indrag057Avatar border
TS
indrag057
ALAM LELEMBUT [Petualangan Mas Drag Dan Slamet Penceng]
Spoiler for Warning:




Gambar diambil dari kompasiana.com dengan sedikit perubahan



Story 1 : Belik Ringin

Spoiler for :


Belik atau sendang ini terletak di sebelah tenggara desa Kedhungjati. Dinamakan Belik Ringin karena Belik ini berada tepat dibawah sebuah pohon beringin besar yang katanya usianya sudah ratusan tahun. Dahulu, sebelum banyak warga yang memiliki sumur, belik ini merupakan sumber air bersih utama bagi warga desa Kedhungjati. Hampir semua warga desa Kedhungjati bergantung pada Belik ini untuk melakukan aktivitas mandi dan mencuci. Bahkan untuk keperluan memasak di dapurpun mereka mengambil air dari Belik ini.

Bukan tanpa alasan kalau warga mengandalkan Belik ini untuk mendapatkan air bersih. Selain karena Belik ini merupakan sumber air satu satunya di desa Kedhungjati, Belik Ringin juga dikenal memiliki sumber air yang sangat melimpah. Saat musim kemarau panjangpun, Belik ini tak pernah sekalipun kehabisan sumber mata airnya. Dan yang paling utama adalah, air yang keluar dari sumber di Belik ini terkenal sangat jernih dan bersih. Sangking jernihnya, ada sebagian warga yang tak segan segan meminum langsung air dari Belik ini.

Dahulu, Belik ini sangat terawat. Dinaungi oleh sebuah pohon beringin raksasa yang konon usianya sudah ratusan tahun, dan dikelilingi oleh tiga buah batu besar, membuat Belik ini terasa nyaman untuk melakukan aktivitas mandi dan mencuci, tanpa takut akan ada mata nakal yang mengintip mereka.

Meski begitu, tak jauh berbeda dengan area Tegal Salahan yang dulu pernah aku ceritakan, dibalik kesejukan dan kenyamanannya, Belik Ringin ini juga menyimpan banyak misteri. Ya. Sumber air utama di desa Kedhungjati ini tak kalah angker jika dibandingkan dengan area Tegal Salahan yang ada di sebelah selatan desa. Sudah banyak warga yang mengalami kejadian kejadian aneh dan janggal di Belik ini.

Salah satunya adalah Kang Sastro Gudel (bukan nama sebenarnya). Beliau adalah tetanggaku. Rumahnya tak begitu jauh dari Belik Ringin ini. Seperti biasa, sore itu selepas bekerja di sawah, Kang Sastro langsung menuju ke Belik Ringin ini untuk sekalian mandi. Letak sawahnya memang tak begitu jauh dari tempat sumber mata air itu berada.

Sayangnya, saat sampai di Belik itu, ternyata masih ada seorang perempuan yang tengah mandi. Mau tak mau Kang Sastro harus menunggu. Laki laki itu lalu duduk bersandar pada salah satu batu besar yang ada disitu, sambil memandang hijaunya hamparan sawah di depannya. Tanaman padi yang subur melambungkan angannya, membayangkan saat panen nanti, pasti hasil padinya juga melimpah ruah. Mudah mudahan saat musim panen tiba nanti harga gabah tidak anjlok lagi seperti biasanya, sehingga ia bisa mendapatkan keuntungan yang besar dari hasil panennya.

"Bruuukkk...!!!" Tengah asyik melamun, tiba tiba Kang Sastro dikejutkan oleh jatuhnya sepotong dahan pohon beringin yang telah lapuk. Dahan sebesar betis dengan panjang hampir satu meter itu jatuh tak jauh dari tempatnya duduk.

"Wah, rejeki nomplok ini, dapat kayu kering. Lumayan, bisa dibawa pulang untuk dijadikan kayu bakar," batin Kang Sastro sambil bangkit dan memungut dahan kayu itu.

"Jangan diambil Kang," tiba tiba sebuah suara mengejutkan Kang Sastro. Ternyata perempuan itu telah selesai mandi dan bersiap untuk pulang.

"Lha kenapa to? Kan lumayan ini, bisa buat kayu bakar," tanya Kang Sastro heran.

"Ya pokoknya jangan diambil. Kan kata orang orang kayu dari pohon beringin ini nggak boleh diambil Kang, apalagi sampai dijadikan kayu bakar. Pamali! Bisa celaka sampeyan!" ujar si perempuan lagi.

"Halah! Lha wong cuma kayu lho, dan sudah lapuk juga. Masa bisa bikin celaka," sanggah Kang Sastro sambil tetap memungut kayu itu.

"Yo wis, sak karepmu Kang! Dikandhani kok ngeyel! Nek enek apa apane yo sangganen dhewe!" (Ya sudah, terserah kamu Kang! Dibilangin kok ngeyel! Kalau ada apa apanya ya tanggung saja sendiri), sungut si perempuan sambil berlalu meninggalkan Kang Sastro.

"Ada ada saja. Mana ada kayu lapuk sampai bisa bikin orang celaka," gerutu Kang Sastro sambil bersiap siap untuk mandi. "Lagipula, memangnya kamu siapa, anak kemarin sore saja kok berani beraninya ....,"

Kang Sastro tertegun sejenak. Perempuan itu tadi, siapa ya? Sepertinya ia belum pernah melihatnya. Apakah bukan warga sini? Tapi, setahunya hanya warga desa sini yang memanfaatkan Belik ini untuk mandi dan mencuci.

Ah, mungkin salah satu kerabat dari warga yang datang berkunjung ke desa ini, pikir Kang Sastro sambil melanjutkan mandinya. Kalau dilihat dari penampilannya sih, sepertinya orang dari kota. Wajahnya cantik. Kulitnya juga putih bersih, tidak seperti kulit warga desa sini yang rata rata berkulit hitam. Dan saat tadi lewat di dekatnya, ada tercium bau harum yang sangat menusuk hidung.

"Eh, tunggu! Ini kok ...," kembali Kang Sastro tertegun. Hidungnya mengendus endus. Bau wangi itu masih tercium. Bahkan kini terasa semakin tajam. Padahal perempuan itu sudah pergi dari tadi.

"Hiiiiiiiiii....!" Kang Sastro bergidik, saat merasakan bulu kuduknya tiba tiba merinding. Laki laki itu buru buru menyelesaikan mandinya, lalu bergegas pulang dengan membawa cangkul dan dahan beringin lapuk yang tadi ia temukan.

"Nih, tak bawain kayu bakar," seru Kang Sastro sambil melemparkan kayu yang tadi didapatnya ke samping sang istri yang sedang berjongkok di depan tungku dapur.

"Wah, kebetulan Kang, sampeyan dapat kayu kering," sahut Yu Darmi sambil meraih kayu itu dan memasukkannya ke dalam mulut tungku. Perempuan itu lalu bangkit dan menyeduh kopi untuk sang suami yang baru pulang itu.

"Emmm, baunya enak banget Mak, kamu lagi manggang ayam to?" hidung Kang Sastro mengendus endus saat mencium bau sangit seperti ayam yang sedang dipanggang.

"Ayam darimana to Pak, lah wong punya ayam saja enggak kok manggang ayam," sahut Yu Darmi sambil kembali ke depan tungku.

"Lha ini baunya ...."

"Lho, Pak, ini kayu apa to? Kok dibakar jadi seperti ini?" seru Yu Darmi memotong ucapan Kang Sastro.

"Jadi seperti apa to?" tanya Kang Sastro yang masih asyik duduk sambil menikmati kopinya.

"Ini lho Pak, coba sampeyan lihat, kayu sudah lapuk begini dibakar kok masih keluar getahnya. Warna getahnya merah seperti darah, dan baunya ini, kok seperti ..."

"Bapaaaaaakkkk...!!! Simboooookkkk...!!! Toloooonggggg...!!! Panaaaaasssss...!!! Panaaaasssss...!!!!"

Belum selesai istri Yu Darmi berkata, mendadak mereka dikejutkan oleh teriakan sang anak yang sejak tadi asyik menonton TV di ruang depan. Sontak keduanyapun menghambur menghampiri sang anak.

"Kamu kenapa to..., astagfirullaaaahhh...!!! Paaaakkk...!!! Anakmu kenapa ini?!" jerit Yu Darmi saat melihat sang anak tengah berguling guling dilantai sambil berteriak teriak kesakitan. Sekujur tubuh anak itu melepuh seperti habis dibakar.

"Paaaaakkkkk...!!!" jeritan Yu Darmi tak dihiraukan lagi oleh Kang Sastro. Alih alih menolong sang anak, laki laki itu justru berlari kembali ke dapur. Dahan beringin lapuk yang masih menyala di dalam mulut tungku itu segera ditariknya keluar, lalu ia siram dengan seember air.

"Huaaaaaaaa...!!! Panaaaassss...!!! Periiiiihhhh...!!!" teriakan anak Kang Sastro mengundang para tetangga yang segera berdatangan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga itu.

"Ada apa ini?"

"Ya Allah, anakmu kenapa Kang? Kok sampai melepuh begitu?"

"Ayo cepat kita tolong!"

"Kita bawa ke rumah sakit saja!"

"Jangan, panggil pak Modin saja dulu!"

Berbagai pertanyaan dan saran dari para tetangga seolah tak dihiraukan oleh Kang Sastro. Laki laki itu justru diam terpaku sambil matanya menatap nanar keluar rumah, dimana nampak sosok perempuan yang tadi ia temui di Belik Ringin sedang berdiri di sudut halaman sambil tersenyum sinis ke arahnya.

Melihat Kang Sastro yang seperti orang linglung, para tetangga akhirnya mengambil inisiatif untuk memanggil Pak Modin, orang yang dituakan di desa Kedhungjati. Setelah datang dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, laki laki sepuh itu segera mengambil tindakan. Dengan bantuan para warga, Anak Kang Sastro yang masih histeris itu segera dibawa ke Belik Ringin dan dimandikan di tempat itu oleh Pak Modin, dengan disertai ritual ritual khusus. Sisa dahan beringin lapuk yang sebagian sudah terbakar menjadi arang itu juga dikembalikan ke tempatnya semula, tempat dimana pertama kali Kang Sastro menemukannya.

Beruntung, nasib baik masih memihak ke keluarga Kang Sastro. Sang anak masih bisa diselamatkan, meski mengalami sedikit cacat permanen. Kulit di sekujur tubuhnya menjadi belang belang akibat bekas luka bakar yang dialaminya.


*****


Spoiler for :
Diubah oleh indrag057 03-10-2022 03:13
sarahfetter9012
spaghettimi
littlesmith
littlesmith dan 399 lainnya memberi reputasi
372
787.4K
26.6K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
slametgudelAvatar border
slametgudel
#3129
Rahasia Sumur Tua Part 36
Meluapkan kegembiraan secara berlebihan, terkadang justru berakhir dengan hal hal yang kurang menyenangkan. Kalimat itu sepertinya sangat tepat untuk menggambarkan peristiwa yang kami alami di malam naas itu. Tengah asyik kami berpesta pora menikmati makanan lezat sisa sesajen dari ritual gagal yang dilakukan oleh dukun abal abal itu, tiba tiba Yudi kesurupan!

Mas Drag yang pertama kali menyadari keanehan pada diri Yudi, segera memerintahkan kami untuk menahan Yudi agar jangan sampai keluar ke halaman belakang. Bahkan Mas Drag sendiri segera berdiri di tengah tengah pintu yang menuju ke halaman belakang untuk menghadang Yudi.

Aku tak begitu paham, apa yang akan terjadi jika Yudi yang telah kerasukan itu sampai keluar ke halaman belakang. Namun, aku percaya begitu saja dengan apa yang diperintahkan oleh Mas Drag, karena aku tau, selain Mas Drag ini orang yang sedikit ngerti dengan dunia pergaiban, ia juga memiliki beberapa teman dari dunia gaib yang siap sedia membantu dan memberitahu kalau ada hal gaib yang akan menimpanya.

Karena itu, tanpa pikir panjang dan tanpa banyak pertanyaan lagi aku segera mengajak teman temanku untuk meringkus Yudi. Awalnya kukira mudah, karena jumlah kami lebih dari sepuluh orang. Namun pada kenyataannya, kami justru menjadi bulan bulanan. Yudi yang kesurupan, memiliki tenaga yang begitu kuat. Hingga tak butuh waktu lama, kami semua dibuat terkapar tak berdaya oleh amukannya.

Entah apa yang telah diperbuat Yudi, hingga makhluk yang merasukinya sampai begitu marah dan meradang. Namun dari ocehan yang keluar dari mulut Yudi yang kerasukan, sedikit banyak aku tau kekonyolan apa yang telah dilakukan anak itu.

Dia kencing sembarangan. Bukan hanya mengencingi tempat tinggal si makhluk, tapi juga kencing tepat di depan wajah si makhluk yang tengah asyik duduk menikmati indahnya taman bebungaan di depan 'rumahnya,' hingga sebagian air kencing Yudi memercik ke wajah makhluk itu.

Jelas saja makhluk itu marah. Apalagi makhluk yang merasuki Yudi itu berjenis perempuan. Dan tidak hanya sampai disitu, saat si makhluk menampakkan diri bermaksud untuk menakut nakuti Yudi, anak itu justru berniat kurang ajar kepada makhluk itu. Sompral memang! Dan entah secantik apa makhluk yang merasuki Yudi, sampai Yudi yang melihatnya bukannya takut tapi malah berniat untuk berbuat kurang ajar.

Mas Drag yang melihat kami dengan mudahnya ditumbangkan oleh Yudi, tentu saja menjadi ciut nyali. Namun ia masih tetap berusaha menghalangi Yudi dengan berdiri di tengah tengah pintu. Dan itu membuat makhluk yang merasuki Yudi semakin berang. Tanpa ampun, makhluk itu membawa tubuh Yudi melesat kedepan, menerjang Mas Drag hingga jatuh terjengkang, lalu melayang bebas menuju sumur tua yang ada di halaman belakang.

"Berhenti!" Kudengar Mas Drag berteriak sambil berusaha mengejar Yudi. Aku yang tak ingin Mas Drag sampai celaka, ikut mengejar meski dengan langkah sempoyongan. Namun terlambat! Saat aku sampai di ambang pintu, kulihat Mas Drag yang ternyata berhasil menyambar kaki Yudi yang bermaksud terjun kedalam sumur, justru ikut tertarik dan terjerumus kedalam sumur itu.

"Maaasssss...!!!" Jelas aku panik. Tanpa memperdulikan tubuhku yang sudah babak belur, aku segera berlari ke arah sumur. Tapi lagi lagi terlambat, karena hanya kegelapan yang kudapat saat aku melongok kedalam sumur itu. Jangankan sosok Mas Drag, suaranyapun sudah tak kudengar lagi.

"Diancuk!" Aku lalu kembali lari masuk kedalam rumah.

"Woy! Sadar woy! Bangun! Mas Drag kecemplung sumur! Ayo cepat kita tolongin!" Teriakku sambil menendangi teman temanku yang masih terkapar di lantai. Satu persatu merekapun menggeliat bangun.

"Cepetan! Jangan pada kayak orang mabok begitu," aku terus berteriak sambil mencari tali tambang dan senter. Begitu ketemu, aku lalu membawa benda benda itu ke halaman belakang, diikuti oleh teman temanku yang rata rata masih setengah sadar itu.

"Kalian bantu aku," ujarku cepat, sambil mengikatkan salah satu ujung tali tambang ke pinggangku. "Pegangi tali ini sementara aku turun. Ingat, tahan dan turunkan pelan pelan, jangan dilepas apapun yang terjadi. Bisa nyungsep aku nanti."

"Kamu serius mau masuk kedalam sumur Met?" Tanya Toni.

"Menurutmu? Mas Drag jatuh kebawah sana Ton! Dan itu cuma gara gara mau nolongin ce-esmu yang somplak itu! Harusnya kamu yang kusuruh turun, bukannya aku!" Sentakku kesal.

"Hati hati Met! Dan jangan gegabah. Kita ndak tau apa yang ada didalam sumur sana," pesan Pak Jan.

"Persetan dengan apa yang ada didalam sumur sana. Dhemit atau setan gentayangan sekalipun, akan kuhajar kalau sampai berani menyakiti Mas Drag!" Ujarku sambil naik ke tembok pembatas lubang sumur.

"Apa ndak sebaiknya aku juga ikut turun Met? Aku juga mengkhawatirkan keselamatan Yudi," Toni, ce-es kental Yudi itu menahan lenganku.

"Ndak! Kamu sama sompralnya dengan Yudi! Kalau kamu ikut, bukannya membantu tapi justru nanti menambah masalah!" Tegasku.

"Tapi Met..." ucapan Toni tertahan oleh suara teriakan dari dalam rumah.

"Toloooonnggggg....!!!"

"Diancuk! Apa lagi ini?!" Rungutku saat tiba tiba terdengar suara teriakan minta tolong dari dalam rumah. Aku kenal betul suara itu. Suara Agus, yang dari awal Yudi kesurupan tadi langsung lari tunggang langgang dan kabur entah kemana.

"Ada apa Gus?" Teguh menyongsong Agus yang berlari keluar dari dalam rumah melalui pintu tembus.

"Tolong! Anu, itu, Bu Anjani, kesurupan!" Seru Agus disela nafasnya yang memburu.

"Apa?! Kesurupan lagi?!" Sontak kami berseru serempak. Aku yang sudah bersiap untuk turun kedalam sumur pun segera mengurungkan niatku.

"Tolong Bu Anjani! Dia sedang menuju kemari! Dia..."

"Grrrrrrr....!!! Siapa yang telah berani menyakiti istriku hah?!" Sebuah suara geraman keras terdengar, disusul dengan kemunculan Bu Anjani dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Pakaiannya acak acakan. Rambutnya kusut masai berantakan. Wajahnya pucat menegang, dan suara yang keluar dari mulutnya adalah..., suara laki laki.

"Brengsek!" Geram, aku kembali melompat turun dari atas tembok pembatas sumur, melepas tali tambang yang baru beberapa saat lalu kuikatkan di pinggang, lalu segera kedekati Agus yang nampak ketakutan.

"Katakan padaku Gus," geramku sambil menyambar kerah baju Agus itu, membuat anak itu semakin gemetar ketakutan. "Katakan padaku apa yang kau ketahui tapi sengaja kau sembunyikan dariku! Kau kabur saat Yudi mulai kesurupan tadi, dan kau kini kembali dengan membawa Bu Anjani yang juga telah kesurupan! Apa maksud dari semua ini Gus?! Apa yang kau sembunyikan dariku?! Katakan! Atau..."

"Met! Sabar Met! Jangan terbawa emosi," Pak Jan menahan sebelah tanganku yang sudah terangkat dan terkepal siap menghajar wajah polos Agus, sementara teman temanku yang lain kulihat mulai sibuk menenangkan Bu Anjani.

"Anak ini, dari awal aku sudah curiga dia menyembunyikan sesuatu Pak! Dia pasti tau rahasia apa yang terkubur didalam sumur tua ini, tapi sengaja menyembunyikan dari kita! Kenapa Gus? Sengaja mau menjadikan kami tumbal heh?!" Masih dengan amarah yang memuncak aku mendorong tubuh anak itu hingga jatuh terjengkang kebelakang.

"Sabar Met," lagi lagi Pak Min menahanku yang berniat untuk kembali menarik berdiri anak itu.

"Dan kamu Gus," Pak Jan menatap ke arah Agus. "Kalau benar kamu tau sesuatu tentang sumur tua ini, lebih baik kau katakan sekarang, sebelum kami semua habis kesabaran."

"Nggg..., nganu Pak Jan, sebenarnya..., sebenarnya kejadian seperti ini dulu juga pernah terjadi. Makanya itu tadi waktu Mas Yudi kesurupan, aku segera lari ke rumah Bu Anjani, takut terjadi apa apa dengan beliau. Dan ternyata benar, Bu Anjani juga tengah kesurupan di rumahnya."

"Sudah kuduga!" Dengusku kesal.

"Ceritakan secara jelas Gus," desak Pak Jan.

"Dulu, kakaknya Bu Anjani pernah memanggil paranormal dari kota untuk membersihkan tempat ini agar bisa diperbaiki dan ditinggali. Namun yang terjadi, saat paranormal itu memulai rirual, kakaknya Bu Anjani itu justru kesurupan dan nyaris menceburkan diri kedalam sumur. Beruntung masih bisa diselamatkan. Dan Bu Anjani yang menunggu di rumahnya, tiba tiba datang kesini juga dalam kondisi kesurupan. Karena itu..."

"Brengsek kau Gus!" Dengusku lagi. Kalau saja tak dihalangi oleh Pak Jan, ingin rasanya kuhajar anak itu. "Pernah ada kejadian seperti itu, dan kau baru bilang sekarang? Kau sengaja mau mencelakakan kami ya?! Awas saja, kalau sampai terjadi sesuatu terhadap Mas Drag, aku tak akan mwngampunimu Gus!"

"Sudah Met, tahan emosimu. Lebih baik sekarang kita pikirkan bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini. Lihat, mereka sudah mulai kewalahan menahan Bu Anjani," Pak Jan menunjuk ke arah teman teman yang lain yang memang sudah nampak kewalahan menahan Bu Anjani yang terus meronta dan menggeram dengan suara laki laki itu.

"Tolonglah Mas, Pak, tolong Bu Anjani! Cegah dia agar jangan sampai nekat nyemplung kedalam sumur. Saya minta maaf kalau baru sekarang menceritakan soal yang tadi. Itu semata mata karena permintaan Bu Anjani, karena beliau takut kalau kalian sampai membatalkan proyek ini." Agus memohon mohon.

"Wedhus!" Sedikit kasar aku menyambar senter yang dipegang oleh Pak Jan, lalu kembali melangkah mendekat ke arah sumur. Pak Jan mengikutiku dari belakang.

"Apa yang akan kaulakukan Met?" Tanya Pak Jan. Enggan menjawab, aku justru menyalakan senter di tanganku, lalu menjatuhkannya kedalam sumur.

"Maaf Mas Drag," seruku sambil melongok kedalam sumur. "Sepertinya sampeyan harus berjuang sendiri dulu. Bukannya aku tak mau membantu, tapi masih ada hal lain yang lebih oenting yang harus kuselesaikan disini. Mudah mudahan senter ini bisa sedikit membantumu Mas!"

"Kamu yakin dengan apa yang kaulakukan Met?" Tanya Pak Jan. "Apa ndak sebaiknya kamu turun saja, soal Bu Anjani, serahkan saja pada kami."

"Tidak Pak. Ini tak semudah yang sampeyan bayangkan. Apa yang menimpa Bu Anjani itu, sepertinya lebih berat daripada apa yang menimpa Yudi tadi. Dan, Mas Drag sudah ndak ada disini. Diantara kita, hanya aku yang pernah menghadapi situasi seperti ini. Maaf, bukannya aku meremehkan sampeyan dan teman teman yang lain, tapi..."

"Ya. Aku paham Met. Kalau begitu, ayo, segera kita selesaikan masalah Bu Anjani itu, agar kita secepatnya bisa menyelamatkan Mas Drag," ujar Pak Jan.

Aku dan Pak Jan lalu menghampiri teman teman yang lain yang masih sibuk mencoba menenangkan Bu Anjani. Namun entah apa yang telah terjadi di dasar sumur sana, Bu Anjani yang semakin lama semakin tak terkendali itu terus saja berusaha mendekat ke arah sumur. Sepertinya makhluk yang merasuki perempuan itu sangat bernafsu untuk membawa raga Bu Anjani masuk kedalam sumur. Siapapun yang menghalangi, satu persatu ia hempaskan hanya dengan menggunakan kibasan tangan. Tenaga perempuan itu, benar benar sulit untuk kami tandingi.

"Gawat! Kalau begini caranya, lama lama kita bisa kecolongan! Cepat, buat pagar betis mengelilingi sumur! Apapun yang terjadi, jangan sampai Bu Anjani bisa mendekat ke arah sumur itu! Baca doa doa apapun yang kalian bisa. Dan hati hati, jangan sampai justru kalian yang ia lempar kedalam sumur!" Seruku memberi instruksi.

Serempak kami lalu mendekat ke arah sumur, membuat pagar betis mengelilingi lubang sumur sambil menggaungkan doa apapun yang kami hafal. Bu Anjani menggeram, lalu tertawa mengikik dan berteriak lantang.

"Grooaaarrrr...! Kalian manusia lemah! Kalian hanya membuang buang waktuku! Sayang aku tak punya waktu untuk melayani kalian! Istrikuuuu...! Huhuhuhu....! Akan kubalas kalian semua yang telah menghabisi istriku! Grrooaarrr...!!!" Bu Anjani menggeram keras, lalu tubuhnya tiba tiba melenting keatas, seolah terbang menuju ke angkasa, untuk kemudian kembali menukik kebawah, tepat mengarah ke lobang sumur yang menganga yang kami jaga.

"Gawat!" Aku yang tak menyangka dengan gerakan Bu Anjani yang begitu tiba tiba itu, tak bisa berbuat banyak. Hanya bisa melongo menatap tubuh perempuan itu yang meluncur deras kebawah, untuk kemudian...

"Bhuuuaagghhh...!"

Tepat disaat tubuh Bu Anjani nyaris sampai di mulut lubang sumur, tiba tiba dari dalam sumur juga melesat bayangan lain yang keluar dan menghantam tubuh Bu Anjani, membuat tubuh perempuan itu kembali terpental keatas dan jatuh bergulingan tepat di hadapanku.

Sontak, kamipun serempak menoleh ke arah sosok bayangan yang kini telah berdiri gagah diatas tembok pembatas lobang sumur. Sosok laki laki, yang sudah sangat tak asing lagi di mataku.

"Mas Drag!" Tanpa sadar, aku menggumamkan nama dari sosok yang menjadi dewa penyelamat itu.

Bersambung
Diubah oleh slametgudel 07-02-2023 03:58
69banditos
muhyi8813
bangun.sugri685
bangun.sugri685 dan 59 lainnya memberi reputasi
60
Tutup