c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
Pengusaha Muda


Mohon maaf, cerita ini hanya fiktif bila ada nama, dan alur cerita yang kurang masuk logika harap dimaklumi.

emoticon-terimakasih






Prolog

Aku melihat dunia dari sisi sayap pesawat yang baru saja lepas landas, hamparan bumi terlihat megah dikala kita berada pada ketinggian. Tapi kenikmatan alam yang tersaji tak membuat diriku bahagia, ada rasa gundah di dada.

Saat ini aku melarikan diri dari rumah hanya ingin menikmati kehidupan sebagai rakyat jelata, dimana pangkat dan kedudukan hanyalah sebuah nama. Derajat manusia kuanggap bukan terletak pada harta tapi hatinya.

Ketika aku sedang bermain dengan fikiranku, terlihat seorang pramugari cantik menghampiri. Kubaca name tagnya bertuliskan "Fitri", sebuah nama yang manis serupa dengan orangnya.

Ia menawarkan bingkisan makanan sebagai service di pesawat Rajawali Air Lines, nama pesawat itu memang familiar dikalangan pebisnis papan atas tanah air, jaringan bisnisnya bernama Rajawali Grup sebuah perusahaan ayahku. Walau aku saat ini hanya duduk di kelas ekonomi, aku merasa nyaman tak ada orang yang mengenali diriku. Bagiku itu sudah cukup!

"Maaf tuan, ini snack gratisnya," ucap sang pramugari.

Aku mengambilnya dengan melihat tatapan matanya yang sangat syahdu, tak terasa jantungku berdegup lantang ketika pandanganku beradu dengan sesuatu yang membuat darahku berdesir kencang.

"Terima kasih," ujarku sambil melempar senyum, pramugari itu segera berlalu.

Kembali aku berteman dengan lamunan yang membuatku harus segera menentukan langkah selanjutnya, ketika aku memutuskan untuk pergi dari rumah.

Tak terasa dinginnya kabin pesawat mulai menusuk pori-pori kulitku, aku melipat tanganku untuk mengatasi rasa itu. Hingga lamunanku hilang seakan tenggelam dalam bayang, sepertinya aku merasa sedang berada di alam yang berbeda.

Aku melihat diriku sendiri ketika sedang berada di sebuah gedung mewah, semua orang memberi hormat kepadaku ketika memasuki gedung tersebut. Hal seperti itu memang tak asing buatku, kesombongan telah membuatku lupa bahwa dunia ini tidak semudah ini ditaklukkan.

Terlebih aku sebagai anak kedua dari pemilik perusahaan yang bergerak dibanyak bidang. Hingga ayahku mendapatkan banyak penghargaan sebagai pengusaha sukses di tanah air, tapi itu semua yang kini membuatku sulit jiwa ini merasa terkurung.

Semua aktivitas yang kulakukan tak bisa bebas, para pengawal ayah selalu saja menghantui. Seperti aku sedang menonton sebuah film, kuperhatikan sosokku di layar yang seakan nyata sedang memasuki ruang kerja ayah, lalu meminta uang dengan wajah yang tersenyum.

Sangat banyak uang dalam genggamanku, lalu pandanganku memudar dan gelap seperti layar slide ketika berganti adegan aku kini melihat diriku sedang hura-hura hingga sedikit mabuk dan terasa ada kepuasan dari mimik yang diperlihatkan wajahku. Aku tahu ini memang aktivitas diriku setiap hari yang selalu bertingkah konyol, tak jarang kuhabiskan uang ayahku di tempat hiburan.

Kembali layar slide memperlihatkan diriku yang sudah puas dengan hiburan dengan kerlap kerlip lampu nakal, berjalan menuju pintu keluar dari sebuah night club, berjalan tak tentu arah. Hingga tiba di lorong yang penuh dengan orang yang lalu lalang, pandanganku melihat seorang ibu yang nampak kedinginan di sinari oleh lampu kota. Tubuhnya terbungkus hanya dengan pakaian yang lusuh, tak diperdulikan oleh banyak orang yang sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Entah mengapa mereka seakan tak perduli dengan sang ibu yang berlutut di depan kios, mengharap belas kasih dari pembeli untuk menyisakan uangnya untuk dirinya. Aku yang masih dalam keadaan pusing berusaha untuk sadar, tiba-tiba rasa iba semakin mendera.

Kudekati ibu tersebut, terlihat matanya nanar dan terasa rapuh. Aku memberinya jaket dan kupakaikan di tubuhnya.

"Maaf bu, sudah makan?" Aku bertanya iba, dia menggeleng.

"Belum," ucapnya lirih.

"Ayuk bu ikut aku, kita cari makanan," wajahnya menatap diriku seakan tak percaya, masih ada orang baik yang mau membantunya.

"Maaf bu," aku menuntunnya hingga tiba di warung pecel lele pinggir jalan, kupesan dua porsi. Setelah makanan tersaji kulihat wanita itu memakannya dengan lahap, ada rasa gembira di matanya walau ia lebih banyak terdiam.

"Ibu masih lapar?" Tanyaku ketika piring makanannya sudah habis, ia hanya mengangguk. Kupesan lagi satu porsi untuk wanita yang ada di depanku.

Tak banyak bicara, makanan tambahan yang tersaji dengan cepat sudah berpindah tempat kedalam mulutnya. Seakan hari esok akan kiamat makanan itu segera dihabiskan tanpa jeda bernafas, mirip seperti buaya liar yang sedang lapar tak perduli dengan ukuran dari korbannya ia terus saja mengunyah tanpa kenal lelah.

Aku hanya diam dan memperhatikannya, namun tak terasa air mata mulai terjatuh di pipi ketika membayangkan wanita di depanku ini adalah ibuku.

"Ibu sudah kenyang?" Ia mengangguk. Kupanggil pelayan dan membayar tagihan, tak lupa juga memesan makanan untuk dibungkus.

Kembali aku menuju meja dimana si Ibu berada, aku memberikannya sebuah bungkusan nasi untuk dibawanya pulang. Terlihat cerah senyumnya menyinari wajah, ia terlihat bahagia.

"Terima kasih nak, siapa namamu?"

"Elang," jawabku.

Kemudian ia pun beranjak pergi dari tempat duduknya. Aku menyambut tangannya dengan uang yang masih ada di kantongku, ia pun tak kuasa menahan tangis dan langsung memelukku tanpa kata, tanpa bicara akupun melakukan hal serupa. Kami seakan sedang bicara dalam diam, menghayati setiap detik keadaan yang sedang terjadi.

Lalu ia pun pergi meninggalkan diriku yang masih terdiam menatap kepergiannya, hingga tubuhnya menghilang di ujung sebuah gang. Ketika aku hendak pergi ada secarik kertas lusuh di atas meja, segera saja kuambil kertas tersebut lalu kubaca.

Deghh! Sebuah kertas PHK tanggalnya pun belum lama, tapi yang membuat diriku tak habis fikir cap dari perusahaan ini adalah perusahaan ayah. Alasannya karena menggelapkan dana kantor, ia dipecat dengan tidak hormat tanpa pesangon.

Aku melihat tanda tangan ayahku langsung, disampingnya ada nama Lastri dengan jabatan Manager Pemasaran yang sudah menjabat 10 tahun di perusahaan tersebut.

"Nama Ibu itu Lastri," gumamku, apa yang dilakukan ayah hingga ada orang menderita seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi, aku merasa sudah bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Kulipat kertas itu secara perlahan tak sengaja pelayan warung makan menyenggol pundakku dan pandanganku kembali gelap, aku seperti berada di dunia yang hampa lalu seperti ada tarikan dahsyat hingga aku tersentak kaget.

Pandanganku yang tadinya memudar mulai bersatu, kulihat di depanku bangku pesawat. Bahuku terasa berat, ternyata disampingku ada bapak-bapak yang sedang tertidur dan kepalanya tepat berada dibahu. Ia mendengkur halus, mau tak mau aku membenarkan posisinya. Dan ia tetap saja mendengkur nikmat seperti tak terjadi apa-apa.

Kembali aku menerawang, mimpi itu terlihat nyata dan memang itu awal kenapa aku bisa berada di dalam pesawat ini.

Aku tak ingin mendapatkan uang dari ayah lagi, diriku sudah bertekat akan menjadi pribadi yang berbeda. Ingin kubuktikan pada ayah, apa yang dilakukan perusahaannya itu adalah salah! Ayah telah membuat orang yang setia dan sudah bekerja lama untuk perusahaan namun terdepak seperti sampah. Tanpa pesangon, walau ia karyawan lama sekalipun.

Inilah saatnya diriku menentukan nasibku sendiri, tanpa ada bantuan orang tua. Tatapanku kembali ke langit-langit kapal, namun kembali rasa kantuk mendera hingga diriku kembali ke alam mimpi.

#Bersambung
Diubah oleh c4punk1950... 08-09-2021 17:33
pulaukapok
arston977
erman123
erman123 dan 23 lainnya memberi reputasi
24
6.5K
82
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
#23
Bab 6



Sinar mentari kembali menghujam bumi, menganggu tidurku yang sedang nyenyak, sudah hampir sebulan aku tinggal di kostan bu Ayu. Namun tanda-tanda pekerjaan belum juga kudapat.

Entah sudah berapa ratus lamaran ku kirimkan, setiap hari aku terus mengirimkan lamaran pekerjaan di situs-situs lowongan. Tak satupun ada balasan, entah apa masalahnya. Apa ijazah yang kutampilkan hanyalah lulusan SMA?

Aku seperti merasakan bagaimana mereka yang baru lulus sekolah, lalu sibuk mencari kerja. Pergi kesana kemari mencari relasi, tanya sana-sini dan hasilnya nihil. Tentu saja rasa kecewa yang akan didapat, persis yang seperti kurasakan.

Terbersit dalam hatiku, aku lebih baik keluar dari tempat ini untuk mencari pekerjaan secara langsung. Selain itu, aku juga butuh kendaraan untuk transportasi selama aku mengarungi kota Jakarta.

Isi kostanku sudah bertambah dengan adanya sebuah televisi dan meja kecil yang diatasnya ada playstation 4, sebagai sarana hiburan dikala melepaskan kebosanan, uang tabunganku walau masih cukup banyak tapi tetap harus berhemat.

Langsung aku mengambil tas punggung dan segera keluar, ruangan tiba-tiba "aduh," ucapku berteriak dan langsung terjatuh.

"Maaf... maaf, kamu tidak apa-apa," ucap orang yang menabrakku.

Aku terkesima melihatnya, seorang wanita yang sangat membuatku terpesona. Tapi... tapi, dia bukan Fitri, walau ia keluar dari kamar Fitri. Dimanakah Fitri? Apa yang terjadi dengan Fitri? Atau jangan-jangan Fitri sudah pindah? Aku menatap penuh selidik ke arah wanita itu.

"Maaf, namaku Dewi," ucapnya sambil menjukurkan tangannya.

"Elang," ucapku membalas.

"Kenapa, kamu kok kayak bingung gitu. Hmmm... nyari Fitri ya?"

"Ehh, ga kok! Cuma, aku baru lihat kamu?"

"Ohh, iya aku memang teman sekamar Fitri. Tapi, sudah dua bulan ini aku ada tugas di luar kota."

"Ohhh...kukira Fitri sudah pindah."

"Ga kok, dia biasa lagi flight," ucapnya dengan penuh senyuman.

Aku pun tersenyum melihatnya, dan mohon ijin pamit karena ada sesuatu yang mesti kulakukan. Kulangkahkan kakiku hingga di pintu gerbang, namun mata Dewi seakan mengikuti kemana aku melangkah, aku tersenyum tipis melihat ulahnya.

Pagi itu aku berjalan kaki menyusuri gang-gang sempit di sepanjang pinggir rel kereta, nampak anak-anak kecil bermain bola dengan riang tanpa memperdulikan bahaya dari kendaraan yang lalu lalang. Mereka telah kehilangan tanah lapang, entah apa yang terjadi pada rerumputan hijau di pinggir kota ini.

Mungkin sudah berganti dengan gedung-gedung tinggi, atau jalanan aspal untuk mereka yang selalu bergaya menjadi raja. Entahlah, terlalu kompleks masalah di kota besar, siapa yang punya uang ia yang berkuasa. Siapa yang miskin akan tersingkir, tak perduli kawan tak perduli teman siapa yang bisa menghasilkan dialah yang akan menjadi pemenang.

Hingga tak jauh dari tempat tersebut ada sebuah toko yang menjual motor bekas, sepertinya aku sangat perlu kendaraan saat ini.

"Maaf, pak ada motor matic yang sederhana aja?"

"Ohh, iya mas ada. Mau yang ini atau yang ini?" Ia menawarkan motor jenis matic yang tidak terlalu mewah, dan harganya pun terjangkau.

"Oke, pak saya pilih yang ini. Tapi nanti surat-surat bisa diuruskan?"

"Siipp, tenang aja bos. Situ tinggal tunggu beres, tapi seminggu lagi ya dateng kesini."

"Oke, tapi motor bisa saya pakai ga sekarang pak."

"Bisa kok, tapi cuma STNK aja dulu ndak apa kan?"

"Iya, Ga apa pak. Yang penting hari ini saya bisa pake buat cari kerja."

Pembayaran pun dilunasi, si Bapak mengingatkanku agar hati-hati sebab polisi di Jakarta kurang ramah. Aku hanya tertawa ketika mendengarnya.

Segera saja kugas perlahan motor sejuta umat ini, melaju membelah keramaian Jakarta. Entah sudah berapa gedung yang kusinggahi, namun semua kata "tak ada lowongan" seakan menjadi nyanyian wajib yang mampir di telinga.
Diubah oleh c4punk1950... 02-04-2021 04:54
indrag057
ingintidurs
pulaukapok
pulaukapok dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup