"Maaf, telat sepuluh menit..." Sapa ku kepada seorang perempuan yang sedang duduk menempati sebuah meja di sebuah coffee shop.
"Janji pertama aja udah telat, gimana yang nanti-nanti..."
Namanya Ola, tapi aku memanggilnya Vee. Ya, Ola itu nama yang ia sebutkan ketika kami berkenalan, namanya aslinya adalah Viola, karena itu aku memanggilnya Vee. Perempuan yang cerdas, dan selalu terlihat ceria, cocok dengan warna kulitnya yang putih bercahaya, jangan bayangkan putih bercahaya itu seperti lampu yang ada di rumahmu, itu hanya sebutan warna putih untuk kulit, itu beda. Iris matanya berwarna hitam kecoklatan, hidung mancung, bibir tipis berwarna merah muda natural, dan rambutnya yang sepanjang bahu dengan sedikit bergelombang membuatnya terlihat sangat cantik, cocok untuk diberi label 'future wife'. Sayang, dia sudah punya kekasih.

"Ya, mau gimana lagi... tadi hujan, jadi aku berteduh dulu, tambah lagi jalanan yang macet..."
"jangan jadiin hujan sebagai alesan, kalo diliat dari tempo waktu nya aja udah nggak pas, apalagi macet, macet nya itu cuma mempertegas kebohonganmu aja... Apa mau ku jelasin rinciannya ?"
Perempuan yang menurutku sotoy, tapi selalu benar. Dia selalu saja bisa mematahkan kebohonganku, aku sendiri juga heran, ku kira orang seperti Sherlock Holmes itu cuma fiktif, tapi faktanya aku sedang bersama orang yang seperti Holmes.

"Iya deh, nggak perlu dipanjangin... Aku emang udah telat sejak aku dirumah." Kuceritakan kejadian di halte saat aku berteduh tadi, dia hanya tersenyum simpul mendengarkan ceritaku yang kupikir memang sedikit aneh.
"Oh, jadi kamu udah ketemu adikku ya..."
"ha ? adik ?" Aku terkejut mendengar hal itu darinya. Memang, aku sudah cukup lama mengenalnya, tapi tiap kali bertemu, kami hanya membahas sesuatu yang bisa dibilang hobi kami saja.
"Iyaaa... kalo dari cerita kamu tadi, itu soal punya adikku, aku udah nanya dia, soal setiap anak itu nggak sama. Aku sengaja nggak kasih tau dia, biar dia mandiri, tapi aku udah siapin kalkulator buat jaga-jaga kalo dia masih belum bisa." Sambungnya sambil menarikan jarinya di atas keyboard netbook.
"Ini kakak adik sama aja, ya... " Gumamku sambil merogoh handphone di kantong.
"Gimana ? udah dapet clue baru belum ?" Vee menghentikan kontak jari dengan netbooknya, tatapannya menjadi sedikit tajam, menatap ke arahku ketika melontarkan pertanyaan itu. Ah, aku tak tahan bertatapan muka dengannya, segera kupalingkan wajahku dan ku arahkan pandanganku ke sebuah smartphone di genggamanku.
"Ada nih, tapi tetep aja masih kurang jelas..." Kusodorkan smartphone ku kepadanya.
"hmmm.... coba kita lihat lagi soal dari Jezz." Vee kembali bermain dengan netbooknya, mencari sesuatu.


"Hmmm... Aku udah tau siapa dia, tapi tetep aja masih bingung..." Ucap Vee pelan, sambil menghela nafas, lalu menggembungkan kedua pipinya, membuatnya terlihat imut. Ah, bukan itu maksudku. Itu adalah case yang sedang kami diskusikan. Oh iya, kami sedang mengikuti sebuah kompetisi yang sponsorii oleh sebuah perusahaan ternama, yang diadakan di sebuah forum online, Salah satu persyaratan untuk mengikuti kompetisi ini adalah dengan membentuk sebuah tim yang dalam satu tim terdiri dari dua orang. Beruntung, aku bisa satu tim dengan Vee, kalau mau diskusi seharian pun nggak masalah, kalau sama dia. Ah, maaf, maksudku, kebetulan aku mendapatkan partner yang satu daerah denganku, jadi lebih enak kalau mau berdiskusi langsung.
"Jangan ngelamun, ih!" Celetuk Vee memecahkan bayangan indahnya yang baru saja melintas di ruang khayalku.
"Eh ? nggak kok, aku lagi mikir juga nih..."
"Mikir sama ngelamun itu bedaaa!! Orang mikir itu biasanya matanya nggak bisa diem, sedangkan kamu tadi," "maaf, ini pesananya...." Seorang waitress memotong kalimat Viola Holmes, dan meletakkan secangkir cappuccino, secangkir coklat hangat dan sepotong kue yang kuduga berukuran 1/8.
"Ah, aku emang lagi mikir, kok, tadi... Minjem pena sama buku bentar.." Dengan wajah penasaran, Vee mengambil buku dan pena dari tasnya.



Sebelum ku jelaskan pada Vee, adakah yang bisa menjawab soal dari jezz itu ?