guezaqiezsAvatar border
TS
guezaqiezs
[info] Ilmu Fisika di dalam ilmu KEPEMIMPINAN


Oleh : Admin SSI Community

Mengapa sebuah tim, organisasi, perusahaan atau bahkan sebuah bangsa yang berisi orang-orang cerdas tidak bisa menghasilkan hal-hal besar? Mari melihat bagaimana ilmu fisika mempunyai jawaban atas hal ini...

Jika ada 3 orang cerdas dalam sebuah organisasi, lalu 2 orang memiliki visi yang sama sementara 1 orang yang lain memiliki visi yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Maka organisasi tersebut akan sulit untuk berkembang. Sebab semua yang sudah dilakukan oleh orang pertama dan ke dua akan selalu “dikurangi” oleh orang ke-3 tersebut. Silahkan melihat ilustrasi gambar berikut :


Gambar 1

Fr= F1+F2 – F3

Dari ilustrasi itu kita bisa melihat bahwa resultan gaya 1 dan 2 dikurangi gaya 3. Semua kerja yang dihasilkan orang ke-1 dan ke-2 dikurangi apa yang dilakukan orang ke-3. Dalam Fisika resultan gaya di definisikan sebagai : Hasil perpaduan dua gaya atau lebih dalam satu garis kerja akan menghasilkan satu gaya pengganti.


Gambar 2

Fx = F1 Cos 450 + F3 Cos 450 – F2

Hal ini menjelaskan mengapa bangsa ini secara umum belum mengalami kemajuan berarti. Apa yang tidak dimiliki bangsa ini? Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas kita punya. Sumber Daya Alam (SDA) melimpah ruah. Bicara soal SDM, beberapa teman yang dulu sempat “mencicipi” pertukaran pelajar ke luar negeri pernah bercerita, bahwa ketika mereka sekolah di luar negeri, prestasi mereka cukup baik di sana, bahkan sangat baik. Jauh lebih baik dengan prestasi mereka saat bersekolah disini. Seakan-akan mereka adalah murid paling pintar di sana. Beberapa teman ini ada yang merasakan satu tahun bersekolah di Amerika, Australia juga Jepang.

Ini artinya secara IQ, bangsa kita tidak ketinggalan, ini belum termasuk dengan beberapa kali kemenangan tim Indonesia dalam beragam kompetisi “intelektual” seperti Olimpiade Fisika. Bicara soal sumber daya, hampir semua kita punya, mulai dari sektor pertanian hingga pertambangan. Lahan pertanian, perkebunan yang melimpah. Hutan tropis dengan keanekaragaman hayati yang melimpah. Berbagai barang tambang yang tak terhitung mulai dari minyak mentah, gas, batu bara, nikel bahkan emas.

Apa yang salah?

Disinilah fenomena resultan gaya dalam fisika menjelaskan sebab-sebab mengapa dengan segala potensinya, bangsa kita “belum terdefinisi” sebagai bangsa yang maju. Lihatlah adegan perpecahan, permusuhan, intrik, saling jegal yang selalu di pertontonkan di berbagai media. Seakan semua orang berdiri atas ego-nya masing-masing. Semua orang sebenarnya memiliki potensi yang besar, yang kalau melihat ilustrasi di atas disimbolkan dengan F. Namun sayang, potensi-potensi itu bergerak acak dengan arah yang berbeda-beda. Sehingga bukannya saling menguatkan, justru saling mematikan. lihat ilustrasi gambar 2 di atas.

Seorang pemimpin memang tidak dituntut untuk menguasai semua masalah secara detil. Hal yang paling dituntut dari seorang pemimpin adalah bisa “menyatukan potensi” orang-orang yang dipimpinnya agar menuju ke arah yang sama. Seorang pemimpin harus punya visi, karakter dan integritas yang kuat yang bisa “terbaca” oleh orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus bisa men-direct mereka yang dipimpinnya kepada satu arah, satu tujuan, satu visi besar bersama.

Perbedaan Seperti Apa yang Indah?

Kita tidak bisa selalu berlindung dalam statemen bahwa perbedaan itu indah. Dengan berbagai analogi seperti simfoni musik, perbedaaan warna-warna dan masih banyak lagi. Kita harus mulai memahami bahwa tidak semua perbedaan indah. Simfoni sebuah orkestra hanya akan menghasilkan alunan suara yang merdu terdengar manakala perbedaan-perbedaan bunyi tersebut di harmonisasi dalam satu paduan melodi yang indah. Alunan yang dimainkan dibawah kepemimpinan seorang conductor yang handal dan sudah “experienced”.

Perbedaan warna hanya akan menghasilkan sebuah lukisan yang menimbulkan impresi manakala ia membentuk harmoni. Perpaduan warna yang tidak senada dan tak berkonsep jelas hanya akan menghasilkan kekacauan yang saling bertabrakan. Demikian juga perpaduan bentuk-bentuk dalam sebuah lukisan, poster atau beragam benda seni lainnya hanya akan menghasilkan keindahan manakala disatukan dalam harmoni.

Perbedaan seperti apa yang bisa di toleransi?

Pada 2 gambar ilustrasi di atas kita menyebutkan ada istilah F1, F2 dan F3. Artinya besar nilai skalar ke-3nya berbeda. Sebab jika sama, maka kita tidak akan membuat 3 istilah tersebut, cukup di wakili dengan F saja. Maka perbedaan dalam potensi, kemampuan diri, latar belakang, sampai dengan SARA, itu adalah perbedaan yang hakiki. Perbedaan yang memang natural ada pada setiap orang.

Kita tidak dituntut untuk membuat perbedaan alamiah itu menjadi sama. Hal yang harus dipikirkan bersama adalah bagaimana agar semuanya bergerak ke arah yang sama. Atau pun jika terjadi perbedaan tidak terlalu besar. Lihatlah gambar 2 lagi di atas. Perbedaan sudut akan mengurangi nilai potensi yang seharusnya. F1 di atas pada akhirnya harus dikonversi menjadi “hanya” 0,7nya saja (70% dari nilai seharusnya, cos 45).

Jadi ketika seseorang dengan potensi tertentu bergerak berbeda arah, walaupun sedikit dengan orang lain, maka resultan totalnya tidak akan sempurna. Kerja sama yang dihasilkan tidak akan “perfect”. Hasil akhirnya tidak akan seratus persen. Ini baru bahasan 2-3 orang. Bagaimana jika kita berbicara konteksnya kelompok, institusi, perusahaan, bahkan negara? Berapa banyak perbedaan yang ada? Berapa banyak perbedaan yang justru menghasilkan destruksi?

Satukan Visi

Tidak bisa tidak, untuk mencapai kemajuan bersama, setiap orang baik dalam kelompok, institusi, perusahaan atau bahkan negara harus mau “mengalah” pada visi bersama, kesepakatan bersama, konsesus bersama. Ego pribadi tak boleh didahulukan atas kepentingan bersama. Bagaimana mungkin sebuah perusahaan bisa maju jika pada eksekutifnya tidak punya kesamaan cara pandang? Bagaimana sebuah perusahaan bisa maju jika antar owner-nya selalu berbeda dalam melihat sesuatu?

Bagaimana sebuah bangsa bisa besar, jika para pemimpinnya selalu berbeda pandangan? Tidak mau mengalah pada konsesus yang sudah pernah disepakati dan selalu membawa pendukungnya pada suasana perpecahan. Semua orang harus memahami bahwa bangsa ini tidak akan pernah besar dengan perpecahan, konflik, intrik, sikap saling jegal dan menjatuhkan. Okelah ia bisa besar sendiri setelah “mengalahkan” musuhnya, lalu sampai berapa lama kemenangan itu akan bertahan jika musuhnya ternyata seharusnya adalah saudara sebangsanya sendiri? Dan jika suasana seperti itu yang dibangun, bukankah ia tidak akan tenang, sebab bisa saja ia akan dijatuhkan lagi suatu saat oleh kompetitornya?

Kesadaran berbangsa ini harus ditumbuhkan bersama. Kalau mau besar, ya besar sama-sama. Kalau mau sukses ya sukses sama-sama. Artinya harus semuanya bekerja, saling mendukung, saling mengisi, saling memberi dan berkontribusi. Alangkah indahnya jika perbedaan yang ada digunakan untuk saling mengisi dan melengkapi. Alangkah indahnya jika yang kita lihat dari saudara kita adalah kelebihannya dan apa yang bisa disinergikan dengannya. Kalau pun ada kekurangan, maka kekurangan mana yang bisa kita tutup. Agar kita bisa maju secara bersama-sama.

Maka mari bekerja, agar resultan gaya (force) kita, kekuatan kita, potensi kita menjadi resultan yang saling menguatkan. Sebab perpecahan takkan pernah memberi manfaat, bagi siapa pun, kapan pun...

sumber
0
1.8K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan