- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Time Is The Only One Who Cares Love
TS
arrinknight
Time Is The Only One Who Cares Love
-WELCOME TO MY THREAD-
TS iseng aja bikin thread ini karena tiba-tiba TS teringat kisah cinta TS sendiri. Namun yang ini mungkin agak fantasi sedikit, dan mungkin ada kaitannya dengan Karma. Semoga cerita TS menarik untuk dibaca ya. Simpel sekali.
TS dicekoki
gak nolak, asal jangan dihajar
aja ya.
gak nolak, asal jangan dihajar
aja ya.Part 1
Quote:
"Nina masih duduk di bangku SMA 3 kala itu. Masih suka mencari cinta, masih cinta monyet," cerita ibunya, "Gonta ganti pacar itu bukan hal baru. Usianya masih 17 tahun dan masih ingin mencari hal baru." Aku masih mendengarkan ibunya bercerita, "Nina adalah anak yang baik, namun sangat setia walaupun selalu putus dengan pacarnya hanya karena cemburu. Nina sangat sempurna. Ia selalu membantu pekerjaan keluarganya. Namun sebagai ibu, aku takut ia tidak punya jodoh yang baik." Aku mendengar ibunya sesekali berdesah dan menghela nafas ketika bercerita tentang Nina. Sesekali ia mengambil teh, meminumnya dan menghela nafasnya lagi.
Ia masih berduka atas kepergian Nina 20 tahun lalu. Ia selalu mengingat Nina yang mati bunuh diri di usia yang sangat muda. Ia lalu sejenak memejamkan matanya dan melanjutkan ceritanya. "Kukenalkan anda pada cucuku, Pixy. Nina melahirkannya ketika ia sudah tidak bernyawa. Pixy sangat memiliki kemiripan dengan Nina, sangat mirip."
Aku lalu bertanya, "Ada apa dengan Nina saat itu?". Sekali lagi dan untuk kesekian kalinya, ibunya menghela nafas. Ia mulai menangis menceritakannya. "Nina ingin masuk ke sebuah universitas ternama. Ketika hendak daftar masuk, ia berkenalan dengan Lan, yang usianya beda beberapa tahun dengan Nina. Dari sini awal ceritanya dimulai, sayang."
--------------------
"Besok ada ujian masuk kampus!" ujar Nina, ketika ia sedanf bersama temannya makan siang bersama di sebuah restoran. "Wah, besok aku naik motor sama ayah," ceplos seorang teman Nina. "Lalu aku? Aku kira kau pergi bareng aku," Nina kesal. "Bagaimana kalau aku yang mengantar?" Lan tiba-tiba mengajukan diri. Nina sangag senang, "Aku mau!".
Nina mengenal Lan dari temannya ketika hendak mendaftar ke sebuah kampus. Mereka lalu berteman baik. Walaupun Lan sendiri usianya lebih tua namun tidak terlalu jauh dengan Nina, mereka sudah seperti, teman sebaya. Ini sudah 4 bulan mereka berteman. Nina selalu pergi bersama Lan aejak mereka berteman. Tertawa bersama, belajar bersama, karena Lan adalah senior di kampus yang hendak Nina tuju. Banyak yang bilang mereka sangat mesra sebagai teman.
Esok harinya, Nina dan Lan pergi bersama ke kampus. Nina mengerjakan ujian masuknya. Lan menunggu di luar. "Nina sangat cocok denganmu Lan," sahut teman Lan, Herdy. "Aku sudah dari awal menyukai Nina, namun serasanya aku takut menembaknya." "Apa yang salah? Kau baru putus 6 bulan lalu dari Mei, dan 4 bulan berkenalan dengan Nina. Hey kawan, ini kesempatan." "Nina berbeda dari wanita lain, mungkin kau benar kawan, aku akan menembaknya hari valentine besok!"
Nina keluar dari ruang ujiannya. "Selesai! Ayo pulang, Lan!". Lan lalu menemui Nina. "Gampang kan? aku sudah bilang!" "Sangat gampang!" "Aku ingin ke restoran dulu, bawa pulang makanan. Temani aku dulu." "Oke Lan!"
Mereka sampai di sebuah restoran. Lan berusaha menggapai tangan Nina, namun belum berani. Nina menangkap sinyal ini. "Apa yang mau kamu lakukan?" "Oh oh, tidak tidak, aku hanya dingin, ini sudah malam." Nina hanya tertawa mendengar jawaban Lan. Dalam hati sebenarnya Nina juga menyukai Lan. Mereka memesan makanan dan saling mengobrol. "Besok valentine, ikut aku, jalan-jalan." Nina sejenak berpikir, "Ke mana? Tapi selagi itu bersamamu, oke! Lagian juga besok tidak ada kegiatan, dan pasangan!" Mereka tertawa berdua.
Ia masih berduka atas kepergian Nina 20 tahun lalu. Ia selalu mengingat Nina yang mati bunuh diri di usia yang sangat muda. Ia lalu sejenak memejamkan matanya dan melanjutkan ceritanya. "Kukenalkan anda pada cucuku, Pixy. Nina melahirkannya ketika ia sudah tidak bernyawa. Pixy sangat memiliki kemiripan dengan Nina, sangat mirip."
Aku lalu bertanya, "Ada apa dengan Nina saat itu?". Sekali lagi dan untuk kesekian kalinya, ibunya menghela nafas. Ia mulai menangis menceritakannya. "Nina ingin masuk ke sebuah universitas ternama. Ketika hendak daftar masuk, ia berkenalan dengan Lan, yang usianya beda beberapa tahun dengan Nina. Dari sini awal ceritanya dimulai, sayang."
--------------------
"Besok ada ujian masuk kampus!" ujar Nina, ketika ia sedanf bersama temannya makan siang bersama di sebuah restoran. "Wah, besok aku naik motor sama ayah," ceplos seorang teman Nina. "Lalu aku? Aku kira kau pergi bareng aku," Nina kesal. "Bagaimana kalau aku yang mengantar?" Lan tiba-tiba mengajukan diri. Nina sangag senang, "Aku mau!".
Nina mengenal Lan dari temannya ketika hendak mendaftar ke sebuah kampus. Mereka lalu berteman baik. Walaupun Lan sendiri usianya lebih tua namun tidak terlalu jauh dengan Nina, mereka sudah seperti, teman sebaya. Ini sudah 4 bulan mereka berteman. Nina selalu pergi bersama Lan aejak mereka berteman. Tertawa bersama, belajar bersama, karena Lan adalah senior di kampus yang hendak Nina tuju. Banyak yang bilang mereka sangat mesra sebagai teman.
Esok harinya, Nina dan Lan pergi bersama ke kampus. Nina mengerjakan ujian masuknya. Lan menunggu di luar. "Nina sangat cocok denganmu Lan," sahut teman Lan, Herdy. "Aku sudah dari awal menyukai Nina, namun serasanya aku takut menembaknya." "Apa yang salah? Kau baru putus 6 bulan lalu dari Mei, dan 4 bulan berkenalan dengan Nina. Hey kawan, ini kesempatan." "Nina berbeda dari wanita lain, mungkin kau benar kawan, aku akan menembaknya hari valentine besok!"
Nina keluar dari ruang ujiannya. "Selesai! Ayo pulang, Lan!". Lan lalu menemui Nina. "Gampang kan? aku sudah bilang!" "Sangat gampang!" "Aku ingin ke restoran dulu, bawa pulang makanan. Temani aku dulu." "Oke Lan!"
Mereka sampai di sebuah restoran. Lan berusaha menggapai tangan Nina, namun belum berani. Nina menangkap sinyal ini. "Apa yang mau kamu lakukan?" "Oh oh, tidak tidak, aku hanya dingin, ini sudah malam." Nina hanya tertawa mendengar jawaban Lan. Dalam hati sebenarnya Nina juga menyukai Lan. Mereka memesan makanan dan saling mengobrol. "Besok valentine, ikut aku, jalan-jalan." Nina sejenak berpikir, "Ke mana? Tapi selagi itu bersamamu, oke! Lagian juga besok tidak ada kegiatan, dan pasangan!" Mereka tertawa berdua.
Part 2
Quote:
Esoknya Lan mengajak Nina makan malam. Di sebuah pantai dan sangat indah. "Nina, aku sudah lama menyukaimu. Kita selalu bersama berdua bahkan sejak kita berkenalan. Nina, aku sangat mencintaimu dari awal." Lan tersipu. Nina memerah. Ia lalu tertawa kecil. "Aku masih 17 tahun, lihat dirimu, kau sudah cukup umur menikah dan aku belum siap untuk serius, haha." Lan menatap Nina dengan sorot tajam. Nina terkejut. "Nina, aku mencintaimu. Kamu selalu bersama di sisiku. Setiap kita jalan, selalu kamu di sisiku menemaniku walau hanya mengobrol. Kamu wanita yang mengisi kosongku. Jadilah wanitaku."
Nina terkejut sekali. "Aku juga mencintaimu Lan, tapi," Lan memotong, "Jalani saja hubungan ini, waktu akan menjawab kapan dirimu siap. Aku menunggumu hingga lulus kuliah nanti dan menikahimu. Tidak lama." Sorot mata Lan sangat serius. Nina tidak habis pikir pria yang dikenalnya 4 bulan ini ternyata menyukainya. Cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Nina sangat senang. Ia mencium dahi Lan. "Time will answer, aku akan berusaha menjadi calon istri. Hahaha."
Lan dan Nina meresmikan hubungan mereka. Sejak saat itu, mereka selalu bersama-sama kemanapun. bahkan kedua keluarga sudah saling kenal. Nina sangat dekat dengan keluarga Lan. Pergi bersama keluarganya, dan Lan sangat senang. Namun suatu hari, setelah 4 bulan sejak Lan menembak Nina, Mei, mantan Lan mulai mengganggu di sms.
"Lan, sudah kerja? Kerja bersamaku mau?" tulis Mei di sms yang ditujukan ke handphone Lan. Lan membalas, "Boleh. Kerja di mana nih sekarang?". Mereka lalu berbalas sms yang saling memberi perhatian. Tanpa sengaja Nina melihat handphonr Lan ketika Lan ke kamar mandi. Nina sedih. Hatinya sakit.
"Lan, kamu masih menyukai Mei?" tanya Nina. "Untuk apa kamu lihat? Aku tidak ada hubungan dengan Mei." "Tapi bahasa sms kamu dengannya..," Nina menangis. Merasa dikhianati. Lan lalu duduk di sofa setelah mengambil handphonenya dari tangan Nina. "Tidak ada apa-apa, hanya kerja." Nina masih menangis. "Di kontakmu, masih ada fotomu menggendong Mei. Aku kira sudah kamu buang. Itu menyakiti hatiku."
Lan melihat Nina. Ia lalu menghapus semua tentang Mei. "Nina, maaf. mungkin aku masih labil. Aku akan menghapusnya." Namun Nina sedih, dan memutuskan pulang dari rumah Lan. Esoknya mereka berbaikan. Namun Nina mulai menghapus setiap kontak wanita di handphone Lan. Ia takut dibohongi lagi oleh Lan. Selama ini Nina memutuskan pacarnya karena ia dikhianati. Nina sangat trauma dengan hal itu. Ia sangat mencintai Lan dan ingin Lan hanya menjadi miliknya.
Hari demi hari, Nina semakin dekat dengan keluarga Lan. Lan ingin hubungan mereka semakin dekat. Lan mulai menganggap serius Nina. Lan selalu memanjakan Nina, dan untungnya Nina bukan wanita banyak mau. Setahun hubungan mereka baik-baik saja. Walaupun dalam hati Nina membekas kebohongan pertama Lan.
Nina terkejut sekali. "Aku juga mencintaimu Lan, tapi," Lan memotong, "Jalani saja hubungan ini, waktu akan menjawab kapan dirimu siap. Aku menunggumu hingga lulus kuliah nanti dan menikahimu. Tidak lama." Sorot mata Lan sangat serius. Nina tidak habis pikir pria yang dikenalnya 4 bulan ini ternyata menyukainya. Cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Nina sangat senang. Ia mencium dahi Lan. "Time will answer, aku akan berusaha menjadi calon istri. Hahaha."
Lan dan Nina meresmikan hubungan mereka. Sejak saat itu, mereka selalu bersama-sama kemanapun. bahkan kedua keluarga sudah saling kenal. Nina sangat dekat dengan keluarga Lan. Pergi bersama keluarganya, dan Lan sangat senang. Namun suatu hari, setelah 4 bulan sejak Lan menembak Nina, Mei, mantan Lan mulai mengganggu di sms.
"Lan, sudah kerja? Kerja bersamaku mau?" tulis Mei di sms yang ditujukan ke handphone Lan. Lan membalas, "Boleh. Kerja di mana nih sekarang?". Mereka lalu berbalas sms yang saling memberi perhatian. Tanpa sengaja Nina melihat handphonr Lan ketika Lan ke kamar mandi. Nina sedih. Hatinya sakit.
"Lan, kamu masih menyukai Mei?" tanya Nina. "Untuk apa kamu lihat? Aku tidak ada hubungan dengan Mei." "Tapi bahasa sms kamu dengannya..," Nina menangis. Merasa dikhianati. Lan lalu duduk di sofa setelah mengambil handphonenya dari tangan Nina. "Tidak ada apa-apa, hanya kerja." Nina masih menangis. "Di kontakmu, masih ada fotomu menggendong Mei. Aku kira sudah kamu buang. Itu menyakiti hatiku."
Lan melihat Nina. Ia lalu menghapus semua tentang Mei. "Nina, maaf. mungkin aku masih labil. Aku akan menghapusnya." Namun Nina sedih, dan memutuskan pulang dari rumah Lan. Esoknya mereka berbaikan. Namun Nina mulai menghapus setiap kontak wanita di handphone Lan. Ia takut dibohongi lagi oleh Lan. Selama ini Nina memutuskan pacarnya karena ia dikhianati. Nina sangat trauma dengan hal itu. Ia sangat mencintai Lan dan ingin Lan hanya menjadi miliknya.
Hari demi hari, Nina semakin dekat dengan keluarga Lan. Lan ingin hubungan mereka semakin dekat. Lan mulai menganggap serius Nina. Lan selalu memanjakan Nina, dan untungnya Nina bukan wanita banyak mau. Setahun hubungan mereka baik-baik saja. Walaupun dalam hati Nina membekas kebohongan pertama Lan.
Part 3
Quote:
"Aku ingin merayakan setahun hubungan kita. Kamu juga sudah semester 2 tahun ini. Aku senang bisa selalu membantumu dalam setiap tugas!" "Besok? Di mana?" "Mari kita jalan-jalan, ke mana saja besok!" Nina senang. Mereka kencan seperti selalu sebagai pasangan baru. Sangat mesra. Lan semakin mencintai Nina. Nina selama ini tidak pernah bisa berbohong kepada Lan. Sangat setia mendampingi Lan. Ini lah yang membuat Lan sangat senang. Mereka mengambil foto bersama. "Ini foto tahun pertama kita, Lan." "Tahun depan akan bertambah lagi foto kita."
Bulan demi bulan berlalu. Nina dan Lan menjadi terlalu mesra. Hubungan mereka semakin dibawa serius. Nina dan Lan dimabuk cinta. Nina datang ke rumah Lan suatu hari setelah pulang kampus. Lan menyambutnya. "Di mana setiap orang di rumahmu?" "Entah, mereka sibuk. Aku sendiri sedang merapikan kamar," jawab Lan. "Aku akan membantumu," Nina lalu masuk dan membantu Lan membereskan kamarnya.
Lan kemudian memeluk Nina. "Jangan tinggalkan aku, terkadang aku takut ketika mendengar sifatmu yang bosanan dengan pasangan," "Aku sangat mencintaimu, berbeda dari segala pria yang ada yang kukenal." "Aku ingin menikahimu." "Aku masih 18 tahun, Lan." Lan lalu membalikkan badan Nina dan mencium bibirnya. "Aku mencintaimu, Nina." "Aku juga, Lan."
Hubungan yang seharusnya tidak boleh terjadi, terjadilah. Nina memberikan segalanya. Lan juga memberikan segalanya. Seperti mereka berdua tidak ingin melepas satu sama lain. Kemudian, Nina menangis. Ia takut ibunya mengetahui hal ini. "Lan, maaf, aku khilaf. Aku takut sekali, aku takut Lan!" "Aku akan bertanggung jawab, Nina. Jangan takut." Lan mencoba menenangkan Nina yang sangat ketakutan. Mereka berdua sangat ketakutan malam itu.
"Apa!? Apa yang kau lakukan terhadap Nina!! Aku memang setuju dengan hubungan kalian namun Nina masih 18 tahun!!" sontak saja ibu Nina sangat kaget ketika Lan datang ke rumahnya dan mengakui semuanya. "Aku akan mengatakan ini pada ibuku juga untuk menikahi Nina. Ia segalanya bagiku!" "Aku tahu itu, walaupun kau bertanggung jawab, aku takut Nina belum siap menjadi seorang istri! Ia masih muda dan menuntut ilmu!" "Terimalah pinanganku atas Nina!" "Bawalah orang tuamu, Lan."
Lan pulang ke rumah dan menceritakan semua kepada orang tuanya. Mereka setuju menikahkan Lan dan Nina. Orang tuanya sangat senang dengan Nina, "Lan. sudah saatnya. Namun kau masih harus bertanya pada Nina apakah ia siap?" "Aku akan bertanya nanti. Nina, aku sudah lama menantinya."
Nina masih ketakutan dalam hatinya. Ia belum siap. Ia berkata pada Lan untuk menunggunya lulus terlebih dahulu. Lan akan menunggu. Mereka pun berpelukan. Dan hari demi hari, buruk rupa itu mulai terlihat. Lan mulai berbohong walau hanya hal kecil seperti ingin kemana. Nina awalnya sabar namun terkadang ketika ia mengkritik Lan, Lan marah.
"Aku tidak harus selalu memberitahumu kan?" jawab Lan. "Aku takut kamu akan pergi!" "Aku tidak jauh darimu!". Meskipun setelah ribut itu Lan selalu meminta maaf, luka di hati Nina membekas. Ia mulai kecewa. Belakangan Lan sibuk di kantornya. Nina terkadang membawakannya makan siang. Lan memang menyukainya, namun sikap Lan yang mulai darah tinggian membuat Nina harus selalu bersabar.
Suatu hari di rumah Lan, ketika Nina membuka handphone Lan, ia menemukan seorang wanita chatting dengan penuh perhatian. Tentu sangat menyakiti hati Nina. Ia begitu percaya Lan namun... "Wanita siapa itu Lan?" "Temanku. Hanya teman, Nina." "Itu terlalu mesra sebagai teman!". Lan marah. Ia membanting handphonenya. "Kau gila ya, aku punya teman saja kau cemburu! Ia hanya teman!" "Kalau itu temanmu kenapa harus kamu takut mengenalkannya padaku!! Kenapa harus kamu menyembunyikan handphonemu!" "Karena sikap cemburuanmu! Sedikit saja teman wanitaku selalu kau cemburu!!"
Nina menangis. Lan hampir menamparnya. Nina lalu menangis dan berkata, "Aku memberikan kamu segalanya karena aku percaya cintamu!" Nina lalu pergi dari rumah Lan. Lan terduduk. Air mata Nina masih terlihat diatas lantai kamarnya. Nina selalu penuh cinta menemani Lan. Lan lalu mengejar Nina.
"Maafkan aku Nina! Jangan meninggalkanku! Aku janji akan mengenalkan setiap temanku padamu! Nina!" Nina menghentikan langkahnya. Ia melihat sorot mata Lan sangat sedih. Ia lalu berlari dam memeluk Lan. "Jangan lagi berbohong. Lukanya akan berbekas dalam hatiku selamanya." Mereka berpelukan.
Beberapa hari setelah itu, Lan masih saja marah ketika ditanya di mana oleh Nina. Walau begitu, Nina selalu melayani Lan dengan cinta. Walaupun bukan istrinya, Nina selalu memasaknya makan siang dan malam. Penuh cinta. Segala kemarahan Lan selalu ia maafkan. Namun, dibalik cintanya terpendam sakit hati. Nina lantas curhat kepada temannya.
"Aku ingin rasanya putus dari Lan namun aku tidak bisa. Tidak bisa putus dari seorang pria yang selalu menyakiti hatimu. Dalam hatiku aku takut karena aku sudah tidak berharga lagi sebagai wanita yang belum menikah," curhat Nina kepada Frey, teman wanitanya.
Bulan demi bulan berlalu. Nina dan Lan menjadi terlalu mesra. Hubungan mereka semakin dibawa serius. Nina dan Lan dimabuk cinta. Nina datang ke rumah Lan suatu hari setelah pulang kampus. Lan menyambutnya. "Di mana setiap orang di rumahmu?" "Entah, mereka sibuk. Aku sendiri sedang merapikan kamar," jawab Lan. "Aku akan membantumu," Nina lalu masuk dan membantu Lan membereskan kamarnya.
Lan kemudian memeluk Nina. "Jangan tinggalkan aku, terkadang aku takut ketika mendengar sifatmu yang bosanan dengan pasangan," "Aku sangat mencintaimu, berbeda dari segala pria yang ada yang kukenal." "Aku ingin menikahimu." "Aku masih 18 tahun, Lan." Lan lalu membalikkan badan Nina dan mencium bibirnya. "Aku mencintaimu, Nina." "Aku juga, Lan."
Hubungan yang seharusnya tidak boleh terjadi, terjadilah. Nina memberikan segalanya. Lan juga memberikan segalanya. Seperti mereka berdua tidak ingin melepas satu sama lain. Kemudian, Nina menangis. Ia takut ibunya mengetahui hal ini. "Lan, maaf, aku khilaf. Aku takut sekali, aku takut Lan!" "Aku akan bertanggung jawab, Nina. Jangan takut." Lan mencoba menenangkan Nina yang sangat ketakutan. Mereka berdua sangat ketakutan malam itu.
"Apa!? Apa yang kau lakukan terhadap Nina!! Aku memang setuju dengan hubungan kalian namun Nina masih 18 tahun!!" sontak saja ibu Nina sangat kaget ketika Lan datang ke rumahnya dan mengakui semuanya. "Aku akan mengatakan ini pada ibuku juga untuk menikahi Nina. Ia segalanya bagiku!" "Aku tahu itu, walaupun kau bertanggung jawab, aku takut Nina belum siap menjadi seorang istri! Ia masih muda dan menuntut ilmu!" "Terimalah pinanganku atas Nina!" "Bawalah orang tuamu, Lan."
Lan pulang ke rumah dan menceritakan semua kepada orang tuanya. Mereka setuju menikahkan Lan dan Nina. Orang tuanya sangat senang dengan Nina, "Lan. sudah saatnya. Namun kau masih harus bertanya pada Nina apakah ia siap?" "Aku akan bertanya nanti. Nina, aku sudah lama menantinya."
Nina masih ketakutan dalam hatinya. Ia belum siap. Ia berkata pada Lan untuk menunggunya lulus terlebih dahulu. Lan akan menunggu. Mereka pun berpelukan. Dan hari demi hari, buruk rupa itu mulai terlihat. Lan mulai berbohong walau hanya hal kecil seperti ingin kemana. Nina awalnya sabar namun terkadang ketika ia mengkritik Lan, Lan marah.
"Aku tidak harus selalu memberitahumu kan?" jawab Lan. "Aku takut kamu akan pergi!" "Aku tidak jauh darimu!". Meskipun setelah ribut itu Lan selalu meminta maaf, luka di hati Nina membekas. Ia mulai kecewa. Belakangan Lan sibuk di kantornya. Nina terkadang membawakannya makan siang. Lan memang menyukainya, namun sikap Lan yang mulai darah tinggian membuat Nina harus selalu bersabar.
Suatu hari di rumah Lan, ketika Nina membuka handphone Lan, ia menemukan seorang wanita chatting dengan penuh perhatian. Tentu sangat menyakiti hati Nina. Ia begitu percaya Lan namun... "Wanita siapa itu Lan?" "Temanku. Hanya teman, Nina." "Itu terlalu mesra sebagai teman!". Lan marah. Ia membanting handphonenya. "Kau gila ya, aku punya teman saja kau cemburu! Ia hanya teman!" "Kalau itu temanmu kenapa harus kamu takut mengenalkannya padaku!! Kenapa harus kamu menyembunyikan handphonemu!" "Karena sikap cemburuanmu! Sedikit saja teman wanitaku selalu kau cemburu!!"
Nina menangis. Lan hampir menamparnya. Nina lalu menangis dan berkata, "Aku memberikan kamu segalanya karena aku percaya cintamu!" Nina lalu pergi dari rumah Lan. Lan terduduk. Air mata Nina masih terlihat diatas lantai kamarnya. Nina selalu penuh cinta menemani Lan. Lan lalu mengejar Nina.
"Maafkan aku Nina! Jangan meninggalkanku! Aku janji akan mengenalkan setiap temanku padamu! Nina!" Nina menghentikan langkahnya. Ia melihat sorot mata Lan sangat sedih. Ia lalu berlari dam memeluk Lan. "Jangan lagi berbohong. Lukanya akan berbekas dalam hatiku selamanya." Mereka berpelukan.
Beberapa hari setelah itu, Lan masih saja marah ketika ditanya di mana oleh Nina. Walau begitu, Nina selalu melayani Lan dengan cinta. Walaupun bukan istrinya, Nina selalu memasaknya makan siang dan malam. Penuh cinta. Segala kemarahan Lan selalu ia maafkan. Namun, dibalik cintanya terpendam sakit hati. Nina lantas curhat kepada temannya.
"Aku ingin rasanya putus dari Lan namun aku tidak bisa. Tidak bisa putus dari seorang pria yang selalu menyakiti hatimu. Dalam hatiku aku takut karena aku sudah tidak berharga lagi sebagai wanita yang belum menikah," curhat Nina kepada Frey, teman wanitanya.
Part 4
Quote:
Frey selalu menjafi tumpuan Nina. Lan selalu berkata bahwa ia mencintai Nina namun selalu menyakitinya. Walaupun bukan fisik, namun luka batin Nina tidak terhitung. Lan memang romantis, mereka selalu pergi bersama berdua. Namun Lan selalu menamparkan kekesalannya dan emosinya kepada Nina.
"Cinta dan waktu akan menjawabnya. Aku tahu sekarang kamu takut kehilangan Lan karena tanggung jawabnya padamu dan cintamu yang besar padanya. Ini sudah 3 tahun, Nina!" sahut Frey. Nina berpikir sebentar. "Mungkin sudah saatnya aku menikahi Lan. Keluargaku menunggu itu. Usiaku sudah 21 sekarang. Semoga setelah menikah Lan bisa berubah." "Jangan Nina, kita harus lihat dulu!" Nina mulai galau.
Esoknya, ia datang ke rumah Lan. Mereka bersantai di ruang tamu. Dan ketika Lan pergi sebentar, Nina selalu melihat handphonenya. Kali ini ada sms dari seorang teman kerja wanitanya. Sangat mesra. Hati Nina hancur begitu melihat kata-kata, "besok ketemu di mana?"
Lan yang melihat Nina sedang memegang handphonenya, langsung merebutnya. "Kau adalah wanita pencemburu! Aku sangat mencintaimu! Kenapa ridak bisa kau percaya padaku!" "Tanya pada dirimu bisakah aku percaya padamu setelah sekian kali kau berbohong padaku!! Kau merusak masa depanku dan aku terlalu gila mencintaimu! Aku memberimu semua perhatianku! Ini balasan yang kudapat!!" Lan kesal sekali. Emosinya memuncak. "Aku selalu memberimu semua yang kau inginkan! Namun kenapa kau selalu mencurigaiku! Percayalah cintaku!" "Cinta apa!? Cinta menyakitiku! Kau adalah lelaki terjahat yang pernah ada!"
Lan emosi sekali. Ia menampar Nina sehingga Nina jatuh tersungkur. Nina sesenggukan. "Aku berpkir selama ini kesetiaanku dibayar murah. Aku mencintamu Lan, dan karena dirimu aku merusak masa depanku, aku takut tidak ada lagi lelaki yang menerimaku. Aku kotor. Aku tidak tahan lagi dengan kebohongan dan sakit yang kau beri selama bertahun-tahun ini! Carilah seorang wanita yang lebih baik dariku yang memberikanmu segalanya dan cinta yang lebih dariku!!" Nina lalu pergi dari rumah Lan. Lan terduduk. Ia masih sangat kesal.
Nina kembali ke rumah sambil menangis. Ibunya bertanya mengapa namun Nina tidak menjawab. "Nina, jangan begini. Nina," sahut ibunya. Nina masuk kamar dan terdiam. Ibunya sangat khawatir. Esoknya, Nina tidak ingin makan. Sikapnya berubah drastis. Nina kehilangan segalanya. Perasaan yang hancur. Ibumya sangat sedih. "Kau memberikan Lan cinta yang besar namun yang kau dapat adalah sakit yang luarbiasa, Nina." Setiap ada dering handphone siapapun, Nina akan langsung mencari handphone itu. Ia mengira itu Lan yang merindukannya selalu.
Lan berusaha move on. Ia memacari teman kantornya. Matre sekali. Lan bertahan sebulan dan masih terus mengingat Nina. Biasanya makan siang dan malam selalu Nina bawakan. "Jangan ingat Nina lagi!" teriak Siff, pacar baru Lan. "Belikan aku jam tangan ini, harganya 2 juta. Sangat indah. Kau mencintaiku kan?" Lan lalu berdiri, "Kau bisa membuatkanku makanan?" "Kita bisa makan di luar!" "Di luar terus! Boros sekali kau!" "Kuputusin dirimu!" Lan lalu menghela nafas panjang dan mengiyakan ajakan Siff.
Hari demi hari berlalu. Nina menjadi gila. Ibunya hanya bisa menangis. Tingkah Nina yang bisa menangis sendiri atau tertawa sendiri, menunggu Lan depan pintu rumah atau memeluk apapun sepertu memeluk Lan. "Nina, jangan, nak. Lupakan Lan. Nina kenapa bisa begini, ketakutanmu akan pria lain yang tidak bisa menerima kamu bukan perawan lagi ini salah Nina!" Nina menengok ibunya. "Lan! Aku rindu padamu!!!!" Ia lalu memeluk ibunya. Ia lalu berlari keluar dan memeluk tetangganya. "Lan! Aku sangat mencintaimu!"
Ibu Nina menangis tersedu-sedu. "Nina, nak..."
"Cinta dan waktu akan menjawabnya. Aku tahu sekarang kamu takut kehilangan Lan karena tanggung jawabnya padamu dan cintamu yang besar padanya. Ini sudah 3 tahun, Nina!" sahut Frey. Nina berpikir sebentar. "Mungkin sudah saatnya aku menikahi Lan. Keluargaku menunggu itu. Usiaku sudah 21 sekarang. Semoga setelah menikah Lan bisa berubah." "Jangan Nina, kita harus lihat dulu!" Nina mulai galau.
Esoknya, ia datang ke rumah Lan. Mereka bersantai di ruang tamu. Dan ketika Lan pergi sebentar, Nina selalu melihat handphonenya. Kali ini ada sms dari seorang teman kerja wanitanya. Sangat mesra. Hati Nina hancur begitu melihat kata-kata, "besok ketemu di mana?"
Lan yang melihat Nina sedang memegang handphonenya, langsung merebutnya. "Kau adalah wanita pencemburu! Aku sangat mencintaimu! Kenapa ridak bisa kau percaya padaku!" "Tanya pada dirimu bisakah aku percaya padamu setelah sekian kali kau berbohong padaku!! Kau merusak masa depanku dan aku terlalu gila mencintaimu! Aku memberimu semua perhatianku! Ini balasan yang kudapat!!" Lan kesal sekali. Emosinya memuncak. "Aku selalu memberimu semua yang kau inginkan! Namun kenapa kau selalu mencurigaiku! Percayalah cintaku!" "Cinta apa!? Cinta menyakitiku! Kau adalah lelaki terjahat yang pernah ada!"
Lan emosi sekali. Ia menampar Nina sehingga Nina jatuh tersungkur. Nina sesenggukan. "Aku berpkir selama ini kesetiaanku dibayar murah. Aku mencintamu Lan, dan karena dirimu aku merusak masa depanku, aku takut tidak ada lagi lelaki yang menerimaku. Aku kotor. Aku tidak tahan lagi dengan kebohongan dan sakit yang kau beri selama bertahun-tahun ini! Carilah seorang wanita yang lebih baik dariku yang memberikanmu segalanya dan cinta yang lebih dariku!!" Nina lalu pergi dari rumah Lan. Lan terduduk. Ia masih sangat kesal.
Nina kembali ke rumah sambil menangis. Ibunya bertanya mengapa namun Nina tidak menjawab. "Nina, jangan begini. Nina," sahut ibunya. Nina masuk kamar dan terdiam. Ibunya sangat khawatir. Esoknya, Nina tidak ingin makan. Sikapnya berubah drastis. Nina kehilangan segalanya. Perasaan yang hancur. Ibumya sangat sedih. "Kau memberikan Lan cinta yang besar namun yang kau dapat adalah sakit yang luarbiasa, Nina." Setiap ada dering handphone siapapun, Nina akan langsung mencari handphone itu. Ia mengira itu Lan yang merindukannya selalu.
Lan berusaha move on. Ia memacari teman kantornya. Matre sekali. Lan bertahan sebulan dan masih terus mengingat Nina. Biasanya makan siang dan malam selalu Nina bawakan. "Jangan ingat Nina lagi!" teriak Siff, pacar baru Lan. "Belikan aku jam tangan ini, harganya 2 juta. Sangat indah. Kau mencintaiku kan?" Lan lalu berdiri, "Kau bisa membuatkanku makanan?" "Kita bisa makan di luar!" "Di luar terus! Boros sekali kau!" "Kuputusin dirimu!" Lan lalu menghela nafas panjang dan mengiyakan ajakan Siff.
Hari demi hari berlalu. Nina menjadi gila. Ibunya hanya bisa menangis. Tingkah Nina yang bisa menangis sendiri atau tertawa sendiri, menunggu Lan depan pintu rumah atau memeluk apapun sepertu memeluk Lan. "Nina, jangan, nak. Lupakan Lan. Nina kenapa bisa begini, ketakutanmu akan pria lain yang tidak bisa menerima kamu bukan perawan lagi ini salah Nina!" Nina menengok ibunya. "Lan! Aku rindu padamu!!!!" Ia lalu memeluk ibunya. Ia lalu berlari keluar dan memeluk tetangganya. "Lan! Aku sangat mencintaimu!"
Ibu Nina menangis tersedu-sedu. "Nina, nak..."
-
Continued to Post #2
-
Continued to Post #2
-Diubah oleh arrinknight 18-03-2014 11:12
anasabila memberi reputasi
1
1.7K
Kutip
2
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan