- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Bagaimana Perasaan anda Jika Menjalani Profesi ini ?
TS
montie84
Bagaimana Perasaan anda Jika Menjalani Profesi ini ?
Seberapa Besar dan inginkah agan2 untuk menjalani 3 Profesi ini, Profesi yang menyangkut keamanan, kesehatan, dan masa depan orang lain bahkan diri kita sendiri kelak. Seberapa berjiwa besarkah kita?
1. Guru
Spoiler for Guru:
Dengan niat mulia untuk mengentas kebodohan dan kemiskinan di Indonesia, semenjak lulus SMA, Asnat Bell bersama dengan temannya yang lain mulai mengajar di SD GMIT di tahun 2002. Di desa ini, meskipun diberikan fasilitas sekolah gratis, banyak anak-anak putus sekolah oleh karena kemiskinan. Anak-anak tersebut lebih memilih untuk membantu meringankan beban orang tuanya dan bekerja daripada sekolah.
Di sekolah ini terdapat 4 guru honor dan 3 PNS. Selepas teman-teman Asnat Bell yang lain mengundurkan diri dan menempuh pekerjaan lain untuk mencari nafkah, sekolah ini kosong. Dari pengabdiannya selama 10 tahun, Asnat Bell mengajar 7 hari seminggu, 26 hari sebulan dalam tempo 182 jam dengan honor sebesar Rp.50.000,- per bulan, atau setara Rp.277,- per jamnya. Sejak mengajar dari tahun 2002 sampai dengan sekarang, honornya yang hanya sebesar Rp.50.000,- per bulan itu turun terkadang 3 – 4 bulan, dan di gunakan olehnya untuk menghidupi 3 orang anak dan keluarganya. Walau demikian, Asnat Bell dengan tekun mengajar selama 7 jam setiap hari dan mengajar 9 mata pelajaran di kelas 1. Panggilan hati dan tanggung jawab moralah yang membuat dia tetap bertahan.
Selama bertahun-tahun mengabdi dan mengajar, Asnat Bell masih harus menunggu kebijakan pemerintah untuk diangkat menjadi seorang Guru PNS. Kebijakan sekolah mengatakan, seorang guru yang akan jadi PNS harus melanjutkan ke jenjang pendidikan keguruan, minimal D3, sedang Asnat Bell hanya SMA. Hingga kini, Asnat Bell masih terus berharap, semoga di tahun ke-11 dia mengajar, pemerintah mengangkat dia menjadi PNS.
Terlepas daripada kisah Asnat Bell, tingkat pendidikan di Indonesia dinilai masih sangat rendah apabila di banding dengan negara-negara lain, dikarenakan tingkat partisipasi pendidikan yang rendah, angka drop-out yang tinggi, angka melanjutkan yang terbatas, prestasi belajar siswa yang rendah, kurangnya tenaga pengajar yang kompeten dan berdedikasi tinggi terhadap anak didik dijadikan sebagai fakor indikasi gagalnya pendidikan nasional kita.
Bidang pendidikan yang menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia diharapkan untuk melakukan pembenahan sedini mungkin supaya pengembangan kualitas kelembagaan sekolah dan lulusannya dapat memenuhi harapan masyarakat luas, khususnya dalam rangka persaingan global yang memerlukan sumber daya manusia yang bermutu dan selalu melakukan improvisasi diri secara terus menerus.
Jimmy N Penggagas akun twitter @1000_guru dan www.seribuguru.orgmengatakan, “bangsa ini butuh orang yang peduli untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Terutama di daerah-daerah terpencil.” Aksi nyata, semangat dan “kicauan” twitter yang konsisten dari pria berusia 28 tahun ini, pantas untuk ditiru.
Masih banyak Asnat Bell -Asnat Bell di Pedalaman NTT ini, yang mencoba memberikan pengajaran, agar anak-anak NTT dapat membangun desanya, daerahnya. Semoga kisah ibu Asnat Bell dapat menginspirasi kita, dan pemerintah menjadi peduli dengan Indonesia Timur. Asnat Bell adalah potret nyata kondisi pendidikan Indonesia di Amanuban Timur daerah terpencil di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sumber
2. Dokter
Spoiler for Dokter:
Saya adalah seorang dokter umum, alumni dari sebuah universitas Katolik di Jakarta. Tak lama setelah saya diangkat sumpah, akhirnya saya memilih untuk menjadi pegawai tidak tetap (PTT) di Kementerian Kesehatan sebagai dokter dengan penempatan di daerah terpencil di Kalimantan Barat. Saya pun akhirnya tiba di Kecamatan Menjalin, Kabupaten Landak. Mungkin di benak Anda, berada di tempat terpencil apalagi pedalaman di Kalimantan, mungkin adalah hal yang menakutkan. Namun saya mendapat pengalaman luar biasa sebagai dokter puskesmas.
Menjadi Dokter 24/7
Saya masih ingat saat masih pendidikan, saya terkadang mengeluh lelah dengan waktu akademik yang padat. Namun, ketika saya bekerja di puskesmas ini, saya mendapat tantangan yang lebih dahsyat. Ya, “jam kerja” saya 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Tidak ada shift kerja, karena hanya saya hanyalah beberapa dokter yang ada di kabupaten, dan satu-satunya dokter yang siaga di kecamatan ini dan bahkan kecamatan tetangga.
Awalnya tentu lelah, karena pintu rumah dinas bisa diketuk kapanpun, bahkan di tengah waktu makan dan tidur. Tentu tidak layak jika diri ini marah atau menggerutu, karena inilah kewajiban sebagai dokter. Saya pun bersama perawat pernah tak tidur semalaman, karena harus mengawasi pasien kritis yang tak mau dirujuk ke rumah sakit. Atau bangun tengah malam untuk memantau cairan infus anak yang terkena diare berat. Ya, kepentingan pasien adalah yang terutama.
Bayarnya Nanti Ya Dok!
Saya seringkali mendapat kata-kata di atas ini. Saya sering tidak tega kalau harus menahan mereka. Biasanya memang yang mengatakan kalimat tersebut adalah pasien yang tiba-tiba mengalami kecelakaan (tentu saya tidak mungkin menanyakan apakah ada uang sebelum dijahit lukanya?), atau pasien-pasien yang memang tak memiliki biaya dan tak ber-Jamkesmas. Dan tak jarang pun saya akhrinya mengikhlaskan alat kesehatan habis pakai saya pribadi untuk digunakan.
Ada yang mengatakan, “Menjadi dokter itu baik, begitu pun pedagang. Namun jadi dokter yang berdagang itu tidak baik.” Memang uang itu penting, namun tidak kalah pentingnya adalah pelayanan. Walau sering juga pada akhirnya biaya perawatan tidak dibayar-bayar, namun saya percaya akan ada “imbalan” dalam bentuk lain yang lebih bagi kita kelak.
Berusaha Optimal di Tempat Terpencil
Terus terang, salah satu “mimpi buruk” bagi dokter di daerah terpencil adalah mendapat kasus gawat darurat namun tidak dapat ditangani karena ketidaklengkapan sarana dan prasarana. Apalagi jika kasus ini perlu penanganan segera dan akan menjadi fatal jika masih menunggu untuk dirujuk. Apalagi rumah sakit rujukan terlalu jauh dan memakan waktu.
Pernah saya tiba-tiba mendapatkan pasien yang tengah melahirkan dan ternyata air ketubannya kotor. Hal ini adalah kegawat daruratan segera, karena bayi yang dilahirkan dapat telah menelan kotoran dari ketuban yang dapat menutup saluran nafasnya dan berakibat fatal. Dan, kengerian itu benar terjadi. Bayi yang dilahirkan biru dan tak menangis. Dengan dipacu adrenalin, saya langsung memberikan pertolongan resusitasi segera. Dan dengan alat-alat penghisap sederhana yang terbatas masih tidak dapat membuat bayi segera menangis. Sembari itu sang ibu terisak, “Tolong, tolong anak saya, dokter.” Adrenalin semakin memuncak. Dengan segala usaha, bayi masih tak menangis, udara masih tidak dapat masuk ke pernapasan bayi. Akhirnya saya memutuskan untuk membuat pernapasan mulut-ke-mulut sederhana. Usaha awal ini masih tidak berhasil, dan pada usaha kedua kali, akhirnya bayi menangis kuat dan kebiruannya pun hilang. Hal-hal di atas mungkin tidak akan perlu terjadi kalau ada alat yang lengkap bak di perkotaan seperti USG dan peralatan resusitasi yang memadai. Namun, dengan kesederhanaan, kami tetap dapat berusaha optimal.
Sebelum saya purnatugas dari PTT ini saya masih menyempatkan diri menengok sang bayi yang kini telah menjadi balita yang lucu. Dan yang menjadi hal paling berharga bagi saya adalah senyuman dan ucapan terima kasih dari keluarganya. Sungguh paling berharga dan tak ternilai.
Pengalaman Berharga
Ya, saya tidak akan pernah menyesal menghabiskan 1 tahun dari usia saya di pedalaman Kalimantan, jauh dari hingar bingar kota. Terima kasih Menjalin, yang telah kian menempaku untuk menjadi dokter di negeri ini.
Sumber
3. Tentara
Spoiler for Tentara:
Ada Enam Kowad, Diangkut Pesawat Hercules
Kemarin, 650 prajurit TNI Angkatan Darat (AD) yang ada di wilayah Kodam II/Sriwijaya diberangkatkan ke daerah perbatasan RI-Malaysia di Provinsi Kalimantan Barat kemarin. Mereka diangkut dengan tiga pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara (AU) dari Bandara Radin Inten II, Natar, Lampung Selatan. Bagaimana suasananya?
Laporan Wahyu Syaifullah, NATAR
SUASANA Bandara Radin Inten II berbeda dari biasanya kemarin. Terlihat ratusan tentara hilir mudik pada bandara terbesar di Provinsi Lampung tersebut.
Sementara di landasan pacu bandara komersial itu terlihat tiga pesawat Hercules TNI-AU yang didatangkan dari Skuadron 31 Lanud Halim Perdanakusuma dan Skuadron 32 Lanud Raden Saleh, Malang, Jawa Timur.
Ketiga pesawat itu memang didatangkan untuk mengangkut 650 prajurit yang berada di bawah wilayah Kodam II/Sriwijaya. Sebelumnya, mereka dilepas di lapangan upacara Markas Batalion Infanteri (Yonif) 143/TWEJ Candimas, Natar, sekitar pukul 06.00 WIB kemarin.
Radar Lampung yang turut mengikuti proses upacara pelepasan itu melihat ekspresi kebanggaan di raut wajah para prajurit tersebut. Kendati masing-masing prajurit memanggul ransel berat di pundaknya, mereka tetap terlihat tegar dan kuat mengikuti prosesi upacara yang diinspekturi Wakapolda Lampung Kombes Winarno tersebut.
Mereka direncanakan menjaga wilayah perbatasan RI-Malaysia di Provinsi Kalimantan Barat selama sembilan bulan. Karenanya, aktivitas rutin mereka di dalam keluarga terpaksa ditinggalkan.
Di wilayah perbatasan, 650 prajurit TNI-AD itu juga akan menjaga wilayah daratan Indonesia seluas 990 kilometer dengan menempati pos penjagaan sebanyak 39 unit.
Usai upacara pelepasan, suasana haru terlihat. Tangisan dari masing-masing keluarga yang mengantarkan kepergian 650 prajurit tersebut pecah. Mulai orang tua, istri, anak, serta kerabat lainnya.
Namun dari ratusan prajurit penjaga perbatasan RI-Malaysia itu, yang menyita perhatian Radar adalah enam prajurit wanita atau yang sering disebut Kowad (Korps Wanita Angkatan Darat). Enam Kowad itu adalah Sersan Dua (Serda) Ayu, Serda Dina, Serda Astri, Serda Pangabean, Serda Moetia, dan Serda Desi.
Sayang, pada saat itu, Radar hanya berhasil mewawancarai Serda Ayu. Waktu wawancara pun sangat singkat. Kala itu, ia hanya mengaku bangga bisa ikut serta mengamankan wilayah perbatasan NKRI. Terlebih, dari sekian banyak Kowad, ia dan lima rekannya terpilih untuk menjaga wilayah kedaulatan negara.
’’Ya, nantinya kami membaur dengan masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan untuk memberikan pengetahuan dan arti dari kedaulatan NKRI. Tak hanya itu, kami juga akan membantu warga dalam pengobatan serta mengajar kepada anak-anak perbatasan,” ujarnya.
Sementara Komandan Korem 043/Garuda Hitam Kolonel Infanteri Irwan Sihar Marpaung mengatakan, pengamanan wilayah perbatasan memang terus ditingkatkan TNI-AD untuk menjaga kedaulatan NKRI. Karena selama ini di wilayah tersebut banyak terjadi penyelundupan dan aksi kriminalitas.
’’Satuan tugas (satgas) pengamanan wilayah perbatasan akan menjaga keamanan dari aksi kejahatan seperti penyelundupan narkoba, illegal logging, illegal mining, dan human trafficking,” ujar dia saat ditemui di Bandara Radin Inten II.
Irwan melanjutkan, kesiapan pasukan penjaga perbatasan yang diberangkatkan sudah seratus persen. Karena sebelumnya, mereka sudah berlatih di Batalion Lampung dan Baturaja.
Dia menjelaskan, 650 prajurit itu terdiri berbagai unsur. Yakni dari Yonif 143 sebanyak 350 orang dan campuran dari wilayah Sumatera Selatan sebanyak 300 orang. ’’Mereka gabungan dari batalion kavaleri, armed, arhanud, zeni, kesehatan, dan Kowad,” paparnya.
Sementara untuk peralatan yang dibawa, imbuh dia, sudah cukup lengkap dan mutakhir. Sehingga dipastikan mereka bisa mengantisipasi segala bentuk kejahatan di wilayah perbatasan.
’’Mereka akan bekerja selama sembilan bulan ke depan. Keberangkatan prajurit dengan pesawat Hercules ini juga kali pertama dilakukan di Indonesia. Biasanya prajurit diangkut menggunakan kapal laut. Perubahan ini instruksi langsung dari panglima TNI,” tandasnya.
Terpisah, Danlanud Astra Kestra Letkol Penerbang Satriyo membenarkan adanya metode pengangkutan yang baru dengan melibatkan alutsista milik TNI-AU.
’’Kalau dilihat dari efektivitas dan efisiensinya, penggunaan pesawat Hercules lebih bermanfaat. Sebab, moral pasukan tak berkurang, baik fisik dan psikologis, karena tidak harus berlama-lama dalam perjalanan,” jelasnya. (p4/c1/whk)
sumber
Kemarin, 650 prajurit TNI Angkatan Darat (AD) yang ada di wilayah Kodam II/Sriwijaya diberangkatkan ke daerah perbatasan RI-Malaysia di Provinsi Kalimantan Barat kemarin. Mereka diangkut dengan tiga pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara (AU) dari Bandara Radin Inten II, Natar, Lampung Selatan. Bagaimana suasananya?
Laporan Wahyu Syaifullah, NATAR
SUASANA Bandara Radin Inten II berbeda dari biasanya kemarin. Terlihat ratusan tentara hilir mudik pada bandara terbesar di Provinsi Lampung tersebut.
Sementara di landasan pacu bandara komersial itu terlihat tiga pesawat Hercules TNI-AU yang didatangkan dari Skuadron 31 Lanud Halim Perdanakusuma dan Skuadron 32 Lanud Raden Saleh, Malang, Jawa Timur.
Ketiga pesawat itu memang didatangkan untuk mengangkut 650 prajurit yang berada di bawah wilayah Kodam II/Sriwijaya. Sebelumnya, mereka dilepas di lapangan upacara Markas Batalion Infanteri (Yonif) 143/TWEJ Candimas, Natar, sekitar pukul 06.00 WIB kemarin.
Radar Lampung yang turut mengikuti proses upacara pelepasan itu melihat ekspresi kebanggaan di raut wajah para prajurit tersebut. Kendati masing-masing prajurit memanggul ransel berat di pundaknya, mereka tetap terlihat tegar dan kuat mengikuti prosesi upacara yang diinspekturi Wakapolda Lampung Kombes Winarno tersebut.
Mereka direncanakan menjaga wilayah perbatasan RI-Malaysia di Provinsi Kalimantan Barat selama sembilan bulan. Karenanya, aktivitas rutin mereka di dalam keluarga terpaksa ditinggalkan.
Di wilayah perbatasan, 650 prajurit TNI-AD itu juga akan menjaga wilayah daratan Indonesia seluas 990 kilometer dengan menempati pos penjagaan sebanyak 39 unit.
Usai upacara pelepasan, suasana haru terlihat. Tangisan dari masing-masing keluarga yang mengantarkan kepergian 650 prajurit tersebut pecah. Mulai orang tua, istri, anak, serta kerabat lainnya.
Namun dari ratusan prajurit penjaga perbatasan RI-Malaysia itu, yang menyita perhatian Radar adalah enam prajurit wanita atau yang sering disebut Kowad (Korps Wanita Angkatan Darat). Enam Kowad itu adalah Sersan Dua (Serda) Ayu, Serda Dina, Serda Astri, Serda Pangabean, Serda Moetia, dan Serda Desi.
Sayang, pada saat itu, Radar hanya berhasil mewawancarai Serda Ayu. Waktu wawancara pun sangat singkat. Kala itu, ia hanya mengaku bangga bisa ikut serta mengamankan wilayah perbatasan NKRI. Terlebih, dari sekian banyak Kowad, ia dan lima rekannya terpilih untuk menjaga wilayah kedaulatan negara.
’’Ya, nantinya kami membaur dengan masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan untuk memberikan pengetahuan dan arti dari kedaulatan NKRI. Tak hanya itu, kami juga akan membantu warga dalam pengobatan serta mengajar kepada anak-anak perbatasan,” ujarnya.
Sementara Komandan Korem 043/Garuda Hitam Kolonel Infanteri Irwan Sihar Marpaung mengatakan, pengamanan wilayah perbatasan memang terus ditingkatkan TNI-AD untuk menjaga kedaulatan NKRI. Karena selama ini di wilayah tersebut banyak terjadi penyelundupan dan aksi kriminalitas.
’’Satuan tugas (satgas) pengamanan wilayah perbatasan akan menjaga keamanan dari aksi kejahatan seperti penyelundupan narkoba, illegal logging, illegal mining, dan human trafficking,” ujar dia saat ditemui di Bandara Radin Inten II.
Irwan melanjutkan, kesiapan pasukan penjaga perbatasan yang diberangkatkan sudah seratus persen. Karena sebelumnya, mereka sudah berlatih di Batalion Lampung dan Baturaja.
Dia menjelaskan, 650 prajurit itu terdiri berbagai unsur. Yakni dari Yonif 143 sebanyak 350 orang dan campuran dari wilayah Sumatera Selatan sebanyak 300 orang. ’’Mereka gabungan dari batalion kavaleri, armed, arhanud, zeni, kesehatan, dan Kowad,” paparnya.
Sementara untuk peralatan yang dibawa, imbuh dia, sudah cukup lengkap dan mutakhir. Sehingga dipastikan mereka bisa mengantisipasi segala bentuk kejahatan di wilayah perbatasan.
’’Mereka akan bekerja selama sembilan bulan ke depan. Keberangkatan prajurit dengan pesawat Hercules ini juga kali pertama dilakukan di Indonesia. Biasanya prajurit diangkut menggunakan kapal laut. Perubahan ini instruksi langsung dari panglima TNI,” tandasnya.
Terpisah, Danlanud Astra Kestra Letkol Penerbang Satriyo membenarkan adanya metode pengangkutan yang baru dengan melibatkan alutsista milik TNI-AU.
’’Kalau dilihat dari efektivitas dan efisiensinya, penggunaan pesawat Hercules lebih bermanfaat. Sebab, moral pasukan tak berkurang, baik fisik dan psikologis, karena tidak harus berlama-lama dalam perjalanan,” jelasnya. (p4/c1/whk)
sumber
Spoiler for Jangan Lupa:
Spoiler for Mengharapkan:
Spoiler for Menolak:
0
3.1K
Kutip
18
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan