"Lalu dengan hancurnya karir ayahku dia tak lagi memberiku uang saku. Lebih tepatnya aku benar-benar sudah diabaikan olehnya meski aku sudah berjuang sekuat tenaga untuk mendukungnya. Ayah macam apa itu?!"
Mahesa, yang seharusnya sedang melakukan wawancara kerja, malah membeberkan kisah hidupnya yang didramatisir. Para pengujinya tak tahu harus berkata apa. Lagipula kenapa ada anak Sma melamar kerja di tempat seperti ini?
"Umm, begini. Disini bukanlah tempat untuk anak kecil. Sebaiknya Kau—"
"Hei, kenapa lama sekali?"
Dan orang yang tiba-tiba memasuki ruangan adalah seorang pria 30 an tahun yang memiliki tubuh amat besar. Tingginya jelas lebih dari dua meter dan tubuhnya besar berotot. Semua orang yang ada di ruangan tersebut harus mendongak untuk memandangnya.
"Mr. Andrew, maafkan saya. Saya akan segera—"
"Sudah sudah! Cara wawancara kalian terlalu membosankan. Biar kutunjukkan caranya."
Pria besar yang dipanggil Mr. Andrew itu kini berdiri di depan Mahesa. Mahesa yang tak tahu menahu siapa yang dia hadapi cuma memasang senyum riang.
"Jadi, apa alasan Anda mendaftar di perusahaan kami?"
"Uang."
"Berapa gaji yang Anda inginkan?"
"Seratus juta perbulan."
"Dan apa kemampuan Anda sampai berani meminta jumlah itu?"
"Aku bisa membelah katak."
"LULUSSS!! HAHAHAHA orang ini menarik!!"
Dan tanpa aba-aba sama sekali Andrew mengangkat Mahesa bersamaan dengan kursi yang tengah dia duduki dan mengarahkannya keluar jendela. Dari sana, pemandangan kompleks Chinatown yang didominasi merah dan emas dapat terlihat dengan jelas.
"MULAI SEKARANG ANDA AKAN BERTUGAS SEBAGAI PENGAWAL!! SELAMAT DATANG DI KAFE [WONDER OF U]. INTERN MAHESA!!"
Spoiler for bonus2:
"Dan disitulah akhir dari live hari ini. Semuanya, terima kasih banyak!!.... fyuhh, aku lelah."
Miku menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur setelah memastikan livestreaming yang dia lakukan di Tiktok berhenti merekam. Dia melirik kearah statistik dari jumlah pengunjung yang dia punya dan sedetik kemudian langsung menutup mata. Pasalnya, jumlah orang yang menonton bahkan tak sampai dua digit.
"Apa aku berhenti saja ya?" tanyanya dan tepat saat dia mengatakan itu sebuah pesan masuk melalui akun Tiktok nya. Belum pernah dia mendapatkan pesan dari penonton jadi dia agak senang namun ternyata itu bukan ucapan terima kasih maupun donasi melainkan sebuah undangan.
"Kafe [Wonder of U]? tempat apa ini?"
Spoiler for bonus3:
kembali ke rumah sakit, tampak Mina masih setia menunggu kakaknya untuk siuman. Setiap beberapa menit sekali dia akan melirik ke wajah kakaknya seolah-olah berharap kakaknya akan bangun seperti biasa namun dia terus menerus dikecewakan.
Sudah hampir satu minggu sejak Firmi jatuh dalam keadaan koma. Luka-luka tubuhnya juga tidak membaik dan malah luka-luka itu mulai membusuk dan bernanah. Dokter sendiri tidak punya penjelasan akan kejadian ini namun Mina tahu bahwa itu adalah pertanda kematian yang semakin dekat.
Dia pandangi wajah ibunya yang tengah tertidur lelap di sisi lain tempat tidur. Selama seminggu, tanpa lelah, Anya melakukan yang terbaik untuk menyadarkan kakaknya. Meskipun dokter menganggap semua usaha adalah percuma namun Anya tak menyerah. dia terus bercerita segala hal namun tetap saja tak ada apapun yang terjadi.
Perlahan-lahan dia bisa melihat ibunya kehilangan harapan dan mulai menjadi gila. Mental keduanya benar-benar tak sanggup menerima ujian seberat ini dan Mina yakin tak lama lagi dia juga akan mulai kehilangan kesadaran dan menjadi gila.
Namun sebelum itu, dia harus melakukan sesuatu. Jika ilmu medis sudah menyerah maka dia perlu untuk bergantung pada keajaiban. Ya, keajaiban. Pasti ada caranya.
Pelan-pelan dia pun melangkah keluar dari kamar tersebut dan berjalan ke pojok sepi agar tak ada yang bisa mendengarnya. Dia mengeluarkan ponselnya dan mencari nomor kontak dari seseorang yang pernah menghubunginya.
Dia sama sekali tak tahu apakah panggilan tersebut akan terhubung namun itu adalah harapan terakhirnya. Tolong, tolonglah, tolong beri dia keajaiban.
[Ya?]
Dan saat dia mendengar suara itu jantungnya nyaris melompat karna rasa senang. Dia mengencangkan pegangannya pada ponselnya dan berbicara dengan terbata-bata.