Semua manusia terlahir dengan usus buntu. Tapi mengapa kemudian ada yang menderita radang usus buntu?

Dokter ahli penyakit dalam, dr. Ligat Pribadi Sembiring, SpPD menegaskan, radang usus buntu bisa terjadi karena infeksi akibat masuknya kuman ke dalam tubuh melalui makanan.

“Kalau ada anggapan usus buntu adalah akibat suka makan pedas hingga biji cabai masuk usus, tidak seperti itu. Yang jelas penyakit usus buntu bisa terjadi bila kita makan dan ada kuman masuk,” jelasnya. Usus buntu juga tidak ada kaitan dengan faktor keturunan.

Pengajar di Universitas Riau ini mengungkapkan, gejala umum usus buntu meliputi rasa sakit di perut kanan bawah, kadang-kadang rasa nyeri makin berat dan disertai demam. Apabila infeksi sangat hebat, pasien tidak bisa buang angin maupun buang air besar.

Saran dr. Ligat, bila kita mengalami sakit perut kanan bawah, segera periksa ke dokter.

Ada beberapa jenis pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya usus buntu, di antaranya melalui pemeriksaan fisik. Kaki pasien akan ditekuk (dibengkokkan) ke arah perut yang sakit dan bila sangat kesakitan maka patut dicurigai adanya usus buntu.

Pemeriksaan lain untuk memastikan usus buntu adalah uji laboratorium untuk mengetahui jumlah leukosit, ultrasonografi (USG) maupun foto rontgen atau bisa disebut appendicogram. “Dari tiga jenis pemeriksaan ini akan diketahui apakah ada appendicitis atau tidak,” kata dokter yang berpraktik di RSUD Pekanbaru, Riau.

Persoalan seringkali muncul akibat pasien mengabaikan gejala usus buntu. Begitu merasa nyeri di perut kanan bawah langsung minum obat pereda sakit maupun antibiotik, tanpa diawali pemeriksaan usus buntu.

Memang, lanjutnya, obat pereda rasa sakit bisa menghilangkan nyeri. “Tetapi akibat obat penghilang rasa sakit ini, banyak gejala yang kabur. Begitu sakitnya berulang baru datang ke dokter spesialis, tetapi gejalanya tidak khas lagi karena telah diberi obat penghilang rasa sakit,” urai dr. Ligat.

Oleh karena itu, bila pasien mengalami sakit di bagian perut kanan bawah, sebaiknya diperiksa kemungkinan usus buntu. Misalnya segera dirujuk ke dokter spesialis. Jika perlu dilakukan pemeriksaan melalui USG, Appendicogram, dan pemeriksaan darah.

Usus buntu ada dua kategori: kronis dan akut. Usus buntu kronis sifatnya menahun, seringkali kambuh tapi hilang lagi sampai akhirnya menjadi cold abscess (abses dingin).

Apabila kondisinya tidak terlalu berat dan pasien bisa bertahan, bisa dilakukan pengobatan jalan. “Usus buntu kronis masih bisa tidak dioperasi dan rawat jalan. Tetapi tentu harus diperiksa dulu tingkat keparahannya,” kata dr. Ligat.

Kadang-kadang, lanjutnya, pasien telah disarankan operasi oleh dokter spesialis bedah tapi menolak. Rasa nyeri memang bisa diredam dengan obat penghilang rasa sakit. Sangat berbahaya apabila usus buntu sampai pecah dan kumannya keluar hingga menyebar ke seluruh selaput perut (peritonitis).

“Bila seluruh selaput perut terinfeksi maka harus operasi besar,” lanjutnya.

Dalam kondisi usus buntu akut, sel darah putih pasien biasanya langsung melonjak drastis, pasien sangat kesakitan bahkan sampai tidak bisa jalan karena sakit, dan juga demam. Tindakan operasi diperlukan selain pengobatan.

dr. Ligat menegaskan, gejala usus buntu tidak boleh diabaikan. Bila pasien mengalami sakit perut sebelah atas atau perut sebelah kiri, memang tidak mengarah ke usus buntu. Sebaliknya bila sakit berada di perut kanan bawah, sebaiknya diperiksa karena kemungkinan usus buntu.

Menurutnya, banyak anak muda terkena usus buntu terutama para remaja putri. Umumnya mereka tidak suka makan sayur atau makanan berserat tinggi. Oleh karena itu, mengonsumsi makanan tinggi serat salah satu upaya untuk mencegah usus buntu.

Keep Puasa nya ya gan jangan lupa kesehatan


mari Mencari pahala gan