r.c.t.i.o.k
TS
r.c.t.i.o.k
Inilah Modus-modus Cuci Uang Para Koruptor
[img]http://assets.kompas.com/data/photo/2012/10/23/1119492620X310.jpg[/img]

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi setidaknya ada lima instrumen yang digunakan para koruptor dalam melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Kelima instrumen itu adalah rekening rupiah, polis asuransi, deposito, dan valuta asing (valas).

Hal tersebut diungkapkan Kepala PPATK M Yusuf, Rabu (2/1/2013), dalam jumpa pers di kantor PPATK. "Banyak kasus korupsi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi menggunakan uang tunai dan dalam bentuk valas," ujar Yusuf.

Di dalam riset tipologi yang dilakukan PPATK pada semester I tahun 2012 dengan fokus pada tipologi terkait tindak pidana korupsi dan pencucian uang, ada lima instrumen yang biasa digunakan para koruptor. Kelimanya yakni rekening rupiah (35,1 persen), polis asuransi (13,8 persen), desposito (13,2 persen), dan valuta asing (9,2 persen).

"Biasanya mereka mengaku memiliki bisnis money changer sebagai dalih kepemilikan valuta asing dalam jumlah besar. Kami sudah berkoordinasi dengan kepabeanan terkait hal ini, tapi kalau mereka beli di money changer ilegal, sulit mendeteksinya. Sehingga butuh banyak kerja intel dalam hal ini," ucap Yusuf.

Lebih lanjut, Yusuf menerangkan, pola transaksi atau modus yang paling banyak digunakan adalah transaksi tunai baik setoran maupun tarikan tunai. Yusuf mengakui PPATK sulit mendeteksi sampai ke hulu pelaku korupsi lantaran banyak pelaku korupsi yang menggunakan transaksi tunai. Mereka tidak akan mungkin menggunakan cara transfer dalam melakukan korupsi karena lebih mudah terdeteksi.

"Selama ini sulit karena transaksi tunai. Kita hanya bisa dapat orang yang menerimanya, tapi tidak tahu uang itu asalnya dari mana. Makanya, KPK yang perlu mendalaminya lebih jauh," imbuh Yusuf.

Pola lainnya adalah dengan menempatkan dana dalam bentuk investasi seperti kepemilikan deposito, ORI, obligasi, reksadana, saham, dan SUKUK. Mereka juga kerap melakukan transaksi di perusahaan asuransi dengan nilai yang relatif besar dan tidak sesuai dengan profil nasabah.

"Cara lain yang digunakan adalah dengan menampung dana dalam jumlah yang besar pada rekening pribadi yang bersangkutan atau pihak lain yang bukan keluarga tapi masih terkait yang bersangkutan," kata Yusuf.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan ada sekitar Rp 100 triliun uang beredar yang diduga berasal dari praktik penyimpangan selama tahun 2012 ini. Jumlah itu berasal dari 108.145 transaksi mencurigaan yang diterima PPATK. Dari laporan itu ada sekitar 267 transaksi yang sudah ditindaklanjuti ke penegak hukum.

Sedangkan sejak 2002 lalu PPATK telah menerima 12.232.370 laporan transaksi mencurigakan. Sebanyak 2.122 laporan di antaranya sudah disampaikan kepada penyidik kepolisian, kejaksaan, KPK, badan Narkotika Nasional (BNN), dan Ditjen Pajak.[URL=\"[url]http://nasional.kompas.com[/url]/read/2013/01/02/20442018/Inilah.Modusmodus.Cuci.Uang.Para.Koruptor?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp"]link[/URL]
0
1.8K
8
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan