sansteiAvatar border
TS
sanstei
What’s Wrong With “NGAPAK LANGUAGE”??
Sebenarnya sudah sering terjadi kejadian seperti ini, tapi baru sempat menulis sekarang. Kemarin waktu kompasiana error sempat menulis juga tentang hal serupa, tetapi waktu dipublish malah tulisan saya hilang. Ceritanya, ketika saya pulang dari toko bunga, di jalan bertemu sesama orang Indonesia yang berprofesi seperti saya yaitu kungyan, tapi dia orang jawa timur. Seperti biasanya, saya yang asli orang Cilacap dan menjunjung bahasa ngapak, otomatis selalu bicara bahasa ngapak dengan dia. Tiba-tiba dia tertawa, saya jadi heran, lalu saya tanya kenapa dia tertawa. Dia menjawab bahwa bahasa ngapak itu lucu. Waduh, dia menirukan kata yang saya ucapkan ke dia yaitu kata “keplarak nang mburitan”, dan dia tertawa lagi.

Tapi, saya tetap percaya diri saja dengan terus bicara bahasa ngapak. Mungkin lucu untuk sebagian orang tentang bahasa ngapak, mungkin juga ada yang merasa aneh. Tapi, saya tetap menggunakannya karena itu bahasa daerah saya.

ORA NGAPAK, ORA KEPENAK.
Tahukah? Bahasa Jawa ngapak atau kadang disebut juga dialek Banyumasan yang terkenal NGAPAK itu tersebar di wilayah Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Tegal, Brebes, Pemalang, bagian barat Kebumen, serta bagian timur dan pesisir Cirebon (Indramayu). Secara tidak langsung, bahasa ngapak merupakan suatu identitas diri daerah asal. Tapi, kadang terutama para pemuda, seperti malu atau terkesan tidak percaya diri untuk menggunakan dialek ngapak dalam berkomunikasi.

Mungkin karena bahasa ngapak dianggap sebagai bahasa yang ”lucu”, pinggiran, bahkan dianggap ”rendahan” atau “tidak gaul” jadi ada yang menertawakan. Dalam beberapa media juga, seperti televisi ada yang terlihat memposisikan bahasa ngapak itu sebagai bahasa humor yang mengiringi peran-peran pemain walau tak sengaja, tetapi turut membuat kesan tentang bahasa ngapak (hanya pendapat saja). Tapi, syukurlah kalau bahasa ngapak bisa membuat orang tertawa.

Padahal menurut sejarah, bahasa ngapak ini adalah bahasa jawa Kuno Asli. Bahasa ngapak merupakan turunan asli dari bahasa Jawa Kuno yang didominasi bunyi vokal ”a”.

Bahasa ngapak memiliki hubungan langsung dengan bahasa jawa kuno/bahasa kawi. Contohnya dari beberapa kosa kata, seperti kata “inyong” untuk sebutan “saya” dalam bahasa Banyumas, ini tidak jauh beda dengan bahasa jawa kuno yang menyebut “Ingwang” pada sekitar tahun 900 M sampai 1300 M, atau kata “Ingong” pada tahun 1300 M sampai 1600 M yang memiliki arti sama yaitu “saya”. Selain itu juga ada kata “Gandul” yang memiliki arti papaya atau “Rika” yang memiliki arti “kamu” yang juga biasa digunakan pada zaman Jawa kuno dulu.

Bahasa Jawa dengan vokal ”o” (Yogya-Solo) menurut sejarah adalah bahasa pengembangan oleh Kerajaan Mataram pada akhir abad ke-16. Ditandai digunakannya taling tarung (tanda baca untuk vokal ’o’ untuk huruf Jawa), kebetulan saya dulu sangat suka mempelajari huruf hanacaraka. Pengembangan bahasa baru ini adalah bagian dari politik penguasaan Mataram terhadap wilayah Banyumas pada waktu itu. Terjadilah pergeseran bahasa dan menciptakan kelas sosial yang menempatkan bahasa Jawa baru (vokal ”o”) sebagai bahasa berkelas tinggi.

Kemudian, bahasa Jawa kuno yang berkembang menjadi dialek Banyumasan dan Tegalan menjadi bahasa asli yang digunakan petani dan pedagang. Jadi, bahasa ngapak adalah bahasa asli, bukan bahasa rendahan.

Sikap dan politik bahasa dari keraton masa itu tentu saja dilandasai semangat dominatif. Mereka yang pada masa itu menguasai wilayah Banyumas dan sekitarnya seperti mencoba mengidentikkan bahasa Banyumas sebagai bahasa kelas dua alias bahasa kawula alit.

Jadi, jangan malu menggunakan bahasa ngapak, jangan pikirkan orang yang mengatakan kalau ngapak itu kuno. Karena mereka yang mau menghargai kesenian daerahnya itulah orang modern, berpikir cerdas dan punya rasa seni yang tinggi. Marilah kita uri-uri seni Banyumasan.

Bahasa ngapak juga sangat mahal harganya, lho. Bahasa khas daerah itu memiliki keunikan dan sangat berharga dikalangan ahli bahasa. Semoga suatu saat nanti bahasa Banyumasan akan jadi bahasa yang dikagumi dunia Internasional (percaya diri,hehe).

Lalu kenapa dan mengapa dialek banyumasan alias ngapak ini kadang menjadi bahan tertawaan apabila terdengar? Yang membuat para penggunanya ada yang berusaha menutupinya saat berada di kerumunan orang-orang yang berbahasa selain ngapak/banyumasan? Sungguh sangat ironi dan menghawatirkan, padahal sebuah dialek adalah identitas suatu etnik, karena dialek itu adalah asset kekayaan suatu etnik, orang lain akan mengenal kita dari etnik mana bukan karena kulit atau penampilan (kecuali etnik tertentu yang memang memiliki penampilan khas, seperti Tiong Hoa yang putih dan mata sipit), tapi dari bahasa atau dialek yang kita ucapkan.

Jadi, tak ada salahnya tetap melestarikan bahasa ngapak, tidak perlu malu.

Arep nang negara ndi bae, bahasa ngapak tetep nomer siji. Garep pada ngguyu ya men, jaka tingkir ngeburna dara (pikir be si ora).

Sumber :
m.kompasiana.com/post/bahasa/2012/10/22/whats-wrong-with-ngapak-language-kok-sepertinya-hina-sekali
0
5.3K
65
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan