ndolandoAvatar border
TS
ndolando
Aku Sayang Film Indonesia, Bagaimana Dengan Anda?

Bioskop tak dapat dipungkiri menjadi salah satu bagian dari kehidupan masa kini. Di setiap pusat perbelanjaan, hampir dipastikan selalu terdapat bioskop. Tempat khusus yang memutar film-film terbaru. Sepuluh tahun belakangan, bioskop di tanah air tak lagi memutar film-film impor. Satu demi satu, film-film produksi dalam negeri turut menghiasi teater-teater yang ada didalam bioskop.



Pernah saya iseng bertanya pada seorang teman. Film yang seperti apa sih, yang akan ditontonnya di bioskop? Dia sontak menjawab: film yang bagus. Oke. Saya pikir setiap orang mempunyai perspektif masing-masing dalam menentukan, film yang seperti apa, yang akan mereka sebut bagus.

Kemudian saya kembali iseng bertanya. Kalau harus memilih, apakah menonton film Indonesia atau film luar negeri? Teman saya tetap berujar: film yang bagus. Oke. Lalu saya mengejar dengan pertanyaan lain. Kalau dihitung dalam persentase, berapa perbandingan ketertarikan kamu antara film Indonesia dengan film impor? Tanpa berpikir lama, teman saya menjawab: 70 banding 30. Tujuh puluh persen film luar negeri, dan tiga puluh persen film dalam negeri.

Saya sepintas menyimpulkan, berarti teman yang saya tanyai ini, lebih menyukai film luar negeri ketimbang film-film dalam negeri. Saya masih penasaran. Lantas saya bertanya. Kenapa kamu nggak begitu suka dengan film Indonesia? Dia simpel menjawab. Karena seringnya, film Indonesia tak akan bertahan lama di bioskop. Tak berapa lama pasti akan diputar di televisi.

Benar juga sih.

***

Adalah sebuah fakta, bahwa dunia perfilman tak hanya sekadar dunia entertainment belaka. Perfilman telah menjadi suatu industri kreatif yang cukup menjanjikan. Namanya saja industri. Tentu akan diperlakukan dengan rumusan yang sederhana, menurut saya. Seperti prinsip ekonomi, dengan biaya produksi seminimal mungkin, dan berusaha mencapai keuntungan semaksimal mungkin.

Hal inilah yang barangkali mendasari sebagian besar produser di dalam negeri. Sehingga mereka berusaha membuat suatu film, dengan budget rendah, namun pemasukan yang tinggi. Pemasukan yang tinggi salah satunya berasal dari banyaknya orang yang menyaksikan filmnya di bioskop. Nah, pertanyaan selanjutnya. Bagaimana agar bisa mendatangkan penonton untuk datang berbondong-bondong ke bioskop?

Salah satunya dengan membuat film yang digemari orang-orang. Kemudian, film yang seperti apa, yang disukai dan ditunggu-tunggu oleh penonton setia bioskop? Bagi saya, banyak sekali ditemukan, film lokal yang hanya bertujuan komersial belaka. Film yang diproduksi cuma sekadar ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.

Sebut saja film-film yang mengandung nuansa horor. Nuansa mencekam dan misteri, dikemas secara menarik oleh para sineas. Mungkin target utamanya, para remaja akan menonton film tersebut secara beramai-ramai di bioskop. Karena rasanya seru saja, menonton sambil berteriak-teriak heboh bersama teman dan sahabat.

Horor pun tak lagi tampil dengan suasana kelam. Namun dibarengi dengan buaian erotis. Tampilan sensual aktor dan aktris yang sedang bercinta pun, sering muncul bersama sosok hantu yang bermuka seram. Tak pelak muncul anggapan. Film bernuansa horor, tak lagi seratus persen horor. Tetapi akan selalu dilengkapi dengan adegan-adegan vulgar yang begitu dewasa.

Saat ini, film-film dalam negeri tak sedikit yang mengusung nuansa horor dan vulgar. Tetapi kita sebagai penonton, tentu mempunyai hak untuk memilih. Kalau kita merasa tak memperoleh manfaat apa-apa ketika menontonnya, kita tak punya kewajiban untuk melihatnya ‘kan?

Satu yang penting. Kita tak bisa menafikan betapa beragamnya film karya produksi dalam negeri. Bak acara di televisi, film Indonesia tak melulu berisi horor dan esek-esek. Namun masih banyak film-film yang berkualitas. Film yang tak sekadar mampu menjadi hiburan.

Lantas, jika film tak cuma bisa menjadi hiburan, apa lagi yang bisa diberikan oleh film Indonesia? Menurut saya, banyak film yang mampu berperan tidak hanya sebagai media hiburan. Namun film dapat berperan sebagai media sosialisasi.

Saya terkesan dengan film Berbagi Suami yang dibuat Nia Dinata pada 2006 lalu. Pro kontra selalu terjadi di setiap sisi kehidupan. Termasuk ketika munculnya film yang mengangkat tema poligami ini.

Spoiler for Gambar:


Tetapi saya terkesan dengan salah satu muatan yang muncul dalam film ini. Bagaimana tokoh yang bernama Sri (Ria Irawan), yang memiliki banyak anak. Sri ditawari Siti (Shanty) agar mengikuti program Keluarga Berencana (KB).

Disini saya menangkap pesan. Bahwa boleh saja mempunyai banyak anak, karena akan membawa banyak rezeki. Namun memiliki banyak anak tak pelak akan menimbulkan problem tersendiri. Setiap anak perlu memperoleh kadar penghidupan yang layak. Dan untuk mencapai kadar penghidupan yang layak ini, sudah pasti membutuhkan biaya yang tak sedikit. Padahal diceritakan, Sri maupun Siti termasuk kedalam golongan keluarga yang berekonomi pas-pasan.

Dari Berbagi Suami saya kembali menangkap semangat untuk menggalakkan program KB. Saya kira sungguh brilian ide ini kembali diangkat. Karena Indonesia masih berstatus negara berkembang. Jumlah penduduknya yang lebih dari 230 juta dan tak tersebar merata, merupakan masalah yang cukup pelik.

Dengan mengikuti gerakan KB, diharapkan laju pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan. Bila jumlah anggota dalam sebuah keluarga tak begitu banyak, saya yakin, kadar penghidupan akan lebih baik.

***

Belum lagi film layar lebar yang sekarang sedang booming. Film yang diproduksi berdasar buku karya mantan presiden B.J. Habibie, bertajuk Habibie & Ainun. Di film inipun, saya kembali terkesan dengan muatan yang ditampilkan. Di salah satu bagian, ditampilkan bagaimana semangat Pak Habibie dalam membangun industri pesawat terbang milik nasional di Bandung.

Apalagi ketika scene pesawat N250 yang terbang perdana pada 10 Agustus 1995. Jujur, saya sungguh terpana sampai bulu kuduk saya berdiri. Begitu membanggakan. Indonesia mampu memproduksi pesawat sendiri. Dari sini saya mengambil pelajaran. Para sesepuh telah berhasil mengharumkan bangsa di masa lalu. Sekarang saatnya generasi muda (termasuk saya) untuk mengemban tugas yang sama. Yakni mengangkat derajat Indonesia di mata internasional.

Sebagai penonton, tentu kita bisa memilah, film apa yang penting dan menarik buat kita. Terlebih kepada film Indonesia. Film dapat menjadi identitas bangsa dihadapan negara-negara lain. Film juga mampu menjadi dokumentasi sejarah. Mengabadikan segala peristiwa yang pernah menghiasi perjalanan suatu bangsa. Media yang diharapkan mampu menjadi pencerahan, ditengah galaunya suasana.

Film karya anak negeri, masih dan akan selalu perlu. Film Indonesia dibutuhkan, sebagai refleksi dari berbagai kondisi riil. Aku sayang film Indonesia. Bagaimana dengan Anda?


Yang Suka Dengan Film Indonesia :
Spoiler for Bonus : :
Diubah oleh ndolando 05-03-2014 09:37
0
1.2K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan