yakilAvatar border
TS
yakil
Gan bagus gak?
"Semua memang indah pada waktunya" itu lah kata-kata yang ku ingat selama aku berlari kedalam hutan yang gelap di penuhi semak-semak yang menyayat kulit ditambah dengan hujan yang sedikit gerimis membuatnya semakin terasa sulit, sesekali aku terpeleset namun aku tak mengurangi kecepatan berlariku walaupun nafas terengah-engah aku tetap berlari, aku juga merasa aku mendapatkan keajaiban karena aku yang jarang berolahraga dapat berlari sejauh dan secepat ini, mungkin keterbatasan yang ku miliki lebur oleh takut ku yang teramat sangat.
Dia terus memanggilku dengan "bocah kecil" namun aku tidak perduli aku sama sekali tidak mau melihat ke belakang. aku tidak mau melihat wajahnya. Aku terus berlari menghantam semak, luka semakin banyak, perih terus terpahat disetiap sayat. Tiba-tiba langkahku begitu ringan tak lagi kurasa aku berpijak ditanah sampai 2 hingga 3 langkah ku tetap melayang dan langkah ku berpijak pada sesuatu yang sangat lembek, encer dan hingga tersadar aku itu air, air yang tenang namun terus berjalan dengan tenang.
Tenggelam semua badanku, tak beraniku angkat wajahku hingga aku merasa aku sudah mengalir jauh bersama sungai dingin yang menusuk hingga ketulang. Dingin sekali, betul-betul meredakan rasa takut, memberi rasa aman, sesekali kuminum air sungai itu untuk melepas dahaga yang membuat kemarau tenggorokan.
Ku angkat kepala ku untuk menghirup udara. Udara di luar pun menyiksa hidung dengan dinginnya, rasa dinginnya menyentuh isi kepala hingga aku mengingat apa yang harusnya terjadi bila aku tidak membantah
"Semua indah pada waktunya"
Gadis cantik itu memintaku untuk tidak datang kerumahnya malam ini karena dia sedang membantu ayahnya bekerja sedangkan aku mengabaikan tugasku yang harusnya kuselesaikan malam ini, lalu aku bersantai. Namun, yang lebih memilukannya lagi. Dia tidak tahu aku mau datang ke rumahnya untuk memberi kejutan sehingga pengorbanan romantis ini berjalan sia-sia dan hampir memudarkan nyawaku yang ku rasa sangat berharga.
"Aku betul-betul menyesal"
Aku tak lagi hanyut di sungai itu karena jembatan kecil yang menyelesaikan semua pikiranku tentang ini, aku naik ke jembatan itu dengan air berhamburan dari baju dan celanaku sehambur pikiranku tentang semua ini. Aku pun merencanakan untuk mencari jalan raya dan pergi pulang ke rumah dengan mencari tumpangan tapi terbesit dalam otakku bila yang kutumpangi adalah orang yang mengejarku maka aku akan, aku langsung memudarkan pikiranku sambil memutarkan kepalaku kekanan dan kekiri dengan cepat beberapa kali. Akhirnya, aku mengurungkan niatku dan memutuskan berjalan di pinggir jalan raya dan bila ada bus maka aku akan memberhentikannya.
Rencanaku berjalan dengan baik karena ada bus terakhir yang masih dapat mengantar pulang ke rumah yang hangat dan akan menjadi semakin hangat dengan selimut bulu kesayangan ku.
Sesampainya dirumah aku mengganti pakaianku yang basah dan aku mandi dengan air hangat. Air itu menghangatkan ke seluruh lapisan kulit yang membeku oleh dingin yang membuat kaku. Selesai mandi aku memakai piama tanpa pakaian dalam dan masuk ke dalam kedalam selimut kesayangan di atas tempat tidur yang empuk dan tenggelam dalam tidur yang dalam.
Tidur yang dalam berjalan beberapa jam namun tidur itu menjadi gelisah, tak nyaman dan sedikit susah, perlahan ku buka kelopak mata ku. Aku merasa tidak membuka pintu sebelum aku tidur. Aku juga sendiri di rumah. Dalam keadaan yang masih kabur aku melihat sesosok bayangan hitam dengan tinggi sekitar 190cm bayangan hitam itu lama kelamaan bayangan itu berbentuk badan manusia kemudian bayangan hitam itu menjadi lebih timbul dan bentuk badan manusia semakin jelas hingga bisa dibedakan antara antara badan dan lengan tidak seperti sebelumnya hanya kepala dan badan yang seperti orang berjubah. Bayangan hitam itu semakin dekat, rasa takut mulai muncul di benakku, memori tentang yang ku alami beberapa jam yang lalu terulang lagi, bibirku bergetar bak orang yang kedinginan dan merambat hingga keseluruh badan bahkan aku bisa merasakan batang otakku seolah-olah bergetar. Aku bingung harus beranjak dari selimut kesayangan atau berdiam di dalamnya.aku tak tahu bagaimana dia mendapatkan kapaknya yang khas dimana bagian bawahnya bercabang dua hingga pegangan kampak itu itu berbentuk seperti huruf Y. Melihat kapak itu aku bukan hanya bangun dari tidurku namun aku langsung berdiri di atas tempat tidurku yang empuk dimana sangkin empuknya kakiku tenggelam beberapa cm ke dalamnya. Memori tentang kejadian yang ku alami tadi kini sempurna terlihat. Laki-laki dewasa dengan tinggi badan 190cm, jaket jeansnya yang kini sudah terlihat sejelas kapak Y, ada di rumah ku. Mataku betul-betul tebelalak, kaku lidahku untuk berteriak. aku berusaha melihat wajahnya namun terlalu gelap hanya kakiku yang ringan lagi aku merasa mukjizat itu hadir kakiku menjadi ringan dan aku memutuskan untuk lari. Aku memulai langkah dengan kaki kanan cepat sekali aku berlari ke arah pintu yang berada di sebelah kanannya, aku hampir melewatinya dan sekarang aku betul-betul berada di sampingnya, aku mengakat kepalaku untuk melihat wajahnya dia juga melihat wajahku namun wajahnya tetap tak terlihat karena gelap memakan cahaya yang ingin menyinari wajahnya kemudian aku melewatinya.
"Aku berhasil"
Kata-kata itu yang sempat terucapku dalam hati namun entah bagaimana dia melakukannya, kapak itu tertancap dipunggungku. Aku pun jatuh terlungkup dengan kapak yang menancap di punggungku, lagi aku merasa seperti mendapat mukjizat, sakit kapak itu tak terasa namun aku lebih berfikir ke logika mungkin sakit ini hilang karena rasa takut yang mencangkul hingga kedalam syaraf rasa sakit ku.
Tiba-tiba dia menggenggam pergelangan kakiku dan menarik menjauh dari pintu, cahaya di luar kamar tak sampai menangkap wajahnya lalu dia menutup pintu kamar, cahaya dari luar pun hilang di setiap cm pintu itu bergerak melahap cahaya di situ pula aku merasa jiwaku terlahap olehnya.
Pintu sudah tertutup sempurna cahaya hanya ada dari celah-celah pintu yang berbentuk persegi panjang mengingatkan ku pada kejutan yang hendak ku berikan pada gadis cantik itu, aku tersenyum mengingat wajahnya, aku sempurna saat bersamanya, tiap-tiap detik adalah kebahagiaan yang tak terlupakan, dia mengajari ku tentang banyak hal yang sederhana tapi sulit untuk ku melakukannya namun dia terus mengingatkan ku tentang itu
"Mengalah pada orang tua namun bila merasa itu tidak benar maka diam saja dan lakukan sambil membuktikan bila itu salah"Aku sering menerapkannya hingga hubunganku dengan orang tuaku sangat membaik terbukti mereka mempercayaiku meninggalkan rumah ini bersamaku
Banyak lagi yang lainnya namun tak sempat aku mengingatnya lagi saat aku sadar dia mencabut kapaknya dari punggungku dan membuatku terkejut hingga aku merasa dia sudah mengkuliti punggungku tanpa rasa sakit.
Terhentak aku saat aku sadar bahwa dia mengampak punggungku sekali, dua kali,tiga kali, empat kali tepat menimpa luka yang menyebabkan aku jatuh terlungkup, dan lima kali aku seperti merasa tulang punggungku tak lagi menyatu dengan rusukku, dan beberapa rusuk ada yang terpotong menjadi tiga bagian.
Badanku sangat mengigil tapi tak dingin, keringatku merata di dahi, aku berusaha melirik ke arahnya agar aku bisa mengenali wajahnya tapi tetap saja kegelapan memihak padanya. Dia meremas bagian kanan piamaku lalu memutar badanku dari arah kanan ke kiri hingga aku terlentang dan sekarang aku bisa melihat bayangan yang seperti mengayunkan sesuatu ke atas, cahaya dari celah bagian atas pintu menyemburkan partikel-partikel cahaya yang menghantam mata kapak itu maka terjadilah kilauan cayaha berbentuk bintang di mata kapak namun kilauan itu hilang, aku tak begitu paham mengapa aku dapat melihat mata kapak itu datang dengan posisi diagonal sejajar dengan garis khayal diagonal yang dibentuk telinga kiri terhadap bahu kananku mengarah ke batang leherku setelah kilauan kedua muncul dan hilang.
Semua hitam, tak ada cahaya, kemana pun aku memandang adalah sama. Aku tak bisa menggerakan seluruh tubuhku kecuali bola mata. Aku bebas menggerakanya kearah mana saja, sejenak aku berfikir apa aku sudah mati dan yang tersisa hanyalah dua bola mata dan bahkan aku tak dapat melihat ujung hidungku.
Aku terus berfikir bahwa aku telah mati dan aku bertanya-tanya apakah ini akhirat, lantas mengapa akhirat begitu gelap, lalu dimana para malaikat yang bertanya, apa mereka terlambat datang atau inikah akibat mati yang tak wajar. Bermacam-macam fikiran tentang akhirat berputar di kepalaku hingga muncul cahaya yang menyilaukan mata kemudian aku dapat merasa kelopak mataku dan menggerakkanya untuk menutup mataku, cahayanya menembus hingga ke kelopak mata kemudian aku mengeratkan pejaman mata untuk mengurangi cahaya yang masuk ke retina, semakin dan semakin silau, dan semakin aku mengeratkan pejaman mata, sekarang aku sudah dapat merasakan lelah pada otot kening dan mataku lelah, semakin dan semakin lelah hingga akhirnya aku mengangkat kedua kelopak mataku.
Maka yang terlihat ialah bola lampu dan sinar matahari yang diteruskan dari kaca tepat jatuh dikornea.
"Heee, aku belum mati?"
Aku menyadari bahwa kejadian tadi hanyalah mimpi dan itu betul-betul membuatku merasa kematian itu dekat sekali. Aku mengambil posisi duduk diatas tempat tidur dengan selimut kesayangan yang masih menutupi tungkai kakiku, aku melihat ke jendela kamarku. Hari begitu terang menumpahkan setiap cahaya ke benda-benda sehingga warnanya menjadi begitu nyata, dedaunan dari pohon yang di dekat jendela menari sedikit-sedikit pertanda angin pun tak terlalu kencang. Benar-benar hari yang melapangkan pikiran hingga ke puncak rasa lapang di dada. Kemudian aku bergerak dari tempat tidur dan menyingkapkan selimut kesayangan.
Kelopak mataku terbuka lepar, pupilku mengecil, jantungku tak beritme karena terlalu kencang.
0
2.7K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan