mexess2013Avatar border
TS
mexess2013
Menelisik Jejak CIA di Permesta

[I]Foto: Batalyon H Permesta. (foto: koleksi bodewyn talumewo)

TAK banyak masyarakat yang tahu soal adanya keterlibatan 'orang luar' dalam perjuangan Permesta. Sejumlah pihak terkesan menutup rapat aroma itu. Namun beberapa data mengungkap bagaimana Amerika Serikat (AS) melalui CIA (Central Intelligence Agency)-nya ikut ambil bagian dalam perlawanan masyarakat daerah terhadap pemerintah pusat tersebut. Selama pergolakan, banyak agen organisasi yang bergerak di bidang pertahanan keamanan AS ini ikut bergeriliya di wilayah Sulawesi Utara.

Sejarawan Minahasa Bodewyn Talumewo mengungkapkan, bantuan CIA terhadap Permesta dalam berbagai hal, termasuk persenjataan perang. “Senjata pasukan Permesta itu boleh dikata 90 persen dari CIA. Itu termasuk pesawat berbagai jenis, instruktur untuk melatih perang, pilot, intelejen, kombat. Tertangkapnya pilot CIA Allen Pope pada 18 Mei 1958, salah satu bukti,” terang sejarahwan yang intens meneliti tentang Permesta ini

“Orang-orang CIA yang masuk ke tubuh Permesta tak semuanya warga negara Amerika. Sebab ada juga yang didatangkan dari Filipina dan Taiwan,” tambahnya.

Selain ahli di bidang militer, ada juga tenaga ahli lain yang diperbantukan CIA. “Ada juga tenaga-tenaga dosen seperti untuk Universitas Permesta. Ada ilmuwan-ilmuwan yang berkompetensi dalam bidang kesehatan, biologi dan kimia. Itu semua diberikan secara gratis,” kata Bodewyn.

Para agen CIA masuk ke wilayah Sulawesi Utara melalui jalur udara maupun laut. “Rata-rata meraka menggunakan pesawat dan masuk melalui pangkalan udara Angkatan Laut Amerika di Subic Filipina kemudian mendarat di Mapanget. Ada juga sebagian yang masuk melalui laut,” jelasnya.

BERJUMPA AGEN CIA DI SINGAPURA
Phill Sulu, mantan tentara Permesta dari Batailon Tarantula mengungkapkan, pimpinan Permesta Ventje Sumual usai mengikuti pertemuan dengan sejumlah petinggi militer PRRI di Padang awal tahun 1958, memutuskan harus ke luar negeri untuk mencari senjata. “Di Singapura waktu itu ada agen perjuangan bernama Wantania. Ia bertugas sebagai pencari dan penyandang dana. Dia juga yang mempersiapkan semua kebutuhan perjalanan Sumual ke luar negeri, termasuk mempertemukannya dengan orang Amerika yang diduga agen CIA,” jelas wartawan senior yang juga pendiri organisasi Pemuda Pancasila ini.

Proses negosiasi dengan pihak Amerika berjalan mulus. Tak berapa lama, Sumual sudah membawa senjata ke Manado. “Dari Singapura Sumual ke Tokyo. Cari senjata sekalian berusaha ketemu Presiden Sukaro. Karena proses di Jepang berbelit-belit, ia kemudian ke Filipina. Usai kontak dengan AS, dari Subic ia sudah terbang ke Manado dengan pesawat jenis Dakota yang penuh dengan senjata jenis senapan mesin kaliber 12,7,” jelas Sulu.

Sang pelaku, almarhum Ventje Sumual sendiri tahun 2007 di Tomohon pernah mengisahkan, dari Padang Sumatera Barat, ketika itu ia bersama Soemitro Djojohadikusumo (ayah Prabowo Subianto, red), Kapten Arie Supit dan Letnan Tema, dijempuat perwakilan badan perdagangan luar negeri Permesta, Nun Pantouw ke Singapura. “Saat berada di restoran, datang beberapa orang Barat yang diperkenalkan Soemitro. Sejak semula saya tahu mereka agen rahasia jadi saya tahu nama mereka pasti bukan sebenarnya. Tapi kalau tidak salah ia menyebut nama Fischer,” aku Sumual.

“Kami mencari senjata dan tiba-tiba mereka menawarkan senjata. Kebetulan sekali. Nun dan Semitro ternyata sudah berhubungan dengan mereka sebelumnya. Dengan bersemangat saya kemudian menyebut satu per satu mesin perang yang kami butuhkan. Saat saya tanya berap total harganya, mereka bilang ‘free’. Wah saya senang sekali,” kata Sumual.

Bagi Sumual, sebagai pemimpin manajemen perang, ini adalah keuntungan. Target ideal perang adalah menang. Jadi faktor apapun yang bisa menunjang kemenangan harus diambil. “Soal ‘intervensi asing’, apa bedanya dengan pihak ‘sebelah’ yang juga semakin intens dikendalikan komunisme internasional. Hanya karena media massa dikuasai mereka sehigga unsur ‘campur tangan asing’ di pihak kami, yaitu Amerika, yang diheboh-hebohkan. Padahal KGB (agen rahasia Uni Soviet), jauh lebih agresif kerjanya tapi tidak diungkap,” ketus Sumual.

Sejumlah data menyebutkan, sosok penting yang bertemu dengan Sumual di Singapura tersebut sebenarnya adalah James Foster Collins, seorang kepala kantor CIA. PerjuanganPermesta yang ‘anti komunis’ secara langsung disokong oleh Amerika Serikat dan para pentolannya, agen-agen CIA yang menyamar di Sulawesi Utara. Dalam ketegangan Blok Timur (Uni Soviet dan sekutu) dan Blok Barat (AS dan sekutu), diketahui AS memang intens melakukan pengaruh untuk menghadang penetrasi komunis ke wilayah Asia Tenggara.

ILMUWAN CIA PEMBUAT KINA
Pengakuan menarik diungkapkan, seorang pejuang Permesta yang sering mendapat tugas penting untuk menjemput persenjataan yang disuplai CIA ke Sulawesi Utara, Yus Pangemanan. Ia menjelaskan, tahun 1957 (sebelum keberangkatan Sumual ke Singapura), ia sudah berjumpa dengan seorang agen CIA di Minahasa.

“Namanya Ir Ngui Sun Kie. Anaknya tiga dan satu meninggal tahun 1958 di Minahasa. Satu bernama Tino kimpoi dengan orang Amurang dan tingal di dekat jembatan Ranoyapo. Ia kemudian balik ke Medan tahun 1963 karena istrinya di sana dan meninggal di Medan,” terang Pangemanan.

Anggota Kompi Combat Langi ini menjelaskan, Ngui Sun Kie memiliki peran penting dalam Permesta. “Ia seorang ilmuwan asal Taiwan. Ketika bergolak tahun 1958, ia sempat bekerja di perkebunan karet Tiniawangko Minahasa Selatan. Di sana ia dibantu beberapa orang Minahasa, membuat kina sehingga banyak tentara Permesta tidak dibunuh malaria. Ia juga membuat sabun dan berbagai hal, termasuk bahan bakar dari karet untuk kendaraan Permesta,” papar Pangemanan.

“Saya kenal baik dengan keluarganya. Selesai bergolak kami bahkan sempat ke daerah Kotabunan kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan mendirikan pabrik sabun. Sampai ia kembali ke Medan,” imbuh pria 77 tahun yang menguasai beberapa bahasa asing ini.

AGEN-AGEN CIA BERDARAH SULUT
Sebelum perang saudara Permesta berkecamuk, sudah banyak agen CIA yang beroperasi di wilayah Sulawesi Utara. Hal itu diungkapkan veteran Permesta, Buang Politton. Kepada Media Sulut, ia bahkan mengakui mengenal beberapa kawan dekat yang merupakan agen CIA.

“Anak saya mengatakan, ia membaca buku yang berjudul ‘Legacy of Ashes, the history of the CIA’. Ia heran karena banyak nama-nama agen rahasia yang disebutkan di situ bermarga Minahasa. Saya katakan, nda usah heran,” celetuknya.

Semenjak muda, pria 76 tahun ini mengakui mengenal seorang kerabat yang telah menjadi agen CIA. “Dia orang Tondano. Dulu sering di luar negeri. Kamipun tak tahupekerjaannya apa. Akhir-akhir kemudian kami tahu dia ’agen Amerika’. Dari dia kemudian ketahuan ternyata banyak orang Sulut yang jadi agen Amerika. Mungkin hingga sekarang ada,” selorohnya.

Sumber : http://manadoexpress.com/berita-1833...-permesta.html
Diubah oleh mexess2013 05-09-2013 02:55
0
5K
11
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan