ixan17Avatar border
TS
ixan17
Menuju Satu Abad Sang Pahlawan Nasional, KH. Noer Alie
Menuju Satu Abad Sang Pahlawan Nasional

Singa Karawang - Bekasi

KH. Noer Alie

1914 – 2014 M


Quote:


Masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat Kabupaten Bekasi patut berbangga dan bersyukur. Karna di Kampung Ujung Malang atau kini disebut Ujung Harapan. Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Pada satu abad yang lalu atau pada tahun 1914 telah lahir seorang anak laki–laki dari pasangan Anwar bin Layu dan Maimunah binti Tarbin. Seorang anak yang diberi nama Noer Alie.

Noer Alie adalah seorang anak yang mempunyai semangat belajar yang sangat tinggi, dan mempunyai cita–cita yang sangat mulia. Menurut cerita yang berkembang, Noer Alie ketika usia kanak–kanak pernah ditanya tentang cita–cita yang ingin ia capai. Dan ketika ditanya soal hal tersebut, Noer Alie menjawab “Menciptakan Perkampungan Surga.” Sungguh ini merupakan cita–cita yang sangat mulia.

Selain itu, sejak kecil salah satu kelebihan Noer Alie dalam hal kepemimpinan sudah tampak, hal tersebut terbukti ketika Noer Alie kecil bermain dengan teman–temannya. Ia selalu ingin tampil sebagai orang yang pertama, tidak mau yang kedua apalagi yang terakhir.

Pada usia 7 tahun Noer Alie belajar pada Guru Maksum di Kampung Ujungmalang Bulak. Pelajaran yang diberikan mengenai pengenalan dan mengeja huruf Arab, menghafal dan membaca Juzz-amma, serta ilmu – ilmu Islam lainnya.

Beranjak ke usia 9 tahun, Noer Alie belajar pada Guru Mughni di Kampung Ujungmalang. Di sini Noer Alie diberikan pelajaran alfiah atau tata bahasa arab, Al-Qur’an, tajwid, nahwu, tauhid, dan fiqih. Noer Alie termasuk murid yang pandai dan cerdas, serta murid yang tekun. Terbukti ketika dia mampu menghafal lebih awal seribu bait kaidah bahasa arab atau alfiah.

Pada 1931 Noer Alie mondok dikampung muara, kelender. Ia belajar dengan Guru Marzuki. Setelah itu, pada tahun 1934 Ia melanjutkan belajarnya ke kota Makkah, Saudi Arabia. Selama di Tanah Suci, Ia belajar dengan Syeikh Ali Al-Maliki, Syeikh Umar Hamdan, Syeikh Ahmad Fatoni, dan Syiekh Abdul Zalil.

Setelah kurang lebih 6 tahun Noer Alie menuntut ilmu di Makkah. Akhirnya pada tahun 1940 ia kembali ke tanah air, kembali ke kampung yang ia cita-citakan untuk menjadi Kampung Surga, yaitu Ujung harapan. Tak lama kemudian, ia mendirikan madrasah dan menikah dengan Siti Rahmah binti Mughni. Siti Rahmah adalah anak dari Gurunya Noer Alie ketika ia belajar pada usia 9 tahun, yaitu Guru Mughni.

Ketika Noer Alie kembali ke tanah air. Dia tak hanya diam begitu saja ketika tanah air yang ia cintai dijajah oleh bangsa lain. Setelah Noer Alie ikut hadir pada rapat raksasa di lapangan Ikada (sekarang lapangan monas) yang di adakan pada 19 September 1945. Noer Alie membuka jaringan perjuangan yang lebih luas, baik di Bekasi maupun Jakarta. Jaringan itu pula yang membuatnya di kenal banyak orang. Sampai-sampai, orator Soetomo (Bung Tomo) dalam beberapa kali siaran di radionya, di Surabaya, Jawa Timur. Bung Tomo menyebut dan menyapa Noer Alie dengan sebutan “Kiai Haji”. Sejak saat itulah di depan nama Noer Alie tersandang Kiai Haji (KH).

Pada bulan November 1945 KH. Noer Alie membentuk Laskar Rakyat, dan saat itu pula proses belajar-mengajar di fakumkan selama revolusi berlangsung. Beriringan dengan hal tersebut, KH. Noer Alie mengeluarkan fatwa wajib berjuang melawan penjajah secara fisik. Dalam waktu singkat KH. Noer Alie mampu menghimpun 200 orang untuk dilatih dasar-dasar kemiliteran oleh Tentaran Keamanan Rakyat (TKR) Bekasi dan Jatinegara. Sedangkan KH. Noer Alie melatih mental dan rohani pasukannya dengan cara berpuasa selama tujuh hari di masjid Ujungmalang. Selama itu pula KH. Noer Alie mengajarkan doa hizbun nasr, wirid, ratibul haddad, shalat tasbih, shalat hajat, dan shalat witir. Prajurit yang lulus diberi ijazah berupa simbol lempengan kaleng ukuran kecil berlatar bendera merah putih dan bertuliskan kalimat Laa ilaha illa-Allah, Muhammadur-Rasulullah.

Pada 29 November 1945 terjadi pertempuran sengit di Pondok Ungu antara pasukan KH. Noer Alie dengan Sekutu-Inggris. Peristiwa ini dikenal dengan Pertempuran Sasak Kapuk, karena terjadi disekitar jembatan Sasak Kapuk, Pondok Ungu.

Akhir 1945 KH. Noer Alie ditunjuk sebagai Komandan Batalyon III Hizbullah Bekasi oleh Komandan Resimen Hizbullah Bekasi, Angkut Abu Ghozali.
Pada agresi militer Belanda I KH. Noer Alie tidak aktif dimiliter. Agresi tersebut terjadi pada tanggal 21 juli 1947. Saat itu pertahanan republik indonesia porakporanda mulai dari Bekasi, Tambun, Cikarang, Karawang, sampai Cikampek. Dengan adanya kejadian tersebut, jiwa juang KH. Noer Alie terpanggil kembali untuk mempertahankan tanah air yang ia cintai. Selanjutnya, KH. Noer Alie mengatur strategi untuk meningkatkan moral republik. Maka, KH. Noer Alie menghimpun orang-orang kepercayaannya untuk melakukan musyawarah darurat di Wadas, Karawang.



Hasil musyawarah tersebut memutuskan untuk menyusun kembali kekuatan, melakukan perlawanan bersenjata, dan membangkitkan serta merawat moral rakyat. Bentuk perlawanannya adalah melakukan gerilya, perang urat syaraf, dan propaganda. Musyawarah tersebut pun memutuskan agar KH. Noer Alie harus meminta pandangan dari Panglima Besar Jenderal Soedirman di Yogyakarta. Ketika pasukan Belanda sudah sampai dikosambi, Karawang. KH. Noer Alie bersama lima anak buahnya berangkat menuju Yogyakarta menggunakan kereta api.

Setibanya di Yogyakarta, rombongan KH. Noer Alie mencoba menemui Jenderal Soedirman. Namun ketika itu Jenderal Soedirman tidak ada ditempat. Akhirnya KH Noer Alie diterima oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, selaku wakil Jenderal Soedirman. Pada kesempatan itu KH. Noer Alie menceritakan tentang keadadan Jakarta Timur dan Jawa Barat yang telah porakporanda. Mendengar cerita KH. Noer Alie, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo memerintahkan KH Noer Alie untuk melakukan perang gerilya, dengan menggunakan nama pasukan seperti badan-badan perjuangan, tidak menggunakan nama TNI.

Setelah mendapat perintah untuk menyusun pasukan, KH Noer Alie bersama rombongan kembali ke Karawang dan Bekasi. Saat itu, mereka berjalan kaki. Karna pada saat itu sarana transportasi kereta api atau pun jalan raya sudah dikuasai Belanda.



Setelah sampai di Karawang dan Bekasi, KH Noer Alie melakukan konsolidasi dengan sisa pasukannya yang tercerai-berai selama dua bulan. Hasilnya, pada September 1947 mereka mendirikan organisasi gerilya yang diberi nama Markas Pusat Hizbullah-Sabilillah (MPHS) Jakarta Raya.

Tidak lama kemudian, MPHS mampu membuat empat Kompi pasukan, masing-masing kompi dipimpin oleh satu orang. Dalam catatan Ahmad Muhajir selaku kepala staf perlengkapan. Ia mencatat seluruh pasukan dan staf MPHS berjumlah 866 orang. Dan senjata yang dimiliki terdiri dari 10 Karabijn Jepang, 12 Envil, 1 Bren, 1 Stand-gun, ratusan golok dan bambu runcing.
Untuk menunjukkan bahwa pertahanan republik masih eksis, MPHS melakukan perang urat syaraf. Saat itu KH Noer Alie memerintahkan pasukan bersama masyarakat di Tanjung Karekrok dan Rawa Gede, Karawang. KH Noer Alie memerintahkan untuk membuat bendera merah-putih ukuran kecil yang terbuat dari kertas minyak.

Atas perintah KH Noer Alie untuk membuat bendera merah-putih. Akhirnya para pasukan dan masyarakat mampu membuatnya hingga ribuan bendera, lalu bendera tersebut ditancapkan di setiap pohon dan rumah penduduk. Hal ini di lakukan semata-mata untuk membangkitkan moral rakyat, bahwa ditengah-tengah kekuasaan Belanda masih ada pasukan yang melakukan perlawanan. Aksi ini membuat Belanda terperangah dan marah. Belanda mengira aksi tersebut dilakukan oleh TNI, Belanda pun langsung mencari Lukas Kustaryo. Namun Lukas tak di ketemukan, hal ini membuat Belanda marah dan membunuh sekitar 400 orang warga sekitar Rawa Gede. Peristiwa ini dikenal dengan Peristiwa Rawa Gede, peristiwa tersebut terkenal dalam laporan De Exceseen Nota Belanda. Atas peristiwa pembantaian itu, citra Belanda kian terpuruk, karena telah melakukan tindakan pembunuhan keji terhadap penduduk yang tidak berdosa.



Pada 10 Januari 1948 Wakil Residen Jakarta dari pihak republik, Mohammad Moe’min, mengangkat KH. Noer Alie sebagai Koordinator (Pejabat Bupati) Kabupaten Jatinegara. Yang pada saat itu Kabupaten Jatinegara dikosongkan Bupatinya, Rubaya, yang berpihak kepada Negara Pasundan. Namun jabatan pemerintahan yang seharusnya dimulai 15 Januari tidak berlangsung lama, karena terjadi perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang mengharuskan tentara Indonesia di Jawa Barat hijrah ke Jawa Tengah dan Banten. KH Noer memilih hijrah ke Banten bersama 100 pasukan.

Pada 1949 KH Noer Alie memilih berjuang dilapangan sipil, ia diminta Mohammad Natsir untuk membantu tugas-tugasnya sebagai anggota delegasi Republik Indonesia Serikat di Indonesia dalam konferensi antar Indonesia-Belanda.

Januari 1950, KH Noer Alie menhimpun teman dan anak buahnya di Bekasi dan Cikarang. Maksud KH Noer Alie menghimpun teman dan anak buahnya adalah untuk membentuk Panitia Amanat Rakyat. Panitia mampu mengumpulkan 25 ribu rakyat Bekasi dan Cikarang. 17 Januari 1950 di alun-alun Bekasi, mereka mendeklarasikan resolusi, salah satu deklasisinya berisi menyatakan menyerahkan kekuasaan pemerintahan Federal kepada Republik Indonesia. Bersama Lukas Kustaryo, KH Noer Alie menuntut agar nama Kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi. Hasilnya, pada 15 agustus 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi dan selanjutnya Bekasi dimasukkan ke dalam wilayah Jawa Barat.

Pada 19 April 1950 KH Noer Alie terpilih sebagai Ketua Masjumi Cabang Jatinegara dan Wakil Ketua Dewan Pemerintah Daerah Bekasi (1950-1956). Di Ujungmalang, KH Noer Alie mengaktifkan pesantrennya dengan SRI sebagai lembaga pertamanya.

Pada 1953 KH Noer Alie membentuk organisasi pendidikan yang diberi nama Pembangunan Pemeliharaan dan Pertolongan Islam (P3) yang dijadikan induk bagi SRI, pesantren, dan sosial.

Tahun 1958 ia terpilih sebagai anggota Dewan Konstituante, menggantikan Sjafruddin Prawiranegara yang mengundurkan diri. Dan tahun 1960-an KH Noer Alie aktif menghadang gerakan PKI. Ia pun aktif memberantas PKI 1965.

Tahun 1966, KH Noer Alie mengaktifkan Majlis Ulama Jawa Barat. Hal tersebut yang menjadi inspirasi pemerintah pusat mendirikan Majlis Ulama Indonesia.
Di usia senjanya, KH Noer Alie bersama Bupati Bekasi Suko Martono mendirikan Yayasan Nurul Islam, yang salah satu programnya adalah membangun gedung Islamic Centre Bekasi.

Pada 29 Januari 1992 KH Noer Alie wafat dirumahnya, meninggalkan kampung yang ia cintai berserta masyarakat yang Mencintainya. Kampung Surga, Kampung Ujung Harapan. 78 tahun akhir masa pengabdiannya, pengabdian terhadap Rabb-Nya, Agama, dan Bangsa. (1914-1992).
Atas jasa dan pengorbanannya, KH Noer Alie di anugrahi gelar Pahlawan Nasional dan bintang Mahaputra Adipradana oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Penganugerahan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 085/T/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006. Penganugerahan ini diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui seorang putra KH Noer Alie, KH. M. Amin Noer, MA. Dalam rangka Hari Pahlawan di Istana Negara, Jakarta. Kamis, 9 November 2006.


Sumber tulisan, KH Noer Alie Kemandirian Ulama Pejuang, Bekasi : yayasan Attaqwa 2006. Ali Anwar

Quote:


JIKA BELUM PUAS

Quote:


Quote:
0
3.3K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan