rizadwi88Avatar border
TS
rizadwi88
Badai

Aku terjebak badai malam itu. Hujan sangat deras. Angin bertiup amat kencang.

Tak mau mengambil resiko di jalan, kuhentikan saja motorku tepat di depan rumah yang nampak kosong. Bergegas aku segera berteduh di teras rumah bergaya kuno itu.

Tubuhku basah kuyup. Aku menggigil kedinginan.

"Mari masuk, Nak …." Sebuah suara parau sukses membuatku terlonjak kaget. Jantungku hampir copot.

Sontak saja aku segera menoleh ke belakang.

Kudapati sosok nenek renta, berambut putih, memakai baju kebaya putih dan kain jarik warna coklat. Dia berdiri sambil membawa lampu petromak di tangan kanannya.

Aku menelan ludah. Ketakutan mulai menjalariku.

"Jangan takut, Nak. Nenek tak jahat. Mari masuk … akan Nenek kubuatkan secangkir teh herbal hangat agar kau tak lagi kedinginan," ajaknya sembari membuka pintu rumah sempat tertutup tertiup angin.

Entah bagaimana caranya, kakiku langsung saja melangkah masuk. Seolah-olah ada yang menggerakkannya.

Ragu-ragu. Penuh ketakutan, kengerian, serta degup jantung yang semakin tak karuan, aku memutuskan untuk duduk di salah satu kursi kayu jati bermotif ukiran naga.

Ruangan itu nampak temaram. Hanya cahaya dari lampu petromak yang menerangi.

"Nenek sendirian di sini?" tanyaku dengan suara yang hampir tak terdengar.

Dia mengangguk pelan.

"Maaf sebelumnya, saya pikir rumah ini kosong, tak berpenghuni, makanya saya langsung saja berteduh di teras. Maafkan atas kelancangan saya, Nek …."

Nenek itu hanya tersenyum tipis, seolah memaklumi kecerobohanku.

"Nama Nenek siapa?"

"Saidah … Nenek Saidah …." Suaranya terdengar sangat parau. Ciri khas wanita yang sudah sepuh.

Aku sepertinya sangat familiar dengan nama itu.

'Pernah dengar di mana ya?'

Otakku sedikit berpikir keras. Mencoba mengingat-ingat.

Aku merasa pernah mendengar nama tersebut dari seseorang. Namun, aku benar-benar lupa.

Nenek Saidah beranjak ke dalam, katanya dia ingin membuatkan secangkir teh panas untukku.

Ting!

Gawaiku berbunyi. Tanda notifikasi pesan di aplikasi chat berlogo warna hijau.

Kulirik sekilas.

Pesan dari Sandra, kepala editor majalah online yang bergenre horor dan misteri, tempatku bekerja. Ya, aku seorang penulis konten horor di sana.

[Jangan lupa nanti post tentang nenek gerandong itu ya, Bin!]

[Nenek gerandong? Nenek gerandong apaan] balasku kusertai dengan emot berpikir keras.

[Ya Tuhaaan … baru juga dibahas tadi siang, dah lupa lagi! Dasar ikan! Ingatannya cuma empat detik!]

[Huuuu ….] balasku kesal.

[Kamu beneran lupa?]

[Iya! Aku lupa. Maaf lah … kena hujan badai setengah jam di jalan tadi, otakku nge-blank, San. Hehe]

[Busyeeet! Yaudah, entar aku kirim link urban legend-nya.]

[Trims, Non.]

Tak lama berselang, Sandra mengirimkan link tentang nenek gerandong yang benar-benar terlupa di otakku.

Kubuka link tersebut, dan kubaca dengan seksama. Berharap ide brilian muncul untuk bisa membuat cerita yang sempurna.

[Sebuah rumah di pinggiran kota menyimpan satu misteri yang telah menjadi urban legend di kawasan Lingkar Timur. Sebuah rumah yang menjadi saksi bisu peristiwa kelam lagi mengerikan yang terjadi pada jaman kolonial Belanda.]

[Pada tahun 1928 silam, terjadi pembantaian sadis yang menimpa satu keluarga. Seorang bapak, ibu, ketiga putri mereka, beserta satu pembantu, dibantai dengan kejam oleh seorang wanita tua. Hanya dengan menggunakan sebilah parang, wanita tua itu menghabisi nyawa anak, menantu, dan para cucunya. Menggorok leher mereka hingga putus. Memutilasi tubuh menjadi enam bagian. Ditumpuk begitu saja di teras rumah. Menjadi tontonan warga sekitar.]

[Tak ada yang berani mendekati nenek berambut putih itu. Mereka tahu, nenek itu memang sudah gila. Tak waras. Mereka bahkan menyebutnya dengan julukan 'Nenek Gerandong'.]

[Sebuah timah panas dari tentara Belanda lah yang mengakhiri kebrutalan nenek gila itu. Nenek gerandong jatuh tersungkur. Tewas bersimbah darah.]

[Namun, teror yang ditebar nenek itu tak berhenti di situ saja. Kabarnya, arwahnya masih gentayangan. Menuntut balas. Meminta korban nyawa. Arwah Nenek Gerandong tak pernah mati. Dendam kesumat telah menguasai roh nenek tua yang bernama asli SAIDAH ….]

Aku terhenyak.

Tenggorokanku tercekat. Badanku terasa lemah lunglai. Gawai terjatuh begitu saja.

Tepat di saat itulah, Nenek Saidah menghampiriku.

Bukan nampan dengan cangkir berisi teh panas yang dia bawa untukku, melainkan parang panjang, tajam, dan berkarat-lah yang ada di genggaman tangan keriput putih pucat berdebu itu.

Mataku dengan ragu menatap wajahnya yang kini berubah sangat menyeramkan.

Menyeringai.

Menebaskan parang dengan gerakan secepat kilat.

Hujan badai di luar terdengar semakin menggila. Berhasil menyamarkan suara jeritan panjang dariku.

"AAAAAAAARRRRGH …."


#END

Sidoarjo, 22-12-2020

koncolawasku
cipta.nugraha
pulaukapok
pulaukapok dan 15 lainnya memberi reputasi
12
2.3K
39
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
a9r7aAvatar border
a9r7a
#12
Hahahaha..... Gw takut
rizadwi88
rizadwi88 memberi reputasi
1
Tutup