prince.kaskusAvatar border
TS
prince.kaskus
[ Free Asli-kah Supersemar?] Kontroversi Pengalihan Pemerintahan Soekarno ke Soeharto
Kontroversi dan Teka Teki Supersemar

Kontroversi dan teka-teki tentang
Supersemar terutama menyangkut beberapa
hal Pertama adalah masalah apa isi surat
perintah itu untuk memulihkan keamanan atau
melimpahkan kekuasaan, kemudian. Kedua,
masalah bagaimana proses pembuatan dan
munculnya Supersemar tersebut. Dan Ketiga,
dimana Supersemar yang asli sekarang berada.
Tentang masalah yang pertama, sebagian saksi
sejarah mengatakan bahwa itu hanya surat
perintah, atau semacam surat tugas, untuk
memulihkan keamanan dan gejolak politik dan
ekonomi yang saat itu nyaris tak
terkendalikan. Pada saat itu inflasi mencapai 600% hanya
dalam waktu setahun karena barang-barang
kebutuhan pokok (sembako) menghilang secara
tiba-tiba, sehingga memaksa bank Indonesia
mensanering nilai rupiah dari Rp.1.000,-
menjadi Rp.1 . Konstalasi tersebut
mengakibatkan berbagai kekuatan politik
untuk melakukan proses konsolidasi, antaralain
kelompok mahasiswa sebagai presure group
melakukan aksi moral dengan tuntutan TRI
TURA (tiga tuntutan rakyat) : 1. Bubarkan PKI
beserta ormas-ormasnya 2. Perombakan
kabinet DWIKORA 3. Turunkan harga dan
perbaiki sandang-pangan.
Tetapi sejarah juga menunjukan bahwa dengan
Supersemar itu, seperti yang dikatakan oleh
pelaku sejarah Cosmas Batubara, Probo
Sutedjo, situasi memungkinkan dilakukannya
penyerahan kekuasaan. Ketika Supersemar itu
di tetapkan oleh MPRS menjadi TAP IX,
kekuasaan bukan lagi kepada Bung Karno,
merupakan sudah menjadi keputusan MPRS.
Ketika pertanggungjawaban Bung Karno dengan
judul NAWAKSARA di tolak, maka ia
diberhentikan dari jabatan presiden.
Konsekuensi logisnya adalah Soeharto sebagai
pengemban Supersemar diberi mandat untuk
menjabat sebagai presiden.
Tentang masalah yang kedua, yakni proses
pembuatan dan munculnya Supersemar, muncul
perbedaan pendapat dalam berbagai versi.
Perbedaan pendapat berkisar apakah
Supersemar itu di peroleh dengan paksaan dan
kekerasan atau diberikan secara sukarela oleh
Bung Karno. Adapun kronologis munculnya surat
yang sangat penting dalam sistem kenegaraan
Republik Indonesia yaitu :
Secara kronologis, pada saat itu menurut
sumber sejarah Jenderal Basuki Rahmat
menceritakan kejadian di Bogor. Setibanya di
Istana, mereka melaporkan maksud dan tujuan
mereka datang. Mereka mendapatkan
dampratan dari Bung Karno merasa
kewibawaanya di rongrong oleh demonstran.
Artinya ada pertanyaan dari Bung Karno. Apa
yang harus dilakukan sekarang ?
Diantara tiga Jenderal ada yang menyampaikan
pesan dengan bahasanya sendiri-sendiri :
“Percayakan saja kepada Pak Harto”. Bung
Karno marah lagi, karena sudah memberikan
kepercayaan kepada saya, tetapi tidak ada
tindakan apa-apa. Disambung lagi oleh salah
seorang dari ketiga jenderal itu. “Barang kali
diperlukan surat perintah .” Baik, Siapkan
Surat itu Perintah itu,” Jawab Bung Karno.
Tiga Jenderal dibantu oleh ajudan Presiden ,
Brigjen Sobur, menyiapkan surat perintah .
Dikoreksi oleh Bung Karno dengan bantuan tiga
Waperdam yaitu Soebandrio, Chaerul Saleh,
dan Pak Laimena. Akhirnya Surat Perintah 11
Maret di tandatangani oleh Presiden/Panglima
tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Bung
Karno.
Lalu bagaimana dengan keberadaan naskah
Supersemar yang asli ? Pengambilan
Supersemar dari Presiden Soekarno dilakukan
oleh tiga orang perwira ABRI, dan
menyerahkannya kepada pengemban
Supersemar, Jenderal Soeharto, ketiga
perwira itu adalah : Basuki Rahmat, M.Yusuf
dan Amir Machmud. Mungkin Supersemar
disimpan diantara ketiga Jenderal tersebut.
Apapun kontroversi yang terjadi. Yang pasti
Supersemar merupakan “proses penting” bagi
berlangsungnya peralihan kekuasaan dari Orde
Lama ke Orde Baru, Mengantarkan Mayor
Jenderal. Soeharto menjadi Presiden Republik
Indonesia dan peristiwanya sangat bermakna
bagi perjalanan sejarah Bangsa Indonesia.
Yang perlu digaris bawahi salah satu sejarah
yang melatarbelakangi lahirnya Supersemar
adalah keadaan keamanan dalam negeri yang
pada saat itu tidak kondusip pada masa orde
lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa
pemberontakan G/30/S/PKI. Hal ini
menyebabkan Presiden Soekarno memberikan
mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan
kegiatan pengamanan di Indonesia melalui
Surat Perintah Sebelas Maret atau
Supersemar.

kontroversi dr pelaku sejarah
Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu, ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah seorang perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "Lho ini khan perpindahan kekuasaan". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan dimana karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.

Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa setelah Reformasi 1998 yang juga menandakan berakhirnya Orde Baru dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean. Bahkan pada saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf membawa map berlogo Markas Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan pistol kearah Presiden Soekarno dan memaksa agar Presiden Soekarno menandatangani surat itu yang menurutnya itulah Surat Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo yang saat itu bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan. Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta. Presiden Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. “Saya harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati,” ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama kemudian (sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari RPKAD dan Kostrad, Lettu Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan di sebuah Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah peristiwa itu.

Menurut Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya "A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto", seorang mantan duta besar Indonesia di Kuba yang dipecat secara tidak konstitusional oleh Soeharto. Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa adanya kehadiran Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya (Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno menginap di Istana Merdeka, Jakarta untuk keperluan sidang kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah menginap diistana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Chaerul Saleh. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga jendral itu tadi mereka inilah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari istana merdeka Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi Presiden Soekarno di Bogor, minta izin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada saksinya-saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong, sebab mereka datang baik-baik. Tetapi di luar istana sudah di kelilingi demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno menandatangani surat itu. Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor tetapi berada di Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yangdatang ke Istana Bogor tidak ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam, tidak hadir.

Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.


Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia mengatakan bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang masih gelap.

wikipedia


Let's debate begin emoticon-Angkat Beer
anakjahanam721Avatar border
anakjahanam721 memberi reputasi
-1
15.9K
57
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan