- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[Must Read] Asal Usul Ikan Mujair
TS
andre.akmal1987
[Must Read] Asal Usul Ikan Mujair
Quote:
Silahkan di rate lima dulu ya gan
Quote:
Mujair – Terkenal Tapi Tak Dikenal
Ikan mujair boleh jadi adalah favorit masyarakat Indonesia, bahkan mungkin setiap orang di negeri ini pernah memakannya. Tapi adakah yang tahu asal-muasalnya? Siapa Penemunya?
Ya, ikan mujair ditemukan. Bukan sekedar cerita rakyat atau gurauan belakan. Ikan adalah hasil rekayasa manusia, karena hakikatnya ikan mujair adalah ikan air laut/air payau namun setelah direkayasa mujair dapat hidup di air tawar.
*****
Spoiler for mbah moedjair:
Iwan Dalauk (Mbah Mujair)
Iwan Dalauk (1890-1957) namanya, namun ia lebih dikenal dengan nama Mbah Moedjair, penemu ikan mujair. Ia dilahirkan pada tahun 1890 di Desa Kuningan 3 km arah timur pusat Kota Blitar. Ia adalah anak ke-4 dari 9 bersaudara. Ia menikah dengan Partimah anak Modin Desa Kuningan pada waktu itu. Dari pernikahan tersebut Mbah Moedjair dikaruniai 7 anak ,yaitu : Wahanan, Napiyah, Thoyibah, Imam Soepardi, Ismoenir, Djaenuri dan Daud. Sampai saat ini tinggal dua yang masih hidup yaitu Ismoenir, yang kini tinggal di Kanigoro Blitar dan Djaenuri yang tinggal di Kencong Jember.
Pada tahun 1936, Mbah Moedjair akan melakukan kebiasaannya ritual mandi (tirakat setiap 1 suro,pada penanggalan jawa) di Pantai Serang, Blitar Selatan. Pada saat melakukan ritual tersebut, ia melihat ikan yang mempunyai keunikan yakni menyimpan anak di dalam mulutnya ketika ada bahaya dan dikeluarkan ketika keadaan sudah aman.
Keunikan ikan tersebut membuatnya berkeinginan untuk membiakannya di kolam rumahnya di Papungan-Kanirogo-Blitar. Untuk itu Ia membawa ikan tersebut dengan menggunakan kain Udeng (ikan kepala) yang biasa ia pakai. Namun karena habitat yang berbeda ikan ini mati sewaktu dimasukkan ke kolam air tawar rumahnya.
Kegagalannya yang pertama ini tidak membuatnya menyerah. Berkali-kali Mbah Moedjair bolak-balik Papungan-Serang yang berjarak 35 Km dengan berjalan kaki untuk mengambil ikan tersebut. Untuk membawa ikan tersebut, Ia menggunakan gentong yang terbuat dari tanah liat yang berisi campuran air laut dan air tawar. Berkali-kali tetap gagal. Sampai akhirnya pada perjalanannya yang ke-11, dengan tingkat konsentrasi air tawar yang lebih banyak banyak dibanding air laut pada gentong tersebut, ia berhasil membawa empat ekor ikan yang dapat hidup di air tawar (terjadi pada 25 Maret 1936).
Keberhasilan percobaan ini begitu melegakan hati Mbah Moedjair. Segala jerih payah, kesulitan dan rintangan terbayar lunas dengan hidupnya empat ekor ikan spesies baru ini. Ke-4 ekor ikan ini kemudian oleh Mbah Moedjair ditangkarkan di kolam daerah sumber air Tenggong Desa Papungan. Dari awalnya hanya satu kolam akhirnya bertambah menjadi 3 kolam. Mbah Moedjair juga membangun pondok yang sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal bagi keluargannya di sekitar kolam tenggong ini.
Karena cepat perkembangbiakkan dari spesies ikan ini, maka jumlah ikan milik Mbah Moedjair semakin lama semakin banyak.Untuk itu oleh Mbah Moedjair ikan spesies baru ini diberikan cuma-cuma ke masyarakat sekitar Papungan, selain itu juga dijual di sekitar Blitar dan luar Blitar.
Penemuan ikan jenis baru ini sampai ke telinga Asisten Resident yang berkedudukan di Kediri. Asisten Resident yang juga seorang Ilmuwan ini tergoda untuk meneliti spesies ikan hasil temuan Mbah Moedjair ini. Dari literature yang ada dan berdasarkan data-data, Asisten Resident ini menyimpulkan bahwa nenek moyang dari ikan ini berasal dari perairan laut Afrika. Sang Asisten Resident ini juga melakukan riset dan wawancara dengan Mbah Moedjair tentang segala hal mengenai ikan ini.Mulai dari proses penemuan di pantai serang, sampai proses percobaan yang sebanyak 11 kali. Mendengar penuturan dari Mbah Moedjair, Asisten Resident ini merasa takjub dan kagum akan kegigihan dan keuletan Mbah Moedjair.
Asisten Resident ini memberikan penghargaan kepada Mbah Moedjair berupa pemberian nama ikan spesies baru ini sesuai dengan nama beliau Moedjair yang kemudian dikenal sebagai ikan Moedjair (ejaan lama dari mujair,pen).
Penghargaan
Semenjak saat itu, semakin banyak masyarakat yang mengembangbiakkan Ikan Muajir. Nama Mbah Moedjair pun semakin dikenal masyarakat luas. Dengan dibantu Wahanan , anak sulung beliau, Ikan Mujair ini dipasarkan ke hampir seluruh daratan Jawa Timur dengan naik sepeda kumbang.
Oleh pemerintah beliau diangkat sebagai Jogo Boyo Desa Papungan serta juga mendapatkan gaji bulanan dari Pemerintah Daerah. Oleh Pemerintah Indonesia beliau diangkat sebagai Mantri Perikanan. Selain itu beliau juga memperoleh Penghargaan EKSEKUTIP COMMITTEE dari INDO PASIPIK FISHERIES COUNCIL atas jasanya menemukan ikan Mujair. Penghargaan tersebut diberikan di Bogor tanggal 30 Juni 1954.
Selain penghargaan tersebut diatas masih ada beberapa pengharagaan yaitu dari Kementerian Pertanian atas nama Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1951 yang pada waktu itu dijabat oleh Ir.Soewarto.
Spoiler for Piagam Mujair:
Hari-hari terakhir Mbah Moedjair
Setelah membuat kolam di Tenggong, Mbah Moedjair juga membuat kolam di Papungan dan di Kedung (sumber air) Desa Papungan. Di kedung inilah Mbah Moedjair menjalani hari-hari tua selama kurang lebih 10 tahun. Di Kedung ini sering mendapat kunjungan dari masyarakat dalam Blitar maupun luar Blitar untuk menimba ilmu sekaligus memancing ikan Moedjair.
Saat kesehatan beliau semakin menurun, Mbah Moedjair memutuskan pindah ke Papungan (dukuh krajan) dekat perbatasan dengan dusun Sekardangan. Di sana beliau membuat 3 kolam yang sampai sekarang masih ada keberadaannya.
Beliau Wafat pada tanggal 7 September 1957 karena penyakit Asma. Beliau dimakamkan di pemakaman umum Desa Papungan. Kemudian pada tahun 1960 atas inisiatif Departemen Perikanan Indonesia, makam beliau dipindah ke area khusus diselatan Desa Papungan yang juga berfungsi sebagai makam keluarga. Di batu nisan beliau ditulis MOEDJAIR PENEMU IKAN MOEDJAIR lengkap dengan relief ikan Mujair. Sebagai penghargaan atas jasa beliau yang tidak ternilai. Akses jalan ke makam juga diberi nama Moedjair. Pada tanggal 6 April 1965 pemerintah Indonesia melalui Departemen Perikanan Darat dan Laut menganugerahkan Mbah Moedjair sebagai Nelayan Pelopor. Piagam ini ditanda tangani oleh Menteri Perikanan Hamzah Atmohandojo.
Istri beliau, Partimah meninggal pada tahun 1966 dan dimakamkan disamping makam Mbah Moedjair.Partimah merupakan sosok istri yang setia mengabdi dan hormat pada suami, salah satu bentuk hormat pada suami adalah sampai detik terakhir sebelum wafatnya Mbah Moedjair, Ibu Partimah masih berkomunikasi dengan bahasa jawa yang halus. (PP)
*****
Spoiler for Kuburan Modjair:
Kuburan Mbah Moedjair
SUMBER
Sekian Terimakasih
0
3.2K
Kutip
17
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan