as4madunAvatar border
TS
as4madun
Studi Terbaru: 80% Karyawan Bank, Stress & Kesehatannya Memburuk. Efek Riba?


Karyawan Bank Lebih Rentan Stres
Atasi Kecemasan dengan Mengasingkan Diri
Sabtu, 26 Oktober 2013 , 15:11:00

SEMUA pekerjaan pasti memiliki risiko masing-masing. Nah, menurut studi terbaru, pegawai perbankan lebih mungkin mendapat tekanan dalam hidupnya yang bisa berujung pada stres.

Studi yang dilakukan UNI Global Union yang berbasis di Swiss berjudul "The “Banking: The Human Crisis” international survey published on Wednesday by UNI Global Union, menemukan lebih dari 80 persen perusahaan perbankan dan asuransi di 26 negara melaporkan memburuknya kesehatan sebagai masalah yang dialami pegawainya selama dua tahun terakhir. Mereka kini disebut bekerja dalam iklim ketakutan.

Lebih dari setengah serikat pekerja di 16 negara di Eropa, empat di Asia, dan tiga di Afrika serta Amerika Latin, mengatakan anggotanya mengeluhkan kehidupan pribadi mereka yang berada di bawah tekanan cukup besar karena mereka memerangi krisis keuangan. Menurut Lynn Mackenzie, penulis laporan 'Banking: The Human Crisis' mengatakan bahwa bankir sering disalahkan atas krisis keuangan global. Hal ini juga berdampak pada pegawai bank lain yang jabatannya lebih rendah.

"Hampir setiap hari karyawan bank harus menghadapi nasabah yang marah yang hidupnya berantakan dan mereka menyalahkan bank. Studi ini merupakan salah satu penelitian yang melihat secara luas kesehatan bankir," kata Mackenzie, seperti dilansir laman Reuters, Jumat (25/10).

Ia menambahkan manajer bank yang menempatkan tekanan pada stafnya untuk bisa mencapai target kerja dan penjualan yang ideal bisa saja menjadi masalah utama. Studi atas laporan ini muncul sehari setelah bankir senior di Inggris Hector Sants, kepala pelaksana di Barclays menandatangani cuti medis sampai akhir tahun karena stres. Direktur eksekutif Lloyds, Antonio Horta-Osorio juga mengambil cuti dua bulan di akhir 2011 seterah merasa kurang tidur dan kelelahan.

Dua kematian yang dipublikasikan tahun ini juga menyoroti tekanan yang dihadapi pekerja di sektor keuangan. Stres diketahui sebagai masalah kesehatan utama yang dialami pegawai perbankan karena mereka khawatir kehilangan pekerjaan dan digantikan orang yang lebih muda, tidak bisa mencapai target penjualan, mendapat potongan gaji, dan harus menyelesaikan kerja tim dengan staf yang sedikit.

"Tekanan potongan gaji dan target penjualan produk telah menciptakan iklim ketakutan pada pekerja dan mereka terlalu khawatir tentang pekerjaannya. Bahkan mereka enggan bicara atau mengakui mereka menderita secara mental," pungkas Mackenzie
http://www.jpnn.com/read/2013/10/26/...-Rentan-Stres-



KARYAWAN BANK:
Bagaimana Hukumnya Bekerja di Bank menurut Syariat Islam?
04 September 2010 Pukul 11:53

Ketika memberikan ceramah di depan pegawai bank swasta, ada pertanyaan menarik, bagaimana hukumnya bekerja di bank? Secara garis besar, saya sudah memberikan jawaban pada saat itu, dan saya berjanji untuk memberikan jawaban yang lebih rinci pada Hikmah Ramadhan di harian Tribun Timur.

Menurut pengamatan saya, dewasa ini, tidak semua bank melakukan transaksi riba. Bank Muamalat Indonesia misalnya, demikian juga bank-bank syari’ah lainnya tidak mengenal dalam prakteknya unsur-unsur riba. Di sisi lain, perlu pula diketahui bahwa defenisi riba diperselisihi oleh para ulama. Atas dasar itu, para ulama berbeda pendapat tentang praktek-praktek bank konvensional, apakah ia riba atau tidak.

Jika anda mengikuti pendapat yang menilainya bukan riba, tentu saja, bekerja di sana tidaklah haram. Kalaupun anda menilainya riba, perlu juga dicatat bahwa banyak bank yang di samping melakukan aktifitas riba melakukan juga aktifitas selain yang berbentuk riba. Jadi, kalau seseorang menjadi karyawan dalam bank yang demikian, banyak ulama yang mentoleransinya. Mantan Mufti Mesir, almarhum Syaikh Jaad al-Haqq, dan ulama besar Yusuf al-Qardhawi, adalah dua tokoh yang dapat dinilai mentoleransinya, lebih-lebih lagi bagi mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan yang mencukupi kebutuhannya selain melalui bank-bank itu. Di sini, paling tidak berlaku baginya hukum darurat atau kebutuhan yang mendesak.

Para ulama, bahkan kaum muslimin, sepakat tentang haramnya riba, karena dalam al-Qur’an hal tersebut disebutkan secara tegas. ”Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah, 2: 275). Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang defenisinya, sehingga mereka pun berbeda pendapat tentang praktek perbankan konvensional, khususnya menyangkut bunga bank. Ada ulama yang membolehkannya dengan alasan bukan riba, dan ada juga yang menilainya riba.

Kita mengetahui bahwa banyak praktek perbankan dengan aneka jasa yang ditawarkannya. Bila anda berpendapat, bahwa bank tempat anda bekerja melakukan transaksi atas dasar riba, kemudian hati atau pikiran anda cenderung mengharamkan secara mutlak, maka dalam hal ini bekerja dan membantu terselenggaranya praktek riba itu, apapun bentuknya, adalah haram. Rasulullah SAW bersabda: ”Allah mengutuk pemakan riba dan pemberinya, penulisnya serta kedua saksinya.”

Karena itu, jika bank tempat anda bekerja hanya menawarkan jasa atas dasar riba itu saja, maka tentu saja keterlibatan anda bekerja di sana juga dinilai haram. Akan tetapi kalau hati anda masih ragu tentang hukumnya, karena perbedaan pendapat ulama seperti tergambar di atas, maka dalam keadaan semacam ini pun sebaiknya anda mencari tempat bekerja yang lain, kecuali jika anda tidak mendapatkan tempat kerja lain yang dapat menutupi kebutuhan hidup anda dan keluarga.

Ini sekali lagi bila bank tempat anda bekerja hanya menawarkan jasa atas dasar riba. Akan tetapi, jika ada jasa lain yang ditawarkannya dan jasa tersebut tidak haram, maka ini berarti bahwa bank tersebut mencampurkan antara uang halal dan haram. Percampuran uang halal dan haram ini membuka peluang untuk dibenarkannya bekerja di sana, apalagi bila uang tersebut tidak dapat dipisahkan.

Mufti Mesir yang kita kutip di atas, setelah mengutip kaedah-kaedah yang dikemukakan oleh ulama bermazhab Hanafi dan sebagian ulama Syafi’i, berkesimpulan bahwa apabila aktifitas satu bank bercampur antara yang halal dan yang haram, maka dalam keadaan seperti ini, tidak ada halangan untuk bekerja di sana (Syaikh Jad al-Haqq, Buhuts wa Fatawa Islamiyah fi Qadhaya Mu’ashirah, jilid II, h.746).
http://qadirgassing.uin-alauddin.ac....full&judul=252

Tentang Bank Syariah Indonesia yang Tidak Syariah
THURSDAY, 23 MAY 2013 AT 08:29

Dalam sebuah edisinya, Majalah pengusaha muslim Indonesia Edisi Telaah Kritis Perbankan Syariah, membahaa tentang kesyariahan Bank-bank Syariah di Indonesia saat ini umumnya. Pertanyaan yang diajukan adalah, apa benar Bank Syariah di Indonesia sudah memnuhi syariah Islam? Benarkah bank syariah butuh perubahan radikal? Kita banyak mengenal istilah Bank tanpa bunga, Bank tanpa riba atau Bank Syariah yang diindentikkan dengan bank yang berlandaskan Syariah Islam. Namun benarkah sudah Syariah bank yang mengatasnamakan syariah?

Ternyata ironis yang kita dapati, realitanya membuktikan masih banyak praktek bank syariah yang transaksinya tidak syariah. Bank syariah sebagai alternatif bagi umat islam untuk menjalankan sirkulasi dan aktivitas keuangannya menjadi sangat riskan tatkala harus bertabrakan dengan syariat Islam. Kita tahu penduduk Indonesia lebih dari 230 juta jiwa dengan mayoritas muslim membuat Indonesia berpotensi besar dalam membangun keuangan syariat di dunia. Lebih-lebih didukungnya semangat kesadaran kaum muslimin terhadap agamanya. Kekuatan ini seharusnya mampu mendorong penerapan sistem sesuai syariah secara kaffah.

Sayangnya, banyak pihak merasa skeptis dengan peranan bank syariah. Mereka menganggap bank syariah bukanlah agen untuk membumikan ekonomi syariah. Bahkan dalam banyak kasus terjadi transaksinya masih pincang dan menyalahi syariah itu sendiri. Disisi lain regulasi Bank Indonesia (BI), sebagai pengatur dan pengawas perbankan yang selama ini menaungi bank-bank konvensional, membuat bank syariah harus "tunduk" pada aturan main yang ada. Perubahan adalah kata yang paling tepat bagi masyarakat muslim. Baik perubahan secara radikal fundamental pada sistem Bank syariah sekarang. Terutama aspek pengawasan peraturannya.

Per 31 Desember 2013, fungsi pengawasan bank akan dialihkan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejak saat itu, BI hanya mengelola kebijakan moneter. Perubahan mendasar terkait pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan diharapkan dapat dilakukan oleh OJK dengan disahkannya Undang-undang no.21/2011 tentang OJK.

Peran OJK tidak hanya mengawasi dang mengatur sektor perbankan namun OJK juga akan bertugas mengawasi dan mengatur industri keuangan lainnya. Diantaranya lembaga keuangan non-bank (BMT, Koperasi Simpan Pinjam dll), pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lembaga keuangan lainnya. Tentu bukan tugas ringan OJK. Mampukah OJK menjadi motor penggerak bagi perubahan keuangan syariah? Ataukah sistem riba akan terus menggerogoti umat muslim? Wallahu a'lam
source

Apakah Bank Syariah Bebas dari Riba?
August 15, 2010

Tanya:
Assalaamu’alaikum wr wb. Ustadz, sebenarnya kita bisa ngejamin nggak sih kalo bank syariah itu bebas dari riba? Atau perputaran uangnya bebas dari riba? Segitu aja dulu ustadz. Jazakallah. (dari Fadhil IPB 0857 XXX)

Jawaban:
‘alaikumussalam wr wb
Jika persoalannya sekedar bebas dari riba, memang harus diakui perbankan syariah telah bebas dari praktik riba, yakni tidak menyertakan bunga dalam transaksi simpan maupun pinjam. Namun jika pertanyaannya adalah apakah perbankan syariah telah terbebas dari sistema kapitalisme yakni ideologi menjadi asas praktik perekonomian ribawi dalam suatu negara misal NKRI, maka jawabannya sama sekali tidak akan pernah bisa dilakukan atau terjadi terlebih keputusan suatu bank untuk membuka divisi syariah alias office channeling itu ternyata berdasarkan pertimbangan bisnis alias untung dan rugi atau paling tidak untuk memanfaatkan potensi pasar yakni umat Islam yang semakin sadar bahwa riba adalah haram. Inilah yang wajib disadari umat Islam bahwa eksistensi perbankan syariah tiada lain tiada bukan adalah manipulatif sekaligus kamuflase sehingga seolah Islam menghalalkan perekonomian kapitalisme. Lebih mengerikan lagi adalah dengan semuanya itu, umat Islam semakin jauh dan semakin menjauh dari Islam maupun kehidupan Islam dalam Khilafah Islamiyah. [Ust. Ir. Abdul Halim]
(source)

Kerja di Bank, Halalkah Penghasilan Saya?
Selasa, 9 Juli 2013 | 15:43 WIB



Pertanyaan:
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya bekerja di bank, di mana sebagian penerimaannya berasal dari bunga. Sementara, saya kerja di bagian edukasi. Apakah pekerjaan dan penghasilan saya tersebut halal? Mohon penjelasan.
Haryanti, 41 Tahun

Jawaban:
Waalaikumsalam.
Islam telah mengharamkan riba dengan dalil-dalil yang sangat kuat, seperti:

1. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 276, 278, 279, "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (276). Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (278). Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu ..." (279)

2. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Hakim, Rasulullah saw bersabda, "Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti mereka telah menyediakan diri mereka untuk disiksa oleh Allah."

Jabir bin Abdillah RA meriwayatkan dari hadits Muslim, "Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan hasil riba, dan dua orang yang menjadi saksinya." Dan Beliau bersabda, "Mereka itu sama."

Ibnu Mas'ud meriwayatkan dari hadits Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmizi, ”Rasulullah saw melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya, dan penulisnya."

Dalam riwayat Nasa’i disebutkan, "Orang yang makan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dan dua orang saksinya, jika mereka mengetahui hal itu–maka mereka itu dilaknat lewat lisan Nabi Muhammad saw hingga hari kiamat."

3. Kesepakatan para ulama antara lain:
a. Yang tergabung pada Lembaga Riset Islam Al-Azhar di Kairo tahun 1965
b. Lembaga Fiqih Islam OKI di Jeddah tahun 1985
c. Lembaga Fiqih Islam Rabithah Alam Islami di Mekkah tahun 1406 H
d. Keputusan Muktamar Bank Islam Kedua di Kuwait tahun 1983
e. Fatwa Mufti Mesir tahun 1989 telah menyepakati bahwa bunga bank adalah riba.

Dalil-dalil di atas tentu membuat hati orang-orang beriman yang bekerja pada bank-bank yang memakai sistem riba menjadi tidak tenang dan gelisah. Permasalahannya adalah sistem ekonomi kita masih menganut sistem riba. Sementara, di sisi lain, apakah kondisi seperti ini masih dianggap darurat (walau pun sudah mulai bermunculan bank-bank syariah).

DR Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa untuk memperbaiki kondisi seperti ini, tidak dapat diubah dan diperbaiki hanya dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktikkan riba. Tetapi, kerusakan sistem ekonomi ini hanya dapat diubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyarakat Islam.

Perubahan itu harus diusahakan secara bertahap sehingga tidak menimbulkan guncangan perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa. Artinya, kebolehan bekerja di bank konvensional hanya bersifat sementara (darurat).

"... tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Baqarah: 173).

Di samping itu tidak semua transaksi di perbankan tersebut haram, seperti penukaran mata uang, transfer, jasa penitipan di deposit box dan lain-lain.

Untuk kasus Ibu, yang terpenting adalah tekad yang kuat, ikhtiar, dan doa untuk berusaha terus menerus mencari pekerjaan yang lebih baik. Semoga Allah memberi jalan yang terbaik dan mudah untuk meraih kehalalan harta sehingga keberkahan menghiasi kehidupan sekeluarga.
http://nasional.kompas.com/read/2013...nghasilan.Saya

-------------------------------

Makan Riba atau Uang yang Berasal dari Bisnis yang Mempraktekkan Riba, Memang bisa bikin Pelakunya Menjadi Stress dan Setengah Gila!

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallahu ‘alahi wasallambersabda, “Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja”. (HR. Muslim dan Ahmad)

Hadits yang mulia ini menjelaskan secara tegas tentang keharaman riba, bahaya yang ditimbulkan bagi pribadi dan masyarakat, serta ancaman bagi mereka yang berkecimpung dalam kubangan dosa riba, sebab Rasulullahshallahu ‘alahi wasallam menyebutkan laknat bagi orang- orang yang bersyerikat di dalamnya.

Akibat dari dosa riba ini telah dirasakan oleh banyak kalangan baik muslim maupun non muslim, karena riba merupakan kezhaliman yang sangat jelas dan nyata. Sehingga wajar kalau Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallahu ‘alahi wasallam mengancam orang-orang yang telibat di dalamnya dengan berbagai ancaman. Di antaranya adalah dengan azab yang pedih, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Dan barang siapa yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah:275).

Allah subhanahu wata’ala juga menghilangkan keberkahan harta dari hasil riba dan pelakunya dicap melakukan tindakan kekufuran, sebagaimana firman-Nya, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”. (QS. Al-Baqarah:276)

Allah subhanahu wata’ala memerangi riba dan pelakunya, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS. Al-Baqarah:279)

Selain ancaman dari Al-Qur’an di atas, Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam juga menjelaskan bahaya riba dan sekaligus mengancam pelakunya, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits Jabir di atas.

Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam juga bersabda, “Jauhilah tujuh dosa besar yang membawa kepada kehancuran,” lalu beliau sebutkan salah satunya adalah memakan riba. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits yang lain Nabi shallahu ‘alahi wasallam mengancam pelaku riba dengan lebih tegas, beliau bersabda,
“Dosa riba memiliki 72 pintu, dan yang paling ringan adalah seperti seseorang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (Shahih, Silsilah Shahihah no.1871)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Hakim dan dishahihkan oleh beliau sendiri, dijelaskan, “Bahwa satu dirham dari hasil riba jauh lebih besar dosanya daripada berzina 33 kali”. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dengan sanad yang shahih dijelaskan, “Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari hasil riba dan dia paham bahwa itu adalah hasil riba maka lebih besar dosanya daripada berzina 36 kali”.


emoticon-Sorry

-----------------------------

Cari saja pekerjaan yang jelas, tidak meragukan iman ente. Sebab, kaidahnya itu adalah, bila sesuatu itu tidak jelas halal-haramnya (subhat), lebih baik dihindari saja untuk amannya! Bumi Allah itu luas, tidak sesemopit daun kelor.


emoticon-Sorry
Diubah oleh as4madun 27-10-2013 07:38
0
44.5K
206
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan