xoarAvatar border
TS
xoar
Pro kontra sertifikasi halal, MUI diminta lebih terbuka

Merdeka.com - Monopoli sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah disorot. MUI dinilai tak transparan dalam menerbitkan sertifikat halal.

Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily mengkritik MUI. Dia meminta agar sertifikasi halal MUI berlangsung transparan. Sebab, selama ini, lembaga tersebut tidak menerangkan secara jelas prosedur pengajuan sertifikasi tersebut.

"Pembuatan sertifikasi halal oleh MUI ini semakin hari semakin meresahkan umat, dikarenakan ketidakjelasan prosedur pengajuan dalam pembuatan sertifikasi halal tersebut," ujar Ace Hasan dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (28/02).

Dia menilai, perlu ada lembaga khusus yang bertugas untuk memberikan sertifikasi halal di luar MUI. Namun, pemerintah diharapkan tetap menggandeng organisasi masyarakat itu sebagai rujukan pendekatan syariah atas produk yang akan disertifikasi.

"Setelah publik mendaftarkan produknya ke pemerintah, kemudian pemerintah meneruskan produk tersebut ke laboratorium riset. Setelah hasil cek laboratorium keluar, lalu hasil lab tersebut diserahkan ke MUI untuk diteliti kembali dengan pendekatan syariah. Nah, hasilnya nanti diserahkan ke badan khusus untuk dikeluarkan sertifikasi halalnya," pungkasnya.

Rencana pemerintah untuk menerbitkan undang-undang sertifikasi halal tersandung penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Organisasi masyarakat itu bersikukuh untuk tetap menggelar pelaksanaan sertifikasi di bawah lembaganya.

Ada beberapa poin yang masih menjadi perdebatan antara pemerintah dan MUI, yakni sifat pengajuan sertifikasi, otoritas pembuat cap halal, dan lembaga sertifikasinya. Masing-masing pihak masih berpegang teguh pada pendiriannya masing-masing.

Meski belum juga mencapai kata sepakat, namun MUI tetap ingin melebarkan sayapnya hingga ke luar negeri, terutama negara-negara Islam. Pernyataan itu sendiri diungkap oleh Ketua PBNU Said Aqil Siradj .

"Misal makanan Indonesia dibawa ke Arab. Kalau sudah ada label halal dari kita tidak perlu lagi minta label halal dari pemerintah sana," kata Said Aqil.

Untuk mendapat label halal dari MUI, produsen harus merogoh kocek dengan kisaran antara Rp 1 juta sampai Rp 5 juta per produk. Sedangkan bagi perusahaan kecil maksimal membayar Rp 2,5 juta.

"Sertifikasi ini ada dua yaitu wajib sertifikasi halal untuk produk daging dan makanan olahan. Selain itu suka rela. Untuk biaya, ada biaya lain di luar biaya sertifikat," ucap Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM)MUI, Lukman Hakim dalam konferensi pers di kantor MUI, Jakarta, Rabu (26/2).

Sementara, Menteri Agama Suryadharma Ali berpendapat, MUI harus menyerahkan otoritas cap sertifikasi dan kelembagaannya kepada negara. Dia beralasan, dalam undang-undang tidak pernah mencantumkan ormas sebagai pihak pelaksana, melainkan lembaga pemerintahan.

SDA, sapaan Suryadharma Ali , ingin menyerahkan sertifikasi tersebut melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (LP POM BPOM). Sebab, tanggung jawab sertifikasi seharusnya berada di tangan pemerintah.

"Kalau diberikan otoritas itu pada MUI, ormas lain kan ngiri juga. NU mau, Muhammadiyah mau, Persis mau. Jadi kan enggak bagus, masa ada satu aturan kemudian otoritas pelaksananya lebih dari satu, karena itu harus diberikan kepada goverment," ungkap Suryadharma usai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (27/2).

Hingga kini, debat panjang masih berlangsung. Bahkan, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi meminta agar pembahasan sertifikasi halal ditunda dulu.
[tyo]

http://www.merdeka.com/peristiwa/pro...h-terbuka.html

-----------------------------
ditunggu keputusanya
Diubah oleh xoar 28-02-2014 23:43
0
1.9K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan