Mendengar orang bilang " Uang monyet...uang monyet ". Uang monyet adalah uang kertas bernilai lima ratus rupiah yang bergambar Orang Utan di salah satu sisinya. Masih teringat jelas bagaimana dulu uang monyet menjadi uang saku ane saat duduk di bangku SD. Uang ini dulu sangat populer, di samping juga cukup bernilai. Sampai orang-orang menasbihkan uang lima ratus rupiah dengan sebutan " uang monyet ".

Kini, uang monyet telah hilang dari peredaran. Kalaupun masih ada, ia hanya dimiliki oleh beberapa orang dan disimpan sebagai koleksi uang klasik. Uang monyet hanyalah satu dari uang-uang lama yang akhirnya lenyap.

Sebelumnya ada uang kertas seratus rupiah berwarna merah-putih, bergambar perahu Pinisi di satu sisi dan anak Gunung Krakatau di sisi lainnya, yang lebih dulu musnah. Dan kalau terus ditarik mudur, banyak uang-uang lama dengan nilai beragam yang perlahan tapi pasti hilang dari peredaran. Sayang, ane blom lahir pada masa-masa itu sehingga tak sempat menyaksikan uang-uang itu dulu sempat dipergunakan.

Satu hal yang menarik perhatian adalah bahwa ternyata uang-uang yang lenyap itu sering terjadi pada uang kertas. Uang itu (kertas) lenyap, bukan karena ia lenyap, melainkan karena dilenyapkan (tidak dicetak lagi). Ia dilenyapkan lebih-lebih bukan karena nilainya yang kecil, tetapi karena dianggap pemborosan dalam pencetakannya. Asumsi pemborosan itu tidak lain adalah karena (nilai) uang itu dipandang kecil, terlepas dari fakta di lapangan bahwa nilainya memang kecil.

Tetapi "pandangan mengecilkan" itulah pusat masalahnya. Inilah yang patut disayangkan. Sebab tindakan semacam ini mencerminkan bahwa negara mengamini keadaan bahwa nilai mata uang rupiah itu rendah. Rupiah yang konon bernilai rendah diperlakukan dengan cara rendah pula.

Rupiah diberi legitimasi kerendahannya dengan cara dibuat dengan bahan baku yang masyarakat akan memandangnya rendah. Sehingga sahlah sudah, bahwa uang yang dipandang rendah, terutama oleh pemerintah dengan membuatnya dalam bentuk logam - yang itu berarti receh, semakin diperlakukan rendah. Kendati logam mungkin dapat lebih mahal daripada kertas, tetapi uang kertas tetaplah lebih "bertakhta" ketimbang uang logam dalam pusaran pandangan masyarakat.

Ane pecinta uang kertas. Bagi ane, uang kertas menunjukkan betapa uang itu dapat lebih bernilai, dan oleh karenanya lebih dihargai. Setidaknya jika bandingannya uang logam. Sebab uang logam berarti uang receh. Tak peduli besaran nilai yang terkandung dalam uang logam itu, sebab kata receh sudah berarti " remeh ".

Lenyapnya uang-uang kertas seperti uang seratus rupiah (bergambar perahu pinisi) dan uang lima ratus rupiah (bergambar orang utan) dari peredaran merupakan sebuah kehilangan bagi ane. Dan kehilangan itu membuat ane menjadi kurang menghargai uang lima ratus atau seratus rupiah dalam wujudnya yang sekarang berupa logam (receh).

Tetapi kehilangan yang ane rasakan ini tentu tak terlalu penting. Yang lebih penting adalah agar rupiah tidak terus diperlakukan rendah. Sebab, besar kemungkinan, bahwa setiap orang pada akhirnya sepakat untuk meremehkan rupiah jika negara turut melakukan hal yang sama.

Lalu, uang kertas mana lagi berikutnya ?. Lihat saja ke depannya, jika nilai rupiah tak kunjung membaik, bukan tak mungkin uang seribu logam cuma akan diperlakukan seperti kelereng. Dilempar kesana kemari. Dibiarkan saja ketika tercecer. Sebab uang, semakin ia receh, ia akan semakin remeh. Secara psikologis hal ini sangat mudah dipahami. Dan bukti di lapangan juga banyak dijumpai.

Pertanyaannya lalu begini: Sampai kapankah rupiah serendah ini ? Apakah negara tak lagi membayangkan jika suatu saat nanti rupiah menjadi kuat ?
Melihat gelagat pemerintah selama ini, yang memperlakukan rupiah dengan cara rendah, tak tertutup kemungkinan bahwa rupiah memang akan terus serendah ini. Semoga anggapan ini salah.

Ane masih terus membayangkan suatu keadaan dimana setiap rupiah dihargai tinggi oleh masyarakatnya. Dimana terdapat implikasi yang searah dari "pandangan tinggi" oleh masyarakat ke dalam bentuk perlakuan yang memandang tinggi, tak merecehkan, terhadap rupiah.


Abis baca Jangan sungkan tinggalin jejak komeng sm bagi yg ijo -ijo ya gan