook atau Twitter kalian? Nah, dari pendapat-pendapat yang mayoritas menganggap Dhani itu negatif, saya mencoba untuk berpikir positif. Saya mencoba bertanya pada diri saya sendiri: Bagaimana jika Dhani itu sebenarnya jenius dan rendah hati?

Aneh rasanya kalau menganggap Dhani itu bodoh. Dhani sudah bergelut di industri musik selama lebih dari dua puluh tahun. Band-Band populer datang silih berganti, tapi Dhani tetap eksis dengan wujud apapun; mulai dari ‘Dewa 19’ sampai statusnya sebagai bos ‘Republik Cinta Management’. Karya-karyanya juga tak bisa dibilang sederhana. Dia bicara soal kepahlawanan dalam lagu ‘Kangen’. Dia bicara soal filosofi mengontrol diri, Yin-Yang, dalam ‘Arjuna Mencari Cinta’. Dia juga bicara soal filosofi religius dalam lagunya ‘Satu’. Dan yang jelas, dia pendukung toleransi dan sekularisme garis tebal dengan lagunya yang berjudul ‘Laskar Cinta’. Bahkan, nama manajemennya sendiri adalah ‘Republik Cinta’ yang mana mengandung harapannya untuk melihat Indonesia menjadi negara toleran dan penuh penghargaan pada sesama manusia.

Kini tiba-tiba dia mengekor seorang Prabowo yang justru kental dengan imej anti-toleransi lewat penggambaran di media dan masyarakat dengan isu-isu anti-Tiong Hoa dan “pemurnian agama”. Diapun, secara ajaib, tiba-tiba menjadi bodoh. Dhani meng-copy lagu We Will Rock You tanpa ijin Brian May. Ia juga menggunakan seragam Nazinya Heinrich Himmler dalam video klip yang digunakannya untuk mendukung Prabowo-Hatta. Ia juga mengeluarkan beberapa ‘statemen’ konyol seperti mengatakan bahwa Prabowo satu-satunya capres yang pernah naik puncak Everest kala kenyataannya yang berangkat ke Everest adalah anak buah Prabowo, bukan Prabowonya sendiri. Ia juga mengatakan bahwa ia tidak mendukung Jokowi karena sakit hati pada Jokowi yang meninggalkan tugas sebagai gubernur Jakarta. Ia juga mengatakan bahwa Prabowo sangat laki-laki karena saat bertamu ke rumah Dhani, Prabowo mencopot sepatunya. Untuk standar orang sejenius Dhani, tindak tanduknya semasa menjadi duta Prabowo terasa sangat ‘tidak Dhani’, bodoh dan ceroboh, dan malah membuat orang menjadi antipati pada Prabowo.

Apakah itu berarti Dhani telah gagal menjadi duta untuk seorang Prabowo? Ah, kalau dari sudut pandang orang awam, Dhani telah hancur total kala menjadi duta untuk Prabowo. Tapi, bagaimana kalau sebenarnya sejak awal Dhani memang tidak bermaksud untuk membuat Prabowo makin dicintai? Bagaimana kalau sejak awal dia sedang berusaha untuk mengingatkan warga Indonesia untuk tidak memilih Prabowo? Well, hal ini memang sulit untuk dibuktikan. Tapi sekarang marilah kita mencoba untuk berpikir ‘berkebalikan’.

Soal seragam Nazi, apakah seorang Dhani tidak tahu bahwa seragam yang ia kenakan itu seragam Nazi? Ingat, Dhani adalah penggila sejarah. Ia sangat hapal sejarah awal rezim Persia dan mengerti seluk beluk perjuangan Islam. Konon, salah satu alasannya mempersunting Maia karena ketertarikannya pada sejarah seorang Maia yang adalah cicit dari pahlawan nasional, H.O.S. Cokroaminoto. Dia juga paham betul soal sejarah Yahudi. Lalu kenapa dia tiba-tiba memakai seragam Nazi dengan bodohnya hingga dia mendapat perhatian dunia internasional? Dengan enteng Dhani menjawab bahwa, “Apakah dengan memakai baju Nazi itu berarti saya seorang Nazi?”. Nah, kalau Dhani tidak ingin menunjukkan identitas personal Nazinya, lalu buat apa dia memakai baju Nazi?
Dunia mengenal yang namanya parodi. Parodi artinya kamu berusaha mengejek orang lain dengan berperilaku seperti dirinya dengan gaya konyol dan bodoh. Charlie Chaplin memparodikan Hitler dalam film ‘The Great Dictator’. Dalam film itu ia berlaku seperti Hitler dengan gaya konyolnya. Sementara Dhani juga bisa dibilang sedang memparodikan Nazi dengan berlaku konyol di video klipnya dengan memakai kaca mata hitam….

Oke, di sini kita mulai bicara soal hal yang menarik. Kaca mata hitam punya banyak simbolisasi negatif dibanding positif di Indonesia. Kaca mata hitam tidak kita pakai karena berusaha melindungi mata dari cahaya matahari. Sebagai orang yang lahir di negara tropis, kita tidak membutuhkannya karena kita sudah terbiasa dengan cahaya matahari. Kaca mata hitam biasanya (secara persepsi umum) punya fungsi untuk : (1) Tuna netra untuk menyembunyikan cacat matanya. (2)Bodyguard di acara konser atau lainnya agar saat melirik ke kanan dan ke kiri tak ada seorangpun yang memperhatikannya dan (3) Gaya-gayaan aja.

Nah, di video klip itu Ahmad Dhani ‘berperan’ sebagai pendukung Prabowo dengan seragam Nazi dan kaca mata hitam yang kerap bermakna negatif. Kalau kita telaah, dari video klip Ahmad Dahi, bisa dimaknakan pendukung Prabowo itu fasis, suka gaya-gayaan, ‘buta’ dan suka mengawasi dengan diam-diam. Anak buah sendiri menuruti atasan dalam militer (salah satu prinsip yang dijunjung; kesetiaan pada komandan). Berarti, cerminan sikap pendukung Prabowo adalah cerminan Prabowo itu sendiri. Itu berarti, konklusinya, Dhani berusaha mengirim pesan bahwa Prabowo adalah….silahkan lengkapi sendiri, anda sudah tahu jawabannya.

Berikutnya, ada beberapa pemaknaan menarik soal kata-kata Dhani. Dia mengatakan bahwa Prabowo sangat laki karena saat bertamu ke rumahnya Prabowo mencopot sepatu. Harap diingat, sepatu dalam budaya barat punya makna ‘pekerjaan’. Banyak idiom dalam bahasa Inggris seperti ‘take on shoes’ (mengambil pekerjaan orang lain) atau ‘put your shoes on other people shoes’ (merasakan beban yang dirasakan orang lain) yang mendefinisikan ‘shoes’ sebagai pekerjaan. Kalau sepatu itu dimaknai pekerjaan, berarti melepas sepatu sama dengan melepas pekerjaan alias tanggung jawab. Dan coba apa hubungannya ‘kelaki-lakian’ dengan sepatu. Masa Dhani yang jenius tidak paham soal itu? Jelas, ada makna lain dari kalimatnya soal melepas sepatu. Ia juga mengatakan soal Prabowo yang naik ke puncak Everest kala sebenarnya Prabowo cuma ngantar anak buahnya doang. Bukankah ini sama saja mengatakan Prabowo mengklaim keberhasilan orang lain? Kalau kita mampatkan, kata-kata Dhani itu seolah mengatakan Prabowo orang yang suka melepas tanggung jawab dan mengklaim keberhasilan orang lain. Lebih menarik lagi, siapa sebenarnya yang paling sakit hati karena sudah mendukung Jokowi tapi ternyata yang didukung malah maju sebagai capres? Dhani? Warga Jakarta? Atau….Prabowo Subianto?

Pemilihan lagu ‘We Will Rock You’ sendiri cukup menarik. Dhani adalah penggemar berat Queen. Dia selalu memanifestasikan dirinya sebagai Freddy Mercury, pentolan Queen yang sangat dominan dalam bandnya. Dewa 19 sendiri sangat terpengaruh corak musik Queen. Tentu Dhani seharusnya tahu bahwa lagu ‘We Will Rock You’ itu lagu tentang sekelompok orang yang ingin melakukan revolusi tapi akhirnya gagal sehingga akhirnya hanya bisa melawan dengan melempari batu (menggertak saja). Well, dengan memakai lagu itu berarti Dhani mengatakan bahwa Prabowo hanya bisa beretorika tanpa isi alias revolusi yang sia-sia. Atau, bisa jadi dia mengingatkan warga negara Indonesia bahwa dengan memilih Prabowo sama saja dengan meruntuhkan hasil reformasi yang dibangun sejak tahun 1998.

Semua masih misteri. Tapi bisa dibilang dukungan Ahmad Dhani ke Prabowo sendiri tak bisa dibilang tulus mengingat adanya indikasi bahwa Dhani condong ke Prabowo-Hatta karena big bossnya, Harry Tanoe, memihak kubu itu. Dhani sendiri saat ini sedang ‘berjuang’ menutupi beban finansialnya akibat masalah Dul. Kalau melihat ‘track record’nya sebagai pendukung Gus Dur dan toleransi di Indonesia, rasanya sangat aneh kala ia tidak memihak Jokowi yang kental dengan koalisi pelangi dimana ia tidak memihak satu kalangan agama atau kelompok saja. Tapi inilah yang terjadi kala politik berselingkuh dengan kebutuhan ekonomi; Dhani mungkin ‘terpaksa’ mendukung Prabowo.

Lalu kenapa Dhani mau berkorban dicaci maki dan dihujat sana-sini? Dhani sendiri dikenal sebagai seseorang yang suka belajar filosofi kepahlawan, utamanya filosofi Jawa dan juga prinsip keadilan yang ia dapat dari almarhum Gus Dur. Dalam filsafat Jawa, salah satu nilai penting adalah mengorbankan diri sendiri untuk kebaikan bersama. Gadjah Mada melakukannya kala ia rela dipersalahkan dalam perang Bubat agar tidak terjadi pertikaian lanjutan antara kerajaan Majapahit dan Pasundan. Soekarno rela turun tahta, dikucilkan dan disiksa dalam pengasingan demi persatuan Indonesia. Namanya baru dipulihkan kala kita merasakan reformasi. Soekarno sendiri adalah salah satu tokoh yang dipuja Ahmad Dhani. Bahkan Ahmad Dhani pernah bergaya seperti Soekarno di album ‘master piece’nya, Ahmad Band. Sementara Prabowo adalah bagian dari rezim orde baru yang menihilkan peran Soekarno. Kontras bukan?

Pada akhirnya hasil analisa saya ini sulit dibuktikan. Tapi seandainya saya benar, Dhani sudah mencapai tujuannya dengan baik. Masyarakat makin antipati dengan Prabowo sementara bagi orang seperti saya sendiri yang suka mengulik karya seni, kritik terselubung ala Dhani ini sungguh suatu permainan otak yang mengasykan (Ardi)

sumber:
http://ruang-apresiasi.blogspot.com....dhani.html?m=1

gimana pendapat agan sendiri?
Diubah oleh criztoss 01-07-2014 23:47
0
3K
17
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan