LordFaries4.0Avatar border
TS
LordFaries4.0
Mustafa Kemal Atatürk , Bapak Bangsa Turki Baru

Mustafa Kemal Atatürk (19 Mei 1881 – 10 November 1938), hingga 1934 namanya adalah Gazi Mustafa Kemal Paşa, adalah seorang perwira militer dan negarawan Turki yang memimpin revolusi negara itu. Ia juga merupakan pendiri dan presiden pertama Republik Turki. Ideologinya yang sekularis dan nasionalis berikut kebijakan serta teorinya dikenal sebagai Kemalisme.

Mustafa Kemal membuktikan dirinya sebagai komandan militer yang sukses selama berdinas sebagai komandan divisi dalam Pertempuran Gallipoli. Setelah kekalahan Kesultanan Utsmaniyah di tangan tentara Sekutu, dan rencana-rencana berikutnya untuk memecah negara itu, Mustafa Kemal memimpin gerakan nasional Turki dalam apa yang kemudian menjadi Perang Kemerdekaan Turki. Kampanye militernya yang sukses menghasilkan kemerdekaan negara ini dan terbentuknya Republik Turki. Sebagai presiden yang pertama, Mustafa Kemal memperkenalkan serangkaian pembaruan luas dalam usahanya menciptakan sebuah negara modern yang sekuler dan demokratis. Menurut Hukum Nama Keluarga, Majelis Agung Turki memberikan kepada Mustafa Kemal nama belakang "Atatürk" (yang berarti "Bapak Bangsa Turki") pada 24 November.


Atatürk setelah lulus dari Kolese Militer (1905)

Masa muda
Mustafa dilahirkan pada 1881, di Selânik Utsmaniyah (kini Thessaloniki di Yunani), sebagai anak seorang pegawai kecil yang kemudian menjadi pedagang kayu. Sesuai dengan kebiasaan Turki pada waktu itu, ia dinamai Mustafa saja. Ayahnya, Ali Rıza Efendi, seorang pegawai bea cukai, meninggal dunia ketika Mustafa baru berusia tujuh tahun. Karena itu, Mustafa kemudian dibesarkan oleh ibunya, Zübeyde Hanım.

Ketika Atatürk berusia 12 tahun, ia masuk ke sekolah militer di Selânik dan Manastır (kini Bitola), kedua-duanya pusat nasionalisme Yunani yang anti-Turki. Mustafa belajar di sekolah menengah militer di Selânik, dan di sana namanya ditambahkan dengan nama Kemal ("kesempurnaan") oleh guru matematikanya sebagai pengakuan atas kecerdasan akademiknya. Mustafa Kemal masuk ke akademi militer di Manastır pada 1895. Ia lulus dengan pangkat letnan pada 1905 dan ditempatkan di Damaskus. Di Damaskus ia segera bergabung dengan sebuah kelompok rahasia kecil yang terdiri dari perwira-perwira yang menginginkan pembaruan, yang dinamai Vatan ve Hürriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan), dan menjadi penentang aktif Kesultanan Utsmaniyah. Pada 1907 ia ditempatkan di Selânik dan bergabung dengan Komite Kesatuan dan Kemajuan yang biasa disebut sebagai kelompok Turki Muda.

Pada 1908 kaum Turki Muda merebut kekuasaan dari sultan Abdul Hamid II, dan Mustafa Kemal menjadi tokoh militer senior. Pada 1911, ia pergi ke provinsi Libya untuk ikut serta dalam melawan invasi Italia. Pada bagian pertama dari Perang Balkan Mustafa Kemal terdampar di Libya dan tidak dapat ikut serta, tetapi pada Juli 1913 ia kembali ke Istanbul dan diangkat menjadi komandan pertahanan Utsmaniyah di wilayah Çanakkale di pantai Trakia (Trakya). Pada 1914 ia diangkat menjadi atase militer di Sofia, sebagian sebagai siasat untuk menyingkirkannya dari ibu kota dan dari intrik politiknya.

Atatürk bersama teman-temannya di Beirut (1906)

Karier militer
Ketika Kesultanan Utsmaniyah terjun ke Perang Dunia I di pihak Jerman, Mustafa Kemal ditempatkan di Tekirdağ (di Laut Marmara). Setelah Perang Dunia I usai, Kemal diangkat menjadi panglima dari semua pasukan yang berada di Turki Selatan. Banyak gerakan-gerakan yang muncul atas inisiasi rakyat untuk menggempur dan mengusir Sekutu dari wilayah Turki, akhirnya pasukan yang dipimpin oleh Kemal dan dibantu oleh gerakan-gerakan rakyat berhasil mengusir Sekutu dari Turki. Keberhasilan Sekutu mengusir penjajah, membuat rakyat dan Kemal berniat untuk menyingkirkan kekuasaan Sultan dengan membuat pemerintahan tandingan di Anatolia. Pembentukan pemerintahan tandingan ini tidak lain karena kebijakan Sultan telah bertentangan dengan kepentingan Nasional Turki dan Sultan masih menjadi boneka Sekutu yang otomatis kebijakannya adalah pencitraan dari kebijakan Sekutu atas Turki.

Gelibolu (Gallipoli)
Ia kemudian dipromosikan menjadi kolonel dan ditempatkan sebagai komandan divisi di daerah Gallipoli (bahasa Turki: "Gelibolu"). Ia memainkan peranan kritis dalam pertepuran melawan pasukan sekutu Inggris, Prancis dan ANZAC dalam Pertempuran Gallipoli pada April 1915. Di sini ia berhasil menahan pasukan-pasukan sekutu di Conkbayırı dan di bukit-bukit Anafarta. Karena keberhasilannya ini, pangkatnya kemudian dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal, dan dengan demikian memperoleh gelar pasya dan memperoleh pengaruh yang semakin luas dalam upaya-upaya peperangan. Dengan pengaruh dan pengalaman inilah Mustafa Kemal berhasil menggulingkan Kesultanan Utsmaniyah dan merebut kembali wilayah-wilayah yang mulanya telah diserahkan kepada Yunani setelah perang besar itu.

Mustafa Kemal memperoleh penghormatan dari bekas lawan-lawannya karena keberaniannya dalam kemenangan. Memorial Mustafa Kemal Atatürk mempunyai tempat terhormat dalam Parade ANZAC Parade di Canberra. Di tugu peringatan ini tertulis kata-katanya:

Para pahlawan yang menumpahkan darahnya dan kehilangan nyawanya ... kalian kini terbaring di tanah dari negara sahabat. Karena itu beristirahatlah dengan damai. Tidak ada perbedaan antara Johnny dan Mehmet di mana mereka kini terbaring berdampingan di negara kita ... Kalian, para ibu yang mengirim anak-anaknya ke negara-negara yang jauh, hapuskanlah air matamu. Anak-anakmu kini berbaring pada haribaanmu di dalam kedamaian. Setelah kehilangan nyawa mereka di negeri ini, mereka pun telah menjadi anak-anak kami.


Kemal Pasya, ketika dia adalah komandan pasukan (1918)

Tahun-tahun terakhir Perang Dunia I
Pada 1917 dan 1918 Mustafa dikirim ke front Kaukasus (Kafkaslar) untuk berperang melawan pasukan-pasukan Rusia, yang berhasil dimenangkannya. Ia kemudian ditempatkan di Hejaz (Hicaz), untuk menindas Pemberontakan Arab (yang didukung oleh Britania Raya) melawan Kesultanan Utsmaniyah. Setelah melepaskan jabatannya, akhirnya ia kembali untuk berdinas dalam mempertahankan Palestina, namun gagal. Pada Oktober 1918 Kesultanan Utsmaniyah menyerah kepada Sekutu, dan Mustafa Kemal menjadi salah seorang pemimpin partai yang memilih untuk mempertahankan wilayah yang lebih kurang sama dengan yang dikuasai oleh Turki sekarang, sementara setuju untuk mengundurkan diri dari semua wilayah lainnya.

Sebuah kartu pos yang menggambarkan Atatürk sebagai pahlawan Muslim

Emansipasi Turki
Sementara pasukan Sekutu mulai menduduki Kesultanan Utsmaniyah, kaum revolusioner Turki mulai memperlihatkan perlawanan. Mustafa Kemal mengorganisir gerakan-gerakan "Kuva-yi Milliye" (Angkatan Nasional) yang paling berhasil, yang berkembang menjadi Perang Kemerdekaan Turki.

Revolusi Mustafa Kemal dimulai dengan penempatannya di Samsun, dan di sana ia diberikan kekuasaan darurat sebagai Inspektur Divisi Militer ke-19. Begitu tiba di Anatolia, ia menafsirkan kekuasaannya secara bebas, dan menghubungi serta mengeluarkan perintah-perintah kepada para gubernur provinsi dan panglima militer daerah. Ia menyuruh mereka untuk melawan pendudukan. Pada Juni 1919 ia dan teman-teman dekatnya mengeluarkan Deklarasi Amasya yang menggambarkan mengapa wewenang Istanbul tidak sah. Para perwira Turki Muda secara politis mempromosikan gagasan bahwa pemerintahan di pengasingan harus dibentuk di suatu tempat di Anatolia. Perintah Istanbul untuk menghukum mati Kemal datang terlambat. Sebuah parlemen baru, Dewan Agung Nasional, sebuah pemerintahan darurat yang dibentuk di Ankara pada April 1920.

Pada tahun 1921 Kesultanan Utsmaniyah secara resmi dihapuskan dan pada tahun 1923 Turki menjadi Republik Sekuler dengan Mustafa Kemal sebagai presidennya. Ia kemudian mendirikan rezim satu partai yang hampir tidak terinterupsi hingga tahun 1945.

Mustafa Kemal kemudian memulai program revolusioner di bidang sosial dan reformasi politik untuk memodernisasi Turki. Perubahan perubahannya termasuk emansipasi untuk perempuan, penghapusan seluruh Institusi Islam dan pengenalan pada kode hukum Barat, pakaian, kalender, serta alfabet, mengganti seluruh huruf Arab dengan huruf Latin.

Untuk kebijakan luar negeri ia memilih netral dengan menjalin hubungan baik dengan negara tentangga. Mustafa Kemal Pasya menandatangani Perjanjian Kars (23 Oktober 1921) dengan Uni Soviet - sebuah perjanjian persahabatan yang isinya Turki menyerahkan kota Batumi, yang kini terletak di Georgia - kepada kaum Bolshevik Lenin sebagai ganti kedaulatan atas kota-kota Kars dan Ardahan, yang direbut oleh Rusia Tsaris dalam Perang Rusia-Turki, 1877-1878. Ia mengantarkan Perjanjian Lausanne, dan dengan itu Turki akhirnya memasuki masa damai setelah satu dasawarsa mengalami peperangan yang menghancurkan, meskipun ia menghadapi oposisi irredentis di Dewan Nasional dan di tempat-tempat lainnya.

gpandita
diknab
yoseful
yoseful dan 5 lainnya memberi reputasi
4
3.6K
19
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
LordFaries4.0Avatar border
TS
LordFaries4.0
#3
Mustafa Kemal Ataturk dan Pergerakan Indonesia
Pemerintah Turki memenuhi permintaan Indonesia untuk memberikan nama jalan di depan KBRI Ankara dengan nama Proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia: Ahmet Sukarno, nama yang dikenal di Turki.

Sebagai balasannya, Indonesia juga memberikan nama jalan untuk tokoh Turki. Pemerintah Turki yang menentukan siapakah tokoh yang akan menjadi nama jalan tersebut di Jakarta. Nama yang muncul adalah Mustafa Kemal Ataturk. Namun, sebagian kalangan keberatan Bapak Bangsa Turki itu menjadi nama jalan karena dianggap sebagai tokoh sekuler.

Dalam sejarah Indonesia, Ataturk sangat terkenal di kalangan kaum pergerakan, seperti diungkap Roeslan Abdulgani (1912–2005), mantan menteri luar negeri dan menteri penerangan.

“Terus terang, bagi generasi saya, nama Turki mempunyai arti tertentu, yaitu salah satu sumber kebangkitan nasionalisme Indonesia,” tulis Roeslan dalam “Hubungan Indonesia-Turki”, termuat dalam kumpulan karangan, Indonesia Menatap Masa Depan.

Roeslan menyebutkan bahwa kebangkitan nasional Indonesia pada 20 Mei 1908, tidak hanya terpengaruh oleh kejadian-kejadian di Filipina pada 1898 dan Jepang pada 1905, tetapi juga oleh Gerakan Turki Muda, yang dimulai pada akhir abad ke-19 dan memuncak pada 1908.

“Saya masih ingat, gambar Mustafa Kemal Ataturk ikut menghiasai dinding-dinding rumah orang pergerakan, karena tertarik oleh tokoh tersebut, berkat pendidikan politik yang digerakkan oleh Bung Karno, Bung Hatta, Dr. Soetomo, dan lain-lain. Ini terjadi sekitar tahun 1930-an,” kata Roeslan.



Salah satunya di dinding rumah orang tua Abdul Haris Nasution (1918–2000) yang kelak menjadi tokoh militer Indonesia. Ayahnya adalah pedagang yang bergabung dengan Sarekat Islam. Kotanopan, tempat lahir Nasution, adalah desa pertama di seluruh Tapanuli yang mendirikan ranting partai politik, yaitu Sarekat Islam kemudian Partindo. Pergerakan nasional dengan semangat Islam yang kuat sangat terasa di sana.

“Kehebatan beberapa tokoh internasional juga mempengaruhi jiwa saya. Misalnya Kemal Ataturk, pemimpin Turki,” kata Nasution dalam majalah Tempo, 17 Desember 1988.

Pada 1925, kata Nasution, nama Ataturk sangat beken. Ia memimpin negeri dan bangsanya ke arah kemajuan. “Saya ingat betul, gambarnya, besar-besar, banyak dipasang orang. Sebab, penduduk Kotanopan kan mayoritas Islam, tentu juga tertarik pada perkembangan di negeri-negeri Islam seperti Turki,” kata Nasution.

Ayah Nasution membeli sebuah gambar Ataturk yang banyak dijual di pasar. Gambar itu besar. “Bagi saya yang ketika itu baru berusia tujuh tahun, gambar itu terasa besar sekali. Besar dan bagus. Pengaruh suasana politik seperti itu tentu saja juga berkesan pada pribadi saya. Begitu pula suasana pergerakan nasional, yang juga bergema sampai di kampung saya,” kata Nasution.

Tidak hanya memasang gambar Ataturk, menurut Roeslan, generasi muda pada waktu itu dianjurkan oleh generasi tua untuk membaca riwayat hidup Mustafa Kemal Ataturk, Gerakan Tanzimat, Gerakan Turki Muda, serta membaca karya-karya Halide Edip Hanum (tokoh perempuan pergerakan Turki), Tekin Alp (tokoh nasionalis Turki), dan lain-lain. Semua itu untuk dijadikan studi perbandingan, contoh, dan inspirasi bagi nasionalisme Indonesia. Suatu cara pendidikan politik yang bermanfaat. Itulah sebabnya nama Turki sebagai salah satu sumber contoh dan inspirasi bagi kebangkitan nasionalisme Indonesia tidak akan hilang dari ingatan generasi pergerakan.

“Tetapi tidak karena itu saja nama Turki mengesankan kita,” kata Roeslan. “Nama Turki, dan khususnya nama Mustafa Kemal Ataturk, terpaku dalam ingatan kita karena usaha modernisasi yang sangat prinsipal dan berani.”

Roeslan menyebut bahwa di samping melawan agresi Barat, Turki Muda dan Turki Baru juga berusaha mengejar keterbelakangannya dari dunia Barat melalui revolusi nasional. Dalam membangun negara Turki Baru melalui revolusi nasional, Ataturk menggunakan enam prinsip, yaitu Republikeinisme (Cumburiyetci), Nasionalisme (Milliyetci), Populisme atau Kerakyatan (Kalkci), Etatisme (Devletci), Sekularisme (Laik), dan Revolusionerisme (Inkilapci). Prinsip-prinsip ini menghendaki adanya negara republik yang nasionalistis dan demokratis kerakyatan, di mana negara mempunyai posisi menentukan dalam kehidupan ekonomi (etatisme) dan gerakan Islam yang kolot di Turki pada waktu itu harus dipisahkan dari kekuasaan kenegaraan dan pemerintahan. Kekuasaan kenegaraan dan pemerintahan harus dipegang oleh kaum ahli dalam bidang politik, sosial, ekonomi, pertahanan, dan sebagainya.

“Inilah prinsip ‘sekularisme’ Mustafa Kemal Ataturk, yang ia beri nama sebagai Laik. Jadi, ‘sekularisme’ di sini bukan dalam arti ‘ateis’ atau ‘antiagama’ seperti yang kita kenal dalam jargon Indonesia, melainkan Laik adalah suatu istilah untuk teori politik pemerintahan, sebagai lawannya teori pemerintahan theocracy, yaitu sistem pemerintahan di tangan kaum padri dan kaum ahli agama saja,” kata Roeslan.

Menurut Roeslan, Ataturk dihinggapi oleh kemauan keras jangan sampai ketinggalan dengan Barat. Apalagi jangan sampai kalah dengan Barat. Ia ingin mengejar keterbelakangan Turki dari dunia Barat secara cepat dan dinamis, kalau bisa dalam satu generasi. Dalam tempo tinggi itulah, ia menjebol sisa-sisa feodalisme, mengikis habis kolotisme agama Islam, mengadakan reformasi agama, mengadakan emansipasi kaum wanita, mengubah bahasa dan tulisan Arab menjadi Turki, membangun industri modern, menyebarluaskan ilmu pengetahuan Barat, serta memasukkan cara berpikir dan bertindak efisien dan rasional.

“Pokoknya, Mustafa Kemal Ataturk seakan-akan menggerakkan renaisans nasional, revolusi Prancis, revolusi industri, dan revolusi pemerintahan dan agama dalam satu generasi,” kata Roeslan. “Menurut ahli sejarah, Prof. Toynbee, apa yang digerakkan oleh Mustafa Kemal Ataturk adalah a summing up of many revolutions in one generation.”

https://historia.id/politik/articles...ndonesia-vZVJB
Diubah oleh LordFaries4.0 26-10-2021 07:39
yoseful
yoseful memberi reputasi
1
Tutup