Jakarta, 13 Dzulqa’idah 1434/ 19 September 2013 (MINA) - Pengamat sosial politik dari Fakultas Ilmu Sosial & Politik Universitas Indonesia, Prof. Dr. Arbi Sanit mengungkapkan, secara kultural Miss World mencerminkan budaya masyarakat Indonesia yang mulai rapuh.

"Pro kontra terhadap Miss World sangat bermuatan politik kekuasaan, tidak semata-mata berorientsi moral semata," kata Arbi kepada wartawan MINA (Mi’raj News Agency) dalam sebuah Diskusi Budaya di Jakarta (19/9).

Arbi menilai Miss World 2013 di Bali mengandung unsur positif dan juga negatif bagi bangsa Indonesia.
"Upaya penolakan oleh majelis ulama dan ormas Islam sudah tepat. Namun, karena Indonesia negara demokratis yang mengayomi semua kepentingan warganya, semua pihak harus menahan diri dan saling menghormati," ujar Arbi.

Meski mendapat desakan dari kalangan umat Islam, pemerintah Indonesia tetap memberikan ijin penyelenggaraan Miss World 2013 di Nusa Dua, Bali.
Sementara itu, Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto mengaktakan bahwa penyelenggaraan Miss World 2013 di Bali merupakan penghinaan terhadap wanita karena mengeksploitasi wanita untuk kepentingan kapitalisme dan liberalisme.

"Secara kodrat, wanita harus dihormati, Miss World cenderung kebablasan menggunakan makna kebebasan berlandaskan HAM," ujar Yusanto.

Yusanto menilai saat ini budaya di masyarakat Indonesia sudah lepas kendali sehingga konten pornografi bersebaran. Selain itu, batasan kebebasan menjadi tidak jelas dan liberalisasi menjadi primadona.

"Umat Islam terus bergerak melawan dan menolak Miss World walau pun ada dan tidak adanya penolakan, penyelenggaraan Miss World tetap berjalan," ungkap Yusanto.

Ketika ditanya tentang penyelenggaran Muslimah World sebagai tandingan Miss World, Yusanto menilai hal tersebut kurang tepat karena batasan penilaian sangat subyektif. Dia juga menghimbau jika wanita memiliki potensi maka lebih baik membuka lapangan kerja bukan menyelenggarakan ajang kecantikan seperti itu. (L/P010/P02)

Mi’raj News Agency (MINA)