- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Demokrasi Kampus yang Juga Akan Mampus!
TS
virus1993
Demokrasi Kampus yang Juga Akan Mampus!
Quote:
Artikulasi paling sederhana dan dasar dari "Demokrasi", adalah suatu pandangan yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban. Jadi sudah bisa dipastikan, tujuan utama dan yang terpenting dalam garis besar akan hadirnya demokrasi adalah tak lebih sebagai wadah untuk musyawarah mufakat mencapai tujuan yang lebih baik demi kepentingan bersama.
Memang arti, makna, dan tujuan "Demokrasi" di luar sana lebih luas dan lebih detail, bahkan lebih rumit. Terlebih dengan akar-akar bagian dari demokrasi yang terus memiliki pengertian dan pemahaman yang berbeda dari setiap pakarnya dan tak memiliki arti baku.
Namun, disini saya mencoba menyederhanakan dari kata "Demokrasi" itu sendiri. Karena kembali lagi ke artikulasi dasar demokrasi, demi mengutamakan persamaan hak dan kewajiban. Jadi demokrasi dalam pandangan kasat mata, bisa disebut sebuah proses, proses persiapan, proses pemantapan, dan proses pasca atau bergulirnya demokrasi. Maka barang tentu proses haruslah adil dan jujur, dalam artian pula netral dan transparan.
Oke, lalu apa hubungannya serentetan pemaparan diatas dengan akan mampusnya pula demokrasi kampus?. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita akan mendongak sebentar pada demokrasi di negeri ini. Jikalau demokrasi pada negeri ini yang memiliki kadar paling berat, dan daya cakup yang luas, sudah bisa dibilang tak lagi demokrasi murni. Karena sudah tak lagi atau sedikit mengacu pada artikulasi sederhana dari demokrasi itu sendiri.
Demokrasi yang sudah carut marut, penyimpangan yang sudah menjadi makanan media, aib yang sudah menelanjangi oknum tertinggi pelaku demokrasi, serta rakyat yang yang jadi terus dijejali dan dicekoki benci akan kebusukan.
Lalu di kampus? Di kampus, sebenarnya memiliki kadar demokrasi yang bisa dibilang masih demokrasi abal, karena disitulah titik awal untuk pembelajaran dari demokrasi. Belajar membakar jika demokrasi yang murni, jauh dari lumpur-lumpur kemunafikan, atau bahkan kelicikan, dan terlebih keegoisan.
Namun yang riskan dan mengkhawatirkan, kondisi demokrasi kampus sudah tak lagi steril, karena terkontaminasi oleh demokrasi luar, dalam hal ini bisa disebut akan adanya gonjangan atau rayuan dari para pelaku demokrasi kawakan yang hanya demi untuk kepentingan pribadi dang golongan. Pelaku itu, bisa saja dari parpol dan segala kader-kadernya, juga organisasi dan pergerakan beserta aktifisnya.
Sebagai contoh, untuk pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang seharusnya pemilihan dilakukan dengan demokrsi yang adil dan jujur sesuai artikulasi dasar demokrasi. Namun, sudah banyak penyimpangan-penyimpangan, perang antar golongan demi kepentingan golongan. Demi Fakultas, demi Jurusan, demi Organisasi, dan alasan penggolongan lainya.
Pengalaman pribadi saya, suatu ketika Fakultas saya menggelar pesta demokrasi untuk menentukan Ketua BEM Fakultas. Namun saya lebih untuk tidak memilih, dan menjadi orang yang belagak bodoh akan demokrasi. Bukan saya apatis, namun ini mengenai komitmen dan ideologi saya.
Karena ketika pesta demokrasi itu digelar, saya bingung harus memilih siapa? tujuan mimilih untuk apa? Apa kebaikan yang akan saya dapatkan ketika memilih? Sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawab hanya dengan arti dan tujuan dasar demokrasi itu sendiri.
Untuk pertanyaan "tujuan dan apa kebaikan" sudah saya singkirkan, namun "siapa calon pilihan tepat,?. Saya tidak ada yang kenal dari para calon ketua, atau bisa dibilang tidak tau dengan karakteritik dari calon-calon. Kenapa saya tidak mencari kenal? tidak, yang paling berkepentingan disini adalah para calon, saya hanya memilki hak dan kewajiban memilih.
Iya hak, hak suara! Saya memiliki hak suara, maka dari itu saya juga berhak untuk tidak bersuara. Tak pedulikan apa kata teman tentang pendirian saya. Terlebih bisikan-bisikan dari golongan, dalam hal ini adalah Jurusan, pengelompokkan mahasiswa dalam tiap-tiap jurusan, sudah jelas sangat tidak mebgasyikan bagi saya.
Karena demokrasi adalah untuk tujuan bersama, lalu kenapa ada penggolongan dan pengelompokkan?
Memang arti, makna, dan tujuan "Demokrasi" di luar sana lebih luas dan lebih detail, bahkan lebih rumit. Terlebih dengan akar-akar bagian dari demokrasi yang terus memiliki pengertian dan pemahaman yang berbeda dari setiap pakarnya dan tak memiliki arti baku.
Namun, disini saya mencoba menyederhanakan dari kata "Demokrasi" itu sendiri. Karena kembali lagi ke artikulasi dasar demokrasi, demi mengutamakan persamaan hak dan kewajiban. Jadi demokrasi dalam pandangan kasat mata, bisa disebut sebuah proses, proses persiapan, proses pemantapan, dan proses pasca atau bergulirnya demokrasi. Maka barang tentu proses haruslah adil dan jujur, dalam artian pula netral dan transparan.
Oke, lalu apa hubungannya serentetan pemaparan diatas dengan akan mampusnya pula demokrasi kampus?. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita akan mendongak sebentar pada demokrasi di negeri ini. Jikalau demokrasi pada negeri ini yang memiliki kadar paling berat, dan daya cakup yang luas, sudah bisa dibilang tak lagi demokrasi murni. Karena sudah tak lagi atau sedikit mengacu pada artikulasi sederhana dari demokrasi itu sendiri.
Demokrasi yang sudah carut marut, penyimpangan yang sudah menjadi makanan media, aib yang sudah menelanjangi oknum tertinggi pelaku demokrasi, serta rakyat yang yang jadi terus dijejali dan dicekoki benci akan kebusukan.
Lalu di kampus? Di kampus, sebenarnya memiliki kadar demokrasi yang bisa dibilang masih demokrasi abal, karena disitulah titik awal untuk pembelajaran dari demokrasi. Belajar membakar jika demokrasi yang murni, jauh dari lumpur-lumpur kemunafikan, atau bahkan kelicikan, dan terlebih keegoisan.
Namun yang riskan dan mengkhawatirkan, kondisi demokrasi kampus sudah tak lagi steril, karena terkontaminasi oleh demokrasi luar, dalam hal ini bisa disebut akan adanya gonjangan atau rayuan dari para pelaku demokrasi kawakan yang hanya demi untuk kepentingan pribadi dang golongan. Pelaku itu, bisa saja dari parpol dan segala kader-kadernya, juga organisasi dan pergerakan beserta aktifisnya.
Sebagai contoh, untuk pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang seharusnya pemilihan dilakukan dengan demokrsi yang adil dan jujur sesuai artikulasi dasar demokrasi. Namun, sudah banyak penyimpangan-penyimpangan, perang antar golongan demi kepentingan golongan. Demi Fakultas, demi Jurusan, demi Organisasi, dan alasan penggolongan lainya.
Pengalaman pribadi saya, suatu ketika Fakultas saya menggelar pesta demokrasi untuk menentukan Ketua BEM Fakultas. Namun saya lebih untuk tidak memilih, dan menjadi orang yang belagak bodoh akan demokrasi. Bukan saya apatis, namun ini mengenai komitmen dan ideologi saya.
Karena ketika pesta demokrasi itu digelar, saya bingung harus memilih siapa? tujuan mimilih untuk apa? Apa kebaikan yang akan saya dapatkan ketika memilih? Sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawab hanya dengan arti dan tujuan dasar demokrasi itu sendiri.
Untuk pertanyaan "tujuan dan apa kebaikan" sudah saya singkirkan, namun "siapa calon pilihan tepat,?. Saya tidak ada yang kenal dari para calon ketua, atau bisa dibilang tidak tau dengan karakteritik dari calon-calon. Kenapa saya tidak mencari kenal? tidak, yang paling berkepentingan disini adalah para calon, saya hanya memilki hak dan kewajiban memilih.
Iya hak, hak suara! Saya memiliki hak suara, maka dari itu saya juga berhak untuk tidak bersuara. Tak pedulikan apa kata teman tentang pendirian saya. Terlebih bisikan-bisikan dari golongan, dalam hal ini adalah Jurusan, pengelompokkan mahasiswa dalam tiap-tiap jurusan, sudah jelas sangat tidak mebgasyikan bagi saya.
Karena demokrasi adalah untuk tujuan bersama, lalu kenapa ada penggolongan dan pengelompokkan?
Sumber: http://viruscerdaz.blogspot.com/2014...an-mampus.html
0
876
Kutip
2
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan