JusmannAvatar border
TS
Jusmann
Nasionalisme Instan (Untuk kita Renungkan)
Bukan negerinya, melainkan orang-orang yang mendiami negeri ini. Mereka adalah orang-orang instan. Tentu saja bukan berarti orang orang ini berada dalam bungkusan dan siap dimasukkan ke dalam air panas agar matang. Tetapi instan sudah melekat dalam hati dan pikiran kami. Mungkin ini karena apa yang kami makan.

Meskipun mie bukan makanan pokok kami, tetapi kami adalah negara konsumer mie instan terbesar di dunia. Bahkan salah satu produk mie instan dari negeri kami sangat terkenal dan digemari di dunia. Jadi wajar jika pikiran kami pun ingin yang serba instan. Mulai dari tontonan kami: sinetron instan, artis instan, politikus instan, pokoknya segala sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang dapat terwujud secara tiba-tiba itulah yang kami gemari.

Tentu saja tidak heran jika artis dan politikus dadakan menjamur bak di musim hujan. Sekali lagi, ini negeri orang instan. Bahkan pemimpin kami pun pemimpin instan. Presiden yang menggunakan jinggle mie instan sebagai theme song kampanyenya itulah yang dekat di hati kami. Presiden yang yakin bahwa mie instan yang dimakannya dicampur dengan singkong dan tidak hanya dari gandum. Kalau kami tidak suka dengan pemimpin kami, tinggal gulingkan saja. Toh tak perlu susah-susah cari pengganti karena masih banyak pemimpin instan lainnya.

Jadi wajar jika hampir semua dari lima presiden kami terdahulu (tidak termasuk dua yang dilupakan) jatuh dari kursi empuknya dengan terguling kecuali Sang Srikandi, itupun karena kami tidak enak hati padanya. Bukankah kita harus berlaku lemah lembut pada wanita? Perilaku kami pun instan, coba lihat betapa kami suka dengan korupsi karena itu instan.

Kekayaan instan tanpa perlu susah-susah bekerja sedikit demi sedikit, itu yang kami suka. Lihatlah bagaimana kami lebih suka memberi uang kepada mafia hukum jalanan ketika kami melanggar aturan lalu lintas. Karena kami ingin menyelesaikan masalah ini dengan instan, tanpa perlu repot-repot.

Begitu pula kami dalam mengelola ekonomi negara ini. BUMN merugi? Jual saja jadikan perseroan. SKKK kurang ahli dalam mengelola keamanan? Pakai saja jasa swasta. Bahkan negara ini tak lebih dari sebuah perusahaan besar. Lihatlah bagaimana kami belajar. Kami menjadi pintar hanya dengan semalam. Dan lusa, kami sudah lupa. Benar-benar instan pula lah kepandaian kami ini.

Tidak heran juga bimbingan belajar dan les privat menjadi populer di dunia pendidikan. Meski mereka hanya mengajari kami bagaimana mengerjakan soal dan bukannnya mengajari kami ilmunya, tapi kami anggap itu jauh lebih penting dan lebih berguna. Ketika rumah dan harta kami hancur karena musibah, maka yang kami lakukan hanyalah menunggu bantuan instan dari pemerintah.

Dan berharap bantuan tersebut jika direbus dengan air mendidih akan segera menjadi rumah dan harta benda baru bagi kamu. Lihat kan? Betapa instan pemikiran kami. Siapa bilang negeri ini bukan negeri instan? Bah, pendahulu kami mendamba negeri yang elok yang dibangun dengan keringat, bukan negeri yang direbus dengan air matang. Tapi kami adalah manusia instan. Mungkin gandum tidak tumbuh di negeri ini tetapi instan telah menjadi nama tengah kami.

Satu hal yang cukup menarik dari negeri ini adalah begitu mudahnya sesuatu berganti. Seringkali kita menginginkan sesuatu hasil yang instan dan cepat tanpa pernaah berpikir jangka panjang.dari contoh yang mudah bagaimana kita berpikir bahwa dengan bergantinya presiden maka keadaan juga akan segera berganti. Ini terbukti pula dengan adanya istilah ganti presiden ganti kebijakan.

Tidak pernah kita mencoba suatu hal dengan matang dan dalam jangka waktu yang lama. Memang kita terkenal dengan budaya instan dan cepat bosan. Jika anda tidak percaya silahkan tanyakan hal ini pada produsen barang-barang semisal handphone, sepeda motor, dsb.

Bagaimana mereka menyiasati pasar Indonesia dengan sering melunncurkan varian atau inovasi baru dalam produk mereka. Dalam dunia pendidikan kita juga mengenal budaya dimana belajar dalam satu malam. Seringkali kita belajar hanya pada saat kita menghadapi ujian. Dan kita berpikir, dengan belajar semalam sebelum ujian dan mendapatkan nilai yang yang bagus maka selesailah sudah urusan kita. Padahal ilmu bukanlah sesuatu yang instan.

Makanan instan jika terlalu sering dikonsumsi tidak baik bagi kesehatan. Begitu pula budaya instan. Budaya instan menyebabkan kita menjadi orang-orang yang menganut prinsip the end justify the means dan lupa akan filosofis dasar dari sesuatu yang kita kerjakan. Efeknya adalah kita menjadi sebuah alat yanng hanya aktif jika ditekan tombolnya dan melupakan nilai-nilai utama dari sebuah tindakan. Budaya instan ini juga merupakan racun bagi semangat kerja keras dan konsisten. Yang ada hanyalah tinggal manusia-manusia tanpa semangat yang pemalas.




Sumbernya gan
Diubah oleh Jusmann 14-05-2014 17:23
0
1.8K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan