telenji200772
TS
telenji200772
ISU : Kudeta "Ala" Jenderal LB. Moerdani (1983-1988)



Jendral Leonardus Benny Moerdani adalah orang kuat di lingkungan ABRI pada awal dekade 80-an. salah satu "legenda" dalam sejarah ABRI ini lulusan Candradimuka tahun 1950. Tampilnya ia ke permukaan merupakan simbol peralihan tongkat estafet dari generasi 45 ke generasi penerus.

Awal karirnya, ia berjuang sebagai prajurit komando. Bersama Letkol Untung Syamsuri (kelak dikenal sebagai pemimpin G30S/PKI), Benny Moerdani menorehkan prestasi membanggakan saat perjuangan merebut Irian Barat. Lantaran prestasinya itu sempat ditawari Presiden Soekarno untuk masuk Resimen Tjakrabhirawa. Tetapi ia menolak, sesuatu yang langka terjadi pada saat itu, karena kebanyakan tentara menganggap melayani Presiden Soekarno adalah suatu kebanggaan.

Hampir seluruh karir militernya dihabiskan untuk mengurus soal-soal intelijen. Setelah berselisih pendapat dengan Letjen Ahmad Yani, LB Moerdani harus meninggalkan korps baret merah kebanggaannya (baca LB Moerdani dan Baret Merah). Ia pun memulai karir sebagai perwira intelijen. "Medan perang" nya mula-mula adalah Malaysia, kemudian dipindah tugaskan ke Seoul, Korea selatan.

Setelah Peristiwa Malari 1974, ia dipanggil ke Jakarta oleh Ali Moertopo untuk menangani masalah-masalah intelijen Hankam. Brigjen LB Moerdani adalah generasi intelijen berikutnya yang dipercaya Soeharto setelah Ali Moertopo dan Yoga Soegomo. Jendral Moerdani bersama-sama Ali Moertopo terlibat dalam CSIS (Center for Strategic and International Studies) (lembaga studi yang banyak membantu Soeharto dalam merumuskan kebijakan-kebijakan Orde Baru. Peran CSIS kelak tersaingi ICMI yang diketuai BJ Habibie). Sampai tahun1998, nama Jendral LB Moerdani masih dikait-kaitkan dengan agenda pihak oposisi untuk menggantikan kekuasaan Soeharto.



☆ Cemerlangnya Bintang LB Moerdani



Peristiwa Malari dilatarbelakangi kecurigaan tentang ambisi-ambisi politik Jendral Sumitro, Wapangab/Pangkopkamtib. Presiden Soeharto melikuidasinya. Tongkat komando Pangkopkamtib dia pegang sendiri, sebelum ia menemukan orang yang dipercayainya, yaitu Laksama Sudomo.

Antara tahun 1974 hingga 1978, situasi agak tenang. Keputusan Presiden membubarkan lembaga ASPRI direspons banyak kalangan sebagai iktikad baik untuk menciptakan situasi kondusif. Pada periode inilah terjadi konsolidasi ulang lembaga intelinjen dibawah Brigjen LB Moerdani. Hanya dalam beberapa tahun, LB Moerdani telah menguasai jalur-jalur intelijen utama di negeri ini.

Sebagai Asintel Hankam / Kepala Pusintelstrat / Asintel Kopkamtib, Letjen LB Moerdani memperoleh fasilitas-fasilitas khusus yang izinnya diberikan sendiri oleh Presiden Soeharto. Umpamanya, ia satu-satunya pejabat di Hankam yang bisa menggunakan pesawat-pesawat milik Pelita Air Service untuk keperluan pelaksanaan tugas-tugasnya. Lokasi kantornya di kawasan Tebet sudah lama menjadi semacam "wilayah kekuasaannya" sejak ia diangkat pada jabatan itu tahun 1974.

Naiknya posisi Letjen LB Moerdani dipengaruhi oleh situasi pada tahun 1978-1983, dalam era kepemimpinan Menhankam / Pangab M. Jusuf, dimana banyak purnawirawan jenderal yang mulai kritis terhadap kepemimpinan Soeharto. KSAD aktif Jendral Widodo, yang ditunjuk pada saat Menhankam / Pangab dijabat Jenderal M. Pangabean, membentuk Forum Studi dan Komunikasi (Fosko) TNI AD, sebuah lembaga yang dinilai terlalu keras mengritik Soeharto.

Pada tanggal 1 Juli 1978 sejumlah tokoh mendirikan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi (LKB). Yang menarik, LKB berhasil melibatkan dua tokoh penting republik ini, yaitu Proklamator Drs. Muhammad Hatta dan Jenderal (Purn) Abdul Haris Nasution. Kemudian pada tahun 1980, muncullah Petisi 50, sebuah "Pernyataan Keprihatinan" yang ditandatangani lima puluh orang tokoh yang mengritik penyalah tafsiran Pancasila sebagai alat mempertahankan kekuasaan. Pidato tanpa teks Presiden Soeharto dalam rapim ABRI di Pekanbaru, 27 Maret 1980, dan pada HUT Kopassandha 16 April 1980, berisi kecaman terhadap Petisi 50.

Lawan-lawan politik Presiden Soeharto mulai menampakan diri. Mereka justru berasal dari almamaternya sendiri, yaitu Angkatan Darat. Saat itulah Presiden Soeharto memang memerlukan sosok yang kuat untuk melindunginya, tetapi tidak mungkin mengkhianatinya.

Letjen LB Moerdani memenuhi kriteria itu.




☆ Pembajakan Woyla, Naiknya Sintong Panjaitan



Nama Moerdani kian cemerlang karena berhasil mengatasi pembajakan pesawat Garuda Woyla di Bangkok, Thailand. Keberhasilan menggagalkan pembajakan ini melambungkan nama Letkol Sintong Panjaitan sebagai komandan pasukan. Letjen LB Moerdani yang terjun langsung dalam operasi itu, juga menuai pujian dari mana-mana.

Beberapa pihak menganggap, karena LB Moerdani menikmati pujian lebih banyak dari panglimanya, Jenderal M. Jusuf. Kivlan Zen menulis bahwa konflik Jusuf - Moerdani muncul tahun 1981 setelah peristiwa pembajakan itu. Saat itu, Letjen Moerdani menjabat Asintel dan Kepala BAIS (Badan Intelijen Strategis). Pada tanggal 30 Maret, Jenderal M Jusuf melakukan commanders call ABRI di Ambon. Letjen Moerdani tidak mengikutinya, karena ada pembajakan pesawat Garuda Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok.

Menurut buku Sumarkidjo, sebetulnya Letjen Moerdani mengikuti rapat pimpinan ABRI itu. Bahkan ia punya satu sesi tersendiri dalam rapat pimpinan, dimana ia menyampaikan analisis dan evaluasi mengenai situasi keamanan nasional dan regional. Berita pembajakan itu dilaporkan pertama kali oleh Wapangab / Pangkopkamtib Laksamana Soedomo. Hampir pada saat yang bersamaan, laporan serupa di sampaikan oleh staf Benny Moerdani. Dan menurut Sumarkidjo, Menhankam/Pangab Jenderal M Jusuf langsung memanggil Letjen Moerdani dan memerintahkannya menangani masalah pembajakan itu personally. Artinya, Benny pribadi yang diperintahkan untuk pergi. Jusuf memerintahkan Moerdani pergi dari Manado dengan mengunakan pesawat komando yang biasa dipergunakan Jusuf. Saat itu juga Letjen LB Moerdani terbang dengan pesawat C-130 Komando ke Makasar, kemudian pindah ke pesawat jet milik Pelita Air Service yang terbang dari Jakarta khusus untuk menjemput Benny.

M.YUSUF


Begitu mendengar ada berita pembajakan terhadap Indonesia di luar negeri, Letjen LB Moerdani langsung terbang ke Jakarta via Makasar. Malam itu juga, ia menghadap Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan langsung pembajakan itu, serta menerima sejumlah instruksi.

Dalam drama pembajakan ini, Letjen Benny menggalang pasukan sendiri dengan bantuan pasukan Kopassus yang di rekrut mendadak. Letkol Sintong Panjaitan dan Mayor Subagyo HS adalah perwira yang terlibat dalam operasi ini, sehingga mendapat anugerah kehormatan. Dan diberitakan bahwa Subagyo HS sempat kecewa karena tidak terpilih mengikuti pendidikan antiteror di Jerman bersama Luhut Panjaitan dan Prabowo Subianto, tapi kemudian malah mendapat kesempatan terlibat dalam operasi yang berharga itu.

SINTONG . P


SUBAGYO HS


Operasi pembebasan sandera itu meraih sukses besar. Para pembajak di taklukan dalam serbuan yang taktis dan kilat. Peristiwa ini membuka mata dunia bahwa Indonesia pun memiliki pasukan khusus (special forces) yang kemampuan setara dengan SWAT (Strategic Weapon and Tactics) milik Amerika Serikat.

Tapi, segala pujian dan kredit diarahkan kepada Letjen Benny Moerdani, intelijen yang ada dalam kendalinya, serta Kopassus. Ini konon membuat Jenderal M Jusuf tidak berkenan. Muncul tudingan bahwa BAIS sengaja menggalang kekuatan ekstrem Islam untuk menggerakkan aksi pembajakan, untuk kemudian ditumpas sendiri oleh Letjen Benny Moerdani.

Menanggapi isu bahwa pembajakan itu rekayasa BAIS, Menhankam/Pangab Jenderal M Jusuf di dampingi Letjen LB Moerdani memberikan keterangan di depan rapat kerja gabungan komisi-komisi DPR RI. Sambil menoleh kepada Benny yang duduk di sampingnya, Jenderal M Jusuf berkata, "Bukan dia yang bikin. kalau dia yang bikin...., saya pecat dia hari ini juga." Benny Moerdani diam, tidak memberikan reaksi.

Pasca drama pembajakan Woyla, nama LB Moerdani langsung meroket. Juga nama Sintong Panjaitan dan Subagyo HS. Tetapi dalam level elit politik, Benny Moerdani lah yang mendapat kredit poin terbesar. Presiden Soeharto menjadi sangat memercayainya, karena jasanya yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di jagat Internasional.

Menurut Prof. Robert Edward Elson, naiknya Moerdani disebabkan oleh karena Soeharto memerlukan aliansi baru, setelah pudarnya Ali Moetopo akibat serangan jantung pada 1978 dan meninggal dunia tahun 1984, serta semakin surutnya pengaruh Sudjono Humardani setelah masuknya para birokrat profesional. Sejalan dengan hal itu, Soeharto mulai mencari-cari gaya kepemimpinan militer yang baru.



SOURCE



PART 1 ==> BERSAMBUNG

0
175.6K
156
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan