R: "Eh kamu merokok juga?"

Ro: "Iya. Stress kayak gitu. Gmn kagak? Oh iya. Aku mau cerita ke kamu tentang bagaimana aku bisa berakhir sama dia.."

R: "cerita saja. Aku siap mendengarkan."

Ro: "jadi begini... aku kan memang dr keluarga kurang mampu. Aku punya dua kakak. 1 perempuan dan 1 nya lelaki. Mereka berdua sudah menikah dan bisa dibilang sukses dan mapan serta bahagia dengan pasangan mereka. Aku saat itu sedang kerja di toko emas. Di sana sku diperlakukan dengan baik dan sopan. Nah suatu ketika, Denis sedang jalan sama mamanya dan mau beli perhiasan di toko emas tempat aku kerja saat itu. Dia kayaknya jatuh cinta gitu pada pandangan pertama. Alhasil, dia mulai rajin belanja di toko emas tempat aku kerja atau kalau tidak, dia bawa makanan buat aku dan temen² aku. Akhirnya kami pacaran dan kemudian aku diajak ke rumah dia. Awalnya kedua orang tua dia kurang senang sama aku tapi Denis meyakinkan mereka kalau aku memang layak buat dia. Orang tua dia menyerah dan sampai akhirnya aku menikah dengan dia."

R: "lah. Terus yang jadi masalah adalah?"

Ro: "Nah ini dia. Beberapa minggu setelah menikah, keluarga dia ada yang mengajak kami pergi makan bersama. Awalnya sih gak ada masalah. Nah masalah dimulai ketika aku ke wc. Tak lama kemudian tante dia menyusul tapi dia gak tahu ada aku di dalam kamar mandi sana. Dia telponan sama temannya dan bicara hal² jelek tentang aku, seperti aku ini keluarga miskin, tinggal buka kaki saja, dah jadi istri orang kaya, gak sekolah tinggi, lebih cocok jadi pembantu daripada istri Denis dan cuma menang di cantik doang."

R: "lah. Kenapa tante dia yang pusing? Kalau mama dia ngomong gitu mah gpp. Ini kam tantenya. Urusan apa dia coba? Heran deh. Sama saja semua kalau soal beginian."

Ro: "Nah itu dia. Setelah dia keluar, aku tunggu beberapa saat. Aku kemudian keluar. Aku jujur ingin menangis tapi nanti malah merusak suasana. Aku tahan saja dalam hati. Setelah makan bersama selesai, aku cerita semua nya ke suami aku di dalam mobil. Bukannya bela istri, malah dia bilang kalau itu semua fakta dan benar adanya. Denis bilang kalau aku cuma perlu jadi pemuas nafsu dia saja dan urus rumah tangga. Dulu dia janji mau terima saya apa adanya tapi dah menikah malah begini jadinya. Habis itu dulu dia janji mau kasih aku waktu dan uang untuk kuliah. Itu semua sudah dilupakan sama dia. Aku kan mau sukses juga biar dipandang orang. Ya aku tahu ada banyak orang yg lebih cantik, pintar, kaya dan punya derajat tinggi drpd aku dam keluargaku tapi aku juga anak manusia. Denis setelah itu berubah jadi dingin. Sikap dia yang hangat dan romantis sudah mulai berkurang dan bahkan kalau mau berhubungan saja, gak ada ngomong atau basa basi. Aku istri dia, bukan pramuria jalanan. Seenaknya saja seperti itu. Itu sebab aku belum berani punya anak karena itu. Memang dia selalu kasih uang puluhan juta tiap bulan tapi aku diperlakukan seperti binatang gini. Tujuannya apa? Dia harusnya kan tau latar belakang keluarga aku dan pendidikan aku. Eh maaf. Aku jadi ngomong panjang lebar seperti ini."

R: "kalau aku sih gak parah seperti kamu. Papa mama memang sedang sibuk tapi mereka gak pernah cekcok. Memang aku sedang sendirian saat ini. Paling ada pembantu doang. Aku juga belum ada pasangan. Ya hidup melajang. Suatu ketika masa ² itu akan berakhir kan? Kalau kata aku sih, coba kamu ngomongin baik2 ke suami kamu. Siapa tahu dia paham. Kalau memang dia sekolah tinggi, dia gak akan ngomong sembarangan apalagi ke istri. Itu sih aku ya. Kalau aku ada istri ya artinya aku menerima dia apa adanya. Dia gak sekolah tinggi, ok. Terus kenapa? Di kampus aku ada bapak² usia 50 tahun. Dia berhak untuk kuliah. Tidak ada larangan. Entah tujuan dia apa. Mungkin dulu cuma lulus sma, kerja keras dan mengumpulkan hasil jernih payah dia untuk memiliki gelar sarjana. Mungkin usia seperti itu sudah sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan dia tapi dia tetap semangat. Itu bisa saja jadi pencapaian terbaik dia dalam perjalanan hidup dia. Mungkin sudah tidak ada yang peduli dengan gelar dia. Mungkin saja dia sudah kaya raya saat ini dan tidak perlu gelar sarjana tapi dia tetap mau belajar keras. Niat yang baik kan? Toh dia bayar. Pencapaian setiap orang kan berbeda. Bisa saja nenek usia 80 tahun baru bisa membaca dan menulis kemudian dia lulus sd. Buat kita, itu bukan hal istimewa tapi buat dia, itu pencapaian terbaik dia dan kasar ngomongnya, kalau meninggal pun bisa meninggal dengan tenang. Jadi ya kembali ke kamu saja sekarang. Peluang kamu untuk kuliah tidak pernah tertutup. Selama ada niat pasti bisa. Paling penting adalah gairah untuk belajar. Kalau gairah itu tidak ada, ya jangan. Kalau saja nih ya. Aku punya istri seperti kamu, bukan tak mungkin aku akan kasih dia kuliah. Perihal dia pakai gelar itu apa tidak mah itu bukan masalah. Yang penting dia dapat ilmu. Ya aku sendiri sih secara finansial memang mampu alias bisa dibilang dr keluarga menengah ke atas tapi itu uang orang tua aku. Aku dikasih uang bulanan tapi aku pakai kalau perlu saja. Aku juga ikutan main investasi dsb tapi aku juga tetap harus kuliah. Aku mau jadi insinyur. Aku sih berharap kamu bisa baikan lagi dengan suami kamu."

Ro: "semoga sukses dah Ron. Hmm... ngobrol sama kamu seru juga ya. Eh iya. Makan siang."

R: "Pasti dong. Makan di restoran sebelah saja. Enak tuh. Ada ayam panggang. Terkenal di sini. Kopi aku habiskan dulu. Cuci mulut. Merokok dah begini banyak."

R: "Halo Rossa. Kenapa?"

Ro: "uhm.... aku minta no hp mu dunq?"

R: "oh iya ya. Nih no hp ku... 07060504030. Miss call aja Ros."