papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 04-04-2024 21:27
ridom203
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
320.2K
3.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#1359
Hanoman






Keringat dingin mulai menetes ketika Batara karang itu mendekat.

Blank!



Aku sudah tidak bisa berpikir apa-apa lagi. Bahkan hanya untuk bernafas saja, aku hampir sudah lupa cara melakukannya.

Tapi, disaat-saat yang genting seperti itu. Sebuah tangan yang tak kalah besar dari tangan sang Batara karang, tiba-tiba melesat melakukan gerakan seperti menebas dari atas kebawah.

"Wuut!"

Batara karang masih bisa melakukan gerakan menghindar dengan cara melompat kebelakang. Saat ia menghindar, ia melepaskan pegangannya dari tanganku. Sehingga aku terbebas sekarang.

Merasa tanganku bebas, aku juga langsung menariknya. Kemudian, dengan segera aku mundur lagi kebelakang.

Gagal sudah keinginanku untuk bisa kembali menghajar wajah anjing milik Sukirman.

Aku menoleh kearah samping. Dimana tempat berasalnya tangan yang menolongku.

"Bos G," desisku demi melihat sosok itu disana.

Bos G tampak sudah dalam mode tempurnya. Tubuhnya kini sudah bertambah tinggi dan juga besar. Bulu-bulu diseluruh tubuhnya sudah lebih panjang dan juga keras.

Mata bos G sudah memerah, dan saat aku menyebut namanya tadi, ia tak menoleh kearahku. Mungkin, ia sudah terfokus kepada sosok Batara karang yang sudah berdiri menghadap kearah bos G. Juga dengan posisi siap bertarung.

Bapak, yang menyadari bahwa setinggi apapun ilmu dari bos G, segera memerintahkan kepada nyai emas untuk membantunya melawan Batara karang. Karena mau bagaimanapun juga, ia tetap masih berada dibawah ilmu dari Batara karang itu.

Nyai emas segera berdiri disebelah bos G. Keduanya sudah dalam kondisi siap tempur.



Maka, tanpa banyak bacot seperti di drama-drama televisi, ketiga makhluk gaib itu langsung bertempur.



Aku yang masih berada didekat wilayah pertempuran segera diteriaki oleh bapak agar mundur dan berdiri disampingnya.

"Hahahaha....," Guru Sukirman kudengar tertawa keras melihat pertarungan yang terjadi diantara ketiga makhluk gaib itu.

Kutoleh kearahnya, tampak Sukirman juga sudah berdiri disamping gurunya itu.

"Anak muda!" Teriaknya kearah kami.

"Dua jin peliharaanmu itu tidak akan mampu untuk mengalahkan jin milikku. Dan setelah keduanya musnah, tinggal tunggu waktu saja bagi kalian berdua untuk menyusulnya! Hahaha...!" Katanya.

Sungguh, bila dilihat dari wujudnya saja. Orang tidak akan menyangka bahwa kelakuannya akan segila ini. Karena sosok yang ditampilkan dalam diri guru Sukirman itu, terlihat sebagai laki-laki tua yang sopan dan juga sareh. Tapi kenyataannya, sungguh terbalik. Memang, kita tidak bisa menebak kepribadian seseorang hanya dari ujud fisiknya saja.
emoticon-Marah

Bapak hanya terdiam mendengarkan omongan dari si kakek tua itu.

Tapi, saat aku melihat kearah bapak, wajahnya tak tampak ada raut ketakutan atau kekhawatiran disana. Wajah bapak terlihat biasa saja. Hanya, memang sorot matanya tak lepas dari melihat pertarungan antar jin didepannya.

Melihat bapak yang biasa saja, akupun sedikit tenang. Meskipun demikian, kedua tanganku selalu siap melancarkan tinju angin.

Aku beralih ke pertarungan yang terjadi didepanku.

Bos G dan juga nyai emas, terlihat menyerang dengan ganas sosok dari Batara karang yang kokoh berdiri melayani serangan kedua jin bapak.

Bos G dengan tubuh besarnya, berdiri berhadap-hadapan dengan sang Batara karang. Keduanya tampak seperti beradu fisik. Meskipun tinggi badan dari Batara karang hanya sepundak bos G, bahkan untuk ukuran tubuh, bos G juga lebih besar, tapi Batara karang itu tak kesulitan untuk menahan serangan-serangan ganas yang dilancarkan oleh bos G.

Kemudian, nyai emas yang memiliki tubuh lebih kecil dan ramping dari keduanya. Melakukan serangkaian serangan dari atas. Kedua tangannya yang sudah berubah menjadi sepasang pedang yang tajam dan besar, kerap kali menyambar-nyambar diantara cakar-cakar tajam bos G.

Tapi, semua serangan kedua jin milik bapak, bisa ditahan oleh Batara karang itu. Bahkan, sesekali, ia bisa membalas serangan dari bos G dan juga nyai emas.

Semakin lama, pertarungan yang terjadi diantara ketiganya semakin ganas. Entah sudah berapa kali tubuh sang Batara karang itu terkena cakaran bos G ataupun tebasan pedang dari nyai emas. Tapi sang Batara karang masih bisa berdiri kokoh.

Meskipun jarang melakukan serangan, tapi entah kenapa, setiap kali tangannya bergerak menyerang, maka tubuh besar bos G akan terlempar keluar arena. Pun demikian dengan nyai emas, bila bos G sekedar terlempar, maka nyai emas nasibnya lebih jelek lagi.

Tubuhnya akan terbanting keras ketanah dan setiap kali itu juga, dari mulutnya keluar semacam cairan kental yang mungkin semacam darah bagiku kita.

"Pap...," Desisku cemas melihat hal itu.

Bapak hanya diam sambil matanya terus fokus melihat jalannya pertempuran.

Dan kejadian itu terus dan terus terulang kembali. Hingga akhirnya, baik bos G maupun nyai emas, tak bisa bergerak lagi.

Keduanya, hanya bisa melotot sambil berbaring diatas tanah kearah sang pemenang, Batara karang.

Tanganku sudah sangat gatal untuk ikut membantu kedua jin milik bapak. Tapi, akupun juga sadar diri. Bahwa bila aku memaksa untuk masuk kedalam arena pertarungan itu, aku juga tak akan mengubah banyak jalannya pertarungan itu. Namun, mungkin akan lain ceritanya bila bapak yang turun tangan sendiri. Tapi, aku tak melihat adanya tanda-tanda bapak akan bergerak.

Batara karang itu sendiri bukannya tanpa luka. Aku meyakini hal itu, karena aku bisa melihat dari caranya berjalan dan juga bergerak. Belum lagi, luka-luka memanjang bekas sayatan dari nyai emas. Juga ada memar-memar sedikit disekujur tubuhnya akibat hantaman bos G.

Sang Batara karang, berjalan mendekati tubuh bos G dan nyai emas. Taring-taring dimulutnya yang panjang tampak berkilauan. Sedikit geraman terdengar olehku. Dan, geraman itu aku artikan sebagai ucapan bahwa ia, akan segera menghabisi kedua jin bapak.

Saat Batara karang itu sudah sangat dekat dan mungkin, akan segera menghabisi kedua jin bapak. Tiba-tiba saja, muncul sesosok makhluk yang sama persis, dengan sosok Batara karang milik guru dari Sukirman di hadapannya. Hanya saja, yang ini ukurannya lebih kecil.

Aku yang merasa pernah melihatnya segera menoleh kearah bapak. Dan aku melihat sesungging senyuman muncul diwajahnya.

Tak perlu bertanya lagi, itu kupastikan adalah Batara karang milik bapak. Yang pernah aku lihat saat di Cirebon dulu.

Disaat yang bersamaan, aku mendengar suara teriakan yang menggema. Yang ternyata adalah suara dari guru si Sukirman.

"Jaangaaan!"

Entah apa maksud dari teriakannya. Tapi, arti dari itu, mungkin saja adalah kejadian yang sekarang terjadi didepanku.

"Crass...,"

Kepala Batara karang milik guru Sukirman terpotong dan jatuh ketanah. Didepannya, berdiri Batara karang milik bapak dengan tangannya yang mengangkat kesamping dengan posisi jari jemari yang terbuka.

Ternyata, dengan gerakan yang sangat cepat, Batara karang milik bapak, telah bergerak dengan sangat cepat memotong leher milik Batara karang milik guru dari Sukirman itu.

Mungkin, meskipun tingkat kesaktian miliknya lebih tinggi dari Batara karang milik bapak. Tapi akibat dari pertempurannya dengan bos G dan nyai emas, Batara karang itu terluka cukup dalam, sehingga gerakannya sedikit terganggu. Dan karena hal inilah, maka Batara karang milik bapak berhasil mengalahkannya dengan cukup mudah.

Lanjut...

Kepala yang terpotong itu, segera disusul dengan jatuhnya tubuh sang Batara karang itu ketanah.

Dan, tiba-tiba saja tubuh itu menyusut juga mengecil menjadi seukuran telapak tangan orang dewasa.


"Keparat!"

Teriak guru dari Sukirman.

Lalu, tanpa menunggu lama lagi, ia memberikan perintah kepada seluruh makhluk gaib yang menjaga rumah panggung itu untuk menyerbu kearah kami.

"Bunuh mereka!" Teriaknya sambil menunjuk kearahku dan juga bapak.

Maka, lebih dari 20 jin berkekuatan tinggi, langsung bergerak cepat kearah kami berdiri. Melihat ini, jujur aku sangat takut, tapi, aku memang sudah menduga bahwa hal ini akan segera terjadi.

Cepat atau lambat.

Batara karang milik bapak segera melompat dan berdiri didepan kami. Begitupun dengan bos G dan juga nyai emas. Meskipun keduanya tengah terluka sangat parah, tapi keduanya tetap bersiaga menjaga kami.

Tapi, bapak menyuruh keduanya agar kembali ke alamnya saja. Karena bapak khawatir dengan kondisi keduanya. Kedua jin bapak awalnya ingin bersikeras untuk membantu, tapi, melihat ekspresi wajah bapak, akhirnya keduanya menurut. Kalau bos G menghilangkan diri, maka nyai emas masuk lagi kedalam tubuhku.

Karena masih ada jarak diantara kami, aku lalu berinisiatif untuk menyerang mereka dengan tinju anginku. Karena tinjuku sangat berguna untuk serangan jarak jauh.

Lalu...

"Wush...wush...wush...,"

Berturut-turut aku melepaskan ajianku dengan sekuat tenaga.

"Brak...brak...brak," meskipun tidak bisa mengenai mereka semua, tapi serangan ku setidaknya sedikit menghambat gerakan mereka.

Bapak, tiba-tiba saja memukulkan kedua tangannya ketanah didepannya.

Dan, sesuatu yang sangat luar biasa terjadi.

Jika kalian semua ingat dengan perjalanan gaibku sewaktu sowan ketempat guru bapak. Disana kami berdua berhasil bertemu dengan leluhur kami, Ki buyut jabang bayi. Nah, sebelum kami bertemu dengan beliau, kami lebih dulu bertemu dengan para pengawal serta para jin dan juga siluman milik Ki buyut.

Dan, itulah mereka.

"CLINK,"

Para jin serta siluman yang dulu sempat aku temui, muncul begitu saja dihadapan kami.
emoticon-Inggris

Pandangan mataku bahkan sampai terhalang akibat dari munculnya mereka.

Suara gemuruh yang tadi dihasilkan dari serbuan para jin bawahan guru dari Sukirman berhenti, demi melihat munculnya jin-jin anak buah Ki buyut jabang bayi yang dipanggil oleh bapak.

Suasana menjadi hening seketika.

Hanya terdengar suara deru nafas yang memburu yang berasal dari masing-masing hidung kami.

Mata dari kedua pasukan jin itu saling bertatapan dengan cara saling mengintimidasi. Berusaha mengukur dan menakar kesaktian dari masing-masing calon lawannya.

Bagi yang memiliki ekor, ekor mereka ada yang berputar-putar, ada juga yang melecutkan ekor mereka ketanah. Sehingga menimbulkan suara seperti cambuk yang dilecutkan.

Ditengah suasana yang sangat menegangkan itu, bapak menyibak kerumunan jin bawahan leluhurnya itu. Bapak lalu berjalan kedepan mereka dan berdiri menantang dengan cara merenggangkan kedua kakinya. Aku, yang sudah panas, mengikuti langkah bapak dan berdiri disampingnya.

Ternyata, cara kami juga diikuti oleh guru serta Sukirman sendiri.

Kami berempat seperti menjadi jenderal bagi masing-masing dari pasukan gaib kami.

Jujur, awalnya aku memang sedikit takut ketika melihat serbuan jin-jin milik gurunya Sukirman itu. Karena, mau bagaimana hebatnya bapak, aku bisa memastikan bahwa cepat ataupun lambat, bapak akan kalah. Dan, akupun pasti akan menyusul kemudian.

Tapi, setelah aku melihat bala bantuan pasukan gaib yang dipanggil oleh bapak, ketakutanku sirna. Berganti dengan rasa berani. Entah kenapa, rasanya ada sesuatu yang meluap-luap yang tiba-tiba saja muncul didalam diriku.


Aku menatap Sukirman dengan tatapan tajam.

Bapak lalu membuka suara.

"Oy kakek tua, keadaan sekarang sudah berimbang. Kalau kita hendak melanjutkan pertempuran ini, bisa dipastikan akan banyak yang merugi. Yaa... meskipun pada akhirnya kamilah yang akan menjadi pemenangnya."
emoticon-Cool

Kata-kata bapak lalu ditimpali oleh gurunya Sukirman.

"Anak muda! Jangan kamu sombong dahulu dengan jin-jin kelas teri yang kamu pinta bantuannya itu. Ilmu kalian semua, belum seujung kuku dari ilmuku, hahahaha...!"

"Gede bacot juga orang tua itu," kata bapak pelan kepadaku.

Aku mengangguk.

Menyetujui kata-kata bapak barusan.

"Kita gempur sekarang aja apa, pap?" Tanyaku pelan dengan mata tak lepas memandang sosok Sukirman.

"Sabar, Nang. Jangan buru-buru. Coba kamu tantang Sukirman duel satu lawan satu dulu," ujar bapak.

Aku tersenyum.

"Ide bagus, pap," kataku.

"Pasti menang gak nih?" Tanya bapak sedikit meragukan kemampuanku.

"Insya Allah, pap. Doain aja ya," jawabku.

Lalu, tanpa basa-basi lagi, aku lalu berteriak.

"Ooyy anjing! Gak usah kita bawa-bawa orang lain dengan urusan pribadi kita. Ayo kita duel by one aja,"

Tak ada jawaban.

"Kampret...gak berani apa dia," kataku dalam hati.

Aku melangkah maju beberapa langkah. Berusaha untuk memprovokasinya.

Entah karena rasa percaya diriku yang terlalu berlebihan, atau karena apa. Aku malah maju terlalu kedepan.

Dan hal itu rupanya diperhatikan oleh guru Sukirman.

Disaat aku maju kedapan lagi, tiba-tiba saja dengan cepat kakek tua itu meniupkan udara dari mulutnya.


Sebuah gelombang angin yang sangat kencang dan menusuk-nusuk menyambar tubuhku.

Aku terbanting kebelakang dan berguling-guling. Rasanya ada sesuatu yang aneh yang terjadi didalam tubuhku. Seperti ada tangan gaib yang mengaduk-aduk isi perutku.

Mual...

Sakit sekali rasanya...

Saking sakitnya, aku sampai berteriak dengan keras.

"Aaaaaahhhh!"


"Hahaha...!"

Dan...

"Brak!"

Rasa sakit yang tadinya menyerang diriku, seketika lenyap berbarengan dengan suara "brak!" tadi.

"Hah...hah...hah..," aku mencoba berdiri sambil terus mengatur jalannya pernafasanku.


Udara yang ada, dengan sangat rakus kuhirup demi memenuhi kebutuhan jantungku yang berdetak kencang ini.

Dengan posisi sedikit merangkak, aku memandang kearah si Kakek tua baik yang menyerangku tadi.

"Hah!" Aku tercekat saat melihat apa yang terjadi didepanku.
emoticon-Wow

Disana, ditempat berkumpulnya jin-jin dan guru serta Sukirman berada. Kini berdiri sesosok tubuh raksasa berwarna putih dengan ekornya yang menyala terang. Dari bentuk tubuhnya yang membelakangi ku, sosok itu mirip dengan seekor kera yang sangat sakti. Yang berasal dari dunia perwayangan.


"Hanoman," desisku melihat wujud monyet raksasa berwarna putih itu.

Melihat hal ini, aku lalu terbayang dengan wayang milik bapak. Karena selain wayang Rahwana, ada juga wayang Hanoman disana.

"Apakah itu adalah wujud bapak yang menggunakan kesaktian wayang Hanoman?" Tanyaku didalam hati.

"Benar, tuan. Itu adalah wujud dari bos yang menggunakan kesaktian wayang Hanoman," tiba-tiba saja nyai emas yang berada didalam diriku menjawab pertanyaanku.

"Tapi, sebaiknya Tuan berhati-hati. Karena bos agak kesulitan untuk mengendalikan diri saat menggunakan kesaktian wayang Hanoman itu," ucap nyai emas kemudian.

Aku mengangguk.

Lalu, tanpa menunggu lama lagi, aku bergerak mundur dengan perlahan-lahan.

Disana, bapakku dengan wujud monyet raksasa berwarna putih, tengah mengamuk mengejar guru Sukirman.

Kakek tua itu tampak melompat-lompat gesit menghindari cakar-cakar tajam bapak. Sesekali, kakek tua itu terlihat berhasil menyusupkan serangannya ketubuh bapak.

"Buk...buk...buk!"

Tapi itu percuma saja. Karena nyatanya semua serangan itu tak mempan terhadap bapak.

Malah, disuatu kesempatan, bapak berhasil mencengkram pergelangan kaki si kakek itu.

Dengan sekuat tenaga, tubuh kakek itu dilemparkannya kearah kerumunan jin miliknya sendiri.

Dan...

"Bruak!"

Tubuh renta itu melayang dengan entengnya dan menabrak jin-jin miliknya sendiri.

Pikirku, tubuhnya pasti akan hancur akibat benturan keras itu. Tetapi, aku harus mengakui kehebatan dari si kakek tua itu. Karena, meskipun jin-jinnya yang terkena hantaman tubuhnya bergelimpangan ditanah. Tubuhnya ternyata masih utuh.
emoticon-Wowemoticon-Wow

Hanya saja, dari mulutnya tampak mengeluarkan darah.

Ia terbatuk-batuk, disekanya darah yang keluar dari mulutnya itu. Aneh, bukannya kesakitan, ia malah tertawa lebar.

"Hahahaha....!"

"Percuma saja anak muda, kau boleh saja menghajarku terus menerus sesukamu. Tetapi, itu hanya percuma saja. Aku, akan tetap berdiri terus dan terus. Hahahaha...!"

Bapakku tampak mendengus kesal. Ekornya terlihat mengeluarkan nyala api yang lebih besar.

Lalu, hanya dengan sekali lompatan, bapak sudah berdiri didekat guru dari Sukirman itu.

Sekali lagi, kakek tua itu tertawa.

Bapak melesatkan sebuah pukulan yang sangat cepat.

"Buk!"

Dengan sangat jelas, tubuh tuanya itu terhentak kebelakang. Terkena pukulan bapak dengan sangat telak.

Kembali tubuh rentanya terlempar dan jatuh berguling-guling. Tapi, seperti tadi, ia kembali bangun seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Meskipun dari sela-sela mulutnya mengucurkan darah segar.

Kedua tangannya terangkat kedepan. Lalu, jari jemari tangannya bergerak-gerak seperti menyuruh bapak untuk kembali menyerangnya.

Dan bapak terpancing.

Kembali hanya dengan satu lompatan panjang, bapak bermaksud untuk menghajar tubuh rentanya.

Akan tetapi, kali ini bapak sedikit kecele.

Ternyata, disaat tubuh bapak masih melayang diudara, si kakek itu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya kepadaku.

Tiba-tiba ia meniup mulutnya.

"Wush..,"

"Brak!"





***
redrices
zaenudinaja0024
ferist123
ferist123 dan 44 lainnya memberi reputasi
45
Tutup