grandong.ngamukAvatar border
TS
grandong.ngamuk
5 Macam Jatuh Cinta Yang Membuat Bule Memilih Jadi Orang Bali



Quote:


Ada begitu banyak orang asing—lumrah disebut ‘bule’—yang memilih jadi orang Bali. Ada bule yang jadi orang Bali setelah lama tinggal di Bali, ada juga yang menetapkan pilihan bahkan sebelum berkunjung ke pulau ini. Dan, tak sedikit diantara mereka yang sampai pindah kewarganegaraan, ’me-suddhi-wadani’, menjadi krama ‘banjar’ (dinas dan adat) dengan segala hak dan kewajibannya, dan minta diaben di Bali kelak saat meninggal.

Imigrasi, terutama dari negara berkembang ke negara maju, mungkin sudah menjadi sesuatu yang sangat lumrah. Tengoklah warga India yang banyak bermigrasi ke Inggris; warga Pakistan dan Afghanistan yang berbondong-bondong ke Perancis; atau warga Cina yang bermigrasi ke Canada dan Australia.

Tetapi bermigrasi dari negara maju ke negara berkembang—terlebih-lebih ke pulau kecil macam Bali—dan memilih menjadi warga lokal, bukan hal biasa; mesti ada alasan kuat untuk itu.

Quote:


Faktanya, jumlah orang bule yang menetap dan menjadi orang Bali sangat banyak, menyebar mulai dari ujung selatan (Nusa Dua dan Jimbaran) hingga ke ujung Utara pulau Bali (Lovina dan Pemuteran), mulai dari ujung Barat (Pekutatan dan Jembrana) hingga ujung Timur pulau (Tulamben, Karangasem.)

Alasan kuat macam apa, kira-kira, yang membuat seorang bule memilih jadi orang Bali?

Setelah diamati, ternyata masing-masing memiliki alasan yang berbeda, namun semuanya berawal dari suatu peristiwa yang sangat klasik sekaligus prinsipiil, yaitu: JATUH CINTA.

Inilah 5 macam jatuh cinta yang membuat bule memilih jadi Orang Bali:

1. Jatuh Cinta Pada Orang Bali
Quote:

Quote:


2. Jatuh Cinta Pada Keindahan Alam Bali
Quote:

Quote:


3. Jatuh Cinta Pada Pola, Orientasi dan Gaya Hidup Orang Bali

Quote:


4. Jatuh Cinta Pada Yoga dan Spritualitas Orang Bali
Quote:

Quote:


5. Jatuh Cinta Pada Kreatifitas dan Kesenian Orang Bali
Quote:

Quote:


Apakah fenomena ‘bule-menjadi-orang-Bali’ adalah sesuatu yang perlu dibanggakan? Terlepas dari persoalan perlu-atau-tidaknya berbangga, beberapa pertanyaan yang mungkin penting untuk kita—sebagai orang Bali—jawab adalah:

Begitu banyak bule yang memilih menjadi orang Bali dengan berbagai alasan; perlukah kita mengubah jati diri menjadi sesuatu yang lain?

Orang bule saja begitu mencintai kesederhanaan pola, orientasi dan gaya hidup orang Bali bahkan ada yang konon sampai merasa iri dalam konteks positif; perlukah orang Balinya sendiri mengubah itu menjadi sesuatu yang kompleks—demi ‘membeli’ gimmick globalisasi dan moderenitas?

Orang bule saja sudah muak dengan kata “Assertive No”—yang berimplikasi pada peningkatan stress—dan jatuh cinta pada kata “nggih” (iya)—yang menyiratkan penerimaan dan koperatifitas; perlukan kita belajar ngotot mengatakan “tidak” dengan lantang?

Orang bule saja jatuh cinta pada jalan hidup dan spiritualitas orang Bali; perlukah mengubah jalan hidup dan spiritualitas yang sudah kita miliki menjadi sesuatu yang lain?

Orang bule saja memilih menjadi orang Bali; perlukan kita menjadi orang lain?

Orang bule yang mendunia saja bangga menggunakan nama Made Wijaya; perlukah kita berganti nama menjadi Michael Robertino supaya diterima oleh komunitas global?

Orang bule saja bangga dan bersukur telah memilih jadi orang Bali; tidakkah, setidak-tidaknya, kita perlu bersukur menjadi orang Bali?

Kami tidak tahu jawabannya. Tetapi Made Wijaya (pria yang ada di foto feature tulisan ini) mungkin tahu.
Quote:

Ketika ditanya apakah ada rencana pulang ke negeri asalnya, Australia, secara halus, implisit dan cenderung ‘mekulit’ Made Wijaya mengatakan bahwa ia ingin menghabiskan masa hidupnya di Bali.

Seperti tertulisa dalam biografinya, pria kelahiran Sydney yang dahulunya bernama Michael White ini mengatakan:

Quote:


Made Wijaya yang sekarang lebih dikenal sebagai ahli pertamanan dan arsitek style Bali ini, pertamakali datang ke Bali (1973) tinggal dan menjalani hidup—termasuk belajar agama Hindu dan budaya Bali—di Griya seorang Ida Bagus (brahmana).

Sepuluh tahun tinggal di Bali bersama keluarga barunya, Michael White memantapkan diri untuk menjadi orang Bali dan ganti nama menjadi Made Wijaya, tentu dengan melalui prosesi ‘Suddhi Wadani’ yang waktu itu dipuput oleh Ida Pedanda Ida Bagus Anom, dari Griya Kepaon, Denpasar.

Kepada the Jakarta Post, 2002, pria bule—yang sering disebut “lebih Bali dibandingkan orang Balinya sendiri” (karena begitu membumi dan kritis terhadap perubahan budaya Bali yang konon kian jauh dari aslinya)—ini pernah mengatakan bahwa, kelak ia ingin dikenang sebagai “Patih Barong”, seorang patih yang melindungi kebudayaan dan arsitektur Bali.
Diubah oleh grandong.ngamuk 26-03-2014 07:38
0
4.3K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan