Kaskus

Story

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

brina313Avatar border
TS
brina313
[Kisah Nyata] Rumah Angker di Tempat Prakerin
[Kisah Nyata] Rumah Angker di Tempat Prakerin
Sumber : https://pixabay.com/id/photos/hantu-...-horor-572038/

PERKENALAN

Quote:



[1] Pemberangkatan

Waktu itu pembekalan terakhir di sekolah yaitu hari Senin, aku sudah menyiapkan perlengkapan dari mulai alat mandi, alat makan, alat ibadah, pakaian praktek, dan alat untuk di lapangan. Tak lupa aku selalu membawa buku harian ke mana-mana, bila ada waktu untuk menulis, biasanya kucatat setiap kejadian dalam setiap harinya.

"Brin, pulang sekolah, jangan lupa kita kumpul dulu ya, kita bagi-bagi alat untuk masak, karena kita akan tinggal di kontrakan yang tidak ada alat-alatnya. Secara, kita kan bukan di perusahaan kayak temen-temen yang lain," ujar Ali ketua kelompokku.

"Oh, oke siap. Biar kucatat dulu ya." 

Setelah perbincanganku di kantin dengan Ali, aku segera menuliskan apa saja yang sekiranya kurang. Perlengkapan memasak tidak mungkin dilupakan, hidup di tengah hutan, siapa yang akan memasakkan kita kalau tidak ada alat masaknya.

Sebenarnya, aku hanya tahu nama daerahnya saja, tapi tidak tahu persis tempatnya seperti apa. Belum sempat melihat di google maps juga. Aku curiga akan ditempatkan di daerah yang jauh dari keramaian kota. Kata kakak kelas sih biasanya begitu. Tapi mereka yang sudah pengalaman, tidak ada yang memberikan masukan pada kami.

"Hei, Brin sedih banget kita bakalan pisah selama tiga bulan"

Ica memelukku, kami bersahabat dari mulai kelas satu sampai sekarang. Kita berjanji akan selalu memberi kabar jika sudah berada di tempat prakerin masing-masing.

"Iya, sedih banget ya. Tapi kita harus tetap semangat. Baru juga tiga bulan kan?"

Aku berusaha menghibur walau sebenarnya aku juga sedih jika harus berpisah dengan Ica. Ke mana-mana biasa sama dia.

"Abis pulang pembekalan, kamu mau ke mana? Bisa gak kita ke tempat batagor kuah? Kita makan di sana, yuk?"

"Duh maafin, aku mau kumpulan anak kelompok dulu Ca, gak bisa kayaknya" aku menolaknya.

Sebenarnya aku juga ingin makan bareng dia, kapan lagi sih. Tapi sayangnya tidak bisa lagi. Aku juga harus mementingkan urusan kelompok prakerinku.

Seperti yang sudah disepakati, sepulang pemebekalan, aku segera ke kelasnya Ali, aku juga belum begitu dekat dengan Ali, yang aku tahu dia salah satu pemain bola terbaik di sekolah. Tapi aku tidak begitu sering memperhatikannya. Buat apa?

Aku berjalan menyusuri lorong sekolah, kelas demi kelas telah kulewati, kelasnya Ali ada di paling ujung, dekat kantin. Lumayanlah kalau bibi kantin belum tutup, aku bisa nongkrong juga di sana.

"Hai, ke mana yang lain?" tanyaku pada Ranti yang ternyata sudah duluan ada di kelas Ali.

"Tadi yang lain telat katanya. Lah, kamu kenapa sendiri? Ke mana Roros dan Arif? Kalian kan sekelas" tanya Ranti yang seakan mengintrogasiku.

"Haha, iya aku tadi ninggalin mereka, habisnya mereka lama" jawabku singkat.

"Oke deh, gapapa." jawab Ali yang tiba-tiba sudah ada di belakangku.

Tak berselang lama dari perembukan untuk pemberangkatan itu, satu persatu anggota pun berdatangan. Begitulah Indonesia, ngaretnya memang keterlaluan. Bikin kesal tingkat dewa.

Rembukan itu hanya berlangsung sekitar tiga puluh menit, lusa adalah pemberangkatan ke tempat yang sesungguhnya.

**Dua Hari Kemudian**

Pagi-pagi sekali aku bangun. Semangat di dada begitu sangat membara. Ya, hari ini aku akan pergi ke tempat prakerinku. Rasanya saat tidur pun terbayang terus pertanyaan akan seperti apa di tempat itu.

Setelah aku mandi dan persiapn segalanya, mama memanggilku, ada salah satu nasihat dari kedua orang tuaku yang paling kuingat.

"Jika kamu sudah ada di sana, kamu harus bisa menitipkan diri ya, di mana kaki berpijak, di situ langit harus dijunjung."

Perkataan sederhana tapi mampu mewakili semua pesan di dalamnya.

Setelah berpamitan, akhirnya aku segera ke sekolah. Aku memasukan beberapa barang bawaanku sekelompok ke mobil pick up yang disediakan oleh sekolah. 

"Hati-hati di sana ya anak-anakku, jaga nama baik sekolah. Kami di sini selalu menunggu kehadiran kalian kembali" kepala sekolah melepas kepergian kami dengan melambaikan tangan.

Berpisah dengan teman yang selalu bersama memang tidak mudah. Seperti yang sedang aku alami. Butuh pembiasaan yang tidak mudah.

"Aku sudah tau di sebelah mana kita akan ditempatkan"

Ratih memulai obrolan yang bisa dilihat serius. Biasanya dia tidak seserius itu. Dan aki juga biasanya malas mendengarkan ocehan gak jelas dari anak-anak lain.

Aku sibuk memainkan ponselku, mengisi kekosongan sepanjang perjalanan.

"Iya kah kamu sudah tau?" Siti menanggapi ucapan Ratih dengan wajah yang tak kalah serius.

"Iya, aku nyari tahu ke mamaku, kata mama sih itu daerahnya yang lumayan jauh dari jalan raya, di sekitar pembangunan proyek tol, tapi masih agak jauh" Ratih sibuk dengan cermin yang digunakannya untuk bersolek.

"Ah, kamu sok tahu!" Arif yang terlihat cuek, ternyata di belakang mendengarkan juga perbincangan.

Sementara aku sibuk sendiri, tapi sebenarnya aku mendengarkan juga apa yang mereka bicarakan.

Hingga mobil Avanza yang membawa kami ke tempat prakerin pun sampai di sebuah jalan yang penuh dengan tanah, sudah diaspal tapi masih lebih banyak tanah merah.

"Pak, ini di mana? Kok jalannya lain ya?" Tanyaku penasaran.

"Iya Neng, kita lewat akses sini, biar gak macet, nanti Neng sama temen-temen yang lain bisa lewat ke sini juga kalo mau pulang"

Kulihat sepanjang jalan, jarak antara rumah yang satu ke rumah yang lainnya cukup jauh. Tapi kupikir ini baru di jalan, siapa tau nanti di sana akan banyak penduduk juga.

Lima belas menit menyusuri jalan kecil itu, ada tanjakan yang begitu curam, jalannya rusak, jika dalam kondisi hujan, hanya sebagian kecil kendaraan bisa lewat.

Aku membayangkan jika bawa motor di jalanan seperti ini, pastinya aku gak akan bisa. Aku orang yang tomboy, tapi ya begitulah.

"Waaaw, jalannya keren! Kayaknya kita bakalan susah kalau mau main" ucap Dede.

"Ah, otak lu main aja. Kita mau belajar di sana, bukan mau main. Lagian juga belum sampai di sana" Ali menenangkan kerisuhan dalam mobil.

Tak berselang lama, sampailah mobil kami di sebuah tempat yang bisa dikatakan desa, tapi bangunan yang kita datangi mewah sendiri.

Di depannya ada plang 'Kelompok Tani'.
Yaa, kami akan prakerin di tempat ini. Sebuah desa yang sangat desa dan masih kental dengan adat desa tersebut.

Pak Hartono, pembina kelompokku. Beliau sudah berada di tempat lebih dulu.

"Sini anak-anak. Kita masuk dulu ke kantornya! Atang, Brina ajakain teman-teman kamu!"

Aku pun segera dengan penuh rasa gembira menghampiri pembinaku yang sudah ada di sana dengan induk semangku.

Kakiku melangkah memasuki bangunan paling mewah di sana, kulihat ada hiasan kepala kerbau di sana. Aku merasa dipelototi oleh makhluk tak kasat mata. Tiba-tiba aku kaku melihat patung kepala itu.

Dan, aku masih sibuk memikirkan patung kepala kerbau, tidak mendengarkan apa yang sedang dibahas.

"Briiinn !!!!"

Like, komen and subscribe channel gua, gan. Gua bakalan up tiap hari. See you next time, jangan rindu aku. Muuuuaachhhemoticon-Big Kissemoticon-Big Kissemoticon-Big Kissemoticon-Big Kissemoticon-Big Kiss
Polling
0 suara
Apa yang harus TS lakukan jika viewers tembus 100k ?
Diubah oleh brina313 23-07-2020 06:33
muddy.waters
ARShecca
kakangprabu99
kakangprabu99 dan 118 lainnya memberi reputasi
117
61.3K
781
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
brina313Avatar border
TS
brina313
#656
HILANGNYA RATIH

Lahan yang luas sempat membuat aku ingin menyerah. Sebelumnya aku tidak pernah merawat tanaman seluas itu. Bahkan aku tidak pernah bisa membayangkan akan dihadapkan dengan tanggung jawab yang cukup besar. Belum lagi jarak yang lumayan jauh dari kantor dan pulangnya harus sore sampai pekerjaan benar-benar selesai.

Setelah semuanya bangun. Kita semua pun bersiap untuk mendengarkan arahan hari ini terkait apa yang harus dilakukan hari ini. Tak mau lagi banyak menanggung malu Pembina dan sekolah, sudah saatnya dewasa. Selama ini seakn tidak pernah memberikan yang terbaik untuk sekolah. Hanya berbuat ulah saja. Padahal ulah yang sebenarnya tidak sengaja dilakukan.

“Oke, tugas kalian hari ini adalah menyiangi tanaman! Bapak harap kalian megerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai waktu disini tidak kalian manfaatkan. Jangan lupa untuk selalu mencatat apapun yang kalian temukan di lapangan. Untuk saat ini Bapak dan Kang Gumi aka nada pertemuan di UNPAD. Jadi silakan kalian dipimpin oleh ketua kalian.” Jelas Pak Adeng dengan panjang lebar.
“Siap pak!” jawab Ali meyakinkan.

Sesuai dengan perintah dari Pak Adeng, akhirnya kami semua pergi ke lahan. Lahan yang sangat sepi. Hanya ada suara burung dan gemercik air di bawah lokasi kita kali ini. Ternyata di bawah ada sungai.

“Ayo teman-teman kita perlu menyelesaikan ini semua dengan kerja team agar cepat selesai. Kalau sudah selesai semuanya, kalian mau tiduran juga gak apa-apa. Toh yang pentinng pekerjaan selesai.

Aku yang terus berbicara pada mereka, mereka pun langsung semangat. Mengingat sore ini kami akan pergi main ke pasar malam. Hal yang sangat kami nantikan adalah hiburan dengan penatnya berminggu-minggu di lahan. Pun memang sudah lama tidak main ke Pasar Malam yang identik dengan jajanan aroamanis.

Tunda dulu rencana ke pasar malam. Yang penting hari ini semua pekerjaan selesai sesuai waktunya. Berharap ada kepuasan tersendiri ketika semua pekerjaan sudah dilaksanakan. Namun usaha hanyalah usaha.

Setelah lahan yang cukup luas itu dibagi dengan orang bersebelas. Kami asyik semua dengan pekerjaan masing-masing. Bahkan tak disangka selesai lebih cepat dari perkiraan. Kami pun berkumpul di teras villa seperti rencana sebelumnya.

Tampak dari jauh Ali dan teman-teman yang lain berdatangan menghampiri aku dan teman yang lain sedang duduk di depan teras Villa, namun dari tadi aku tidak menemukan Ratih. Ke mana dia? Apa dia tersesat di dalam lahan?

“Hei, kalian kok gak sama Ratih?” tanyaku penasaran.

“Loh,mana tau aku, Brin. Harusnya aku yang nanya ke kamu kali. Dia kan ikut blok cewek toh?” Tanya Ali balik penasaran.

“Gimana sih Li? Bukannya kamu tadi yang bagi kelompok, dan dia gak barengan sama kita-kita. Dia itu kebagian di lahan yang dekat kolam itu kan tadi?” aku menunjuk sebuah kolam yang sudah cukup lama tidak terurus, pun dulunya tempat untuk apa aku pun tidak tahu.

“Iya, Li. Baru aja pacaran lu kagak bisa jagain doi gimana sih? Mending pacaran ama si Brina aja biar abis lu diomelin tiap hari!” ucap Eva dengan nada khas Tegalnya.

“Eeeehhh sudah kalian jangan berantem mulu. Sekarang mending kita cari kemana Ratih! Udah seharusnya kita balik nih. Waktunya makan siang. Gue laper banget, mana belum masak lagi.” Keluh Falaq.

Saat ini posisi kita masih berada di teras villa. Karena Villa tidak dibuka, mungkin Kang Gumi lupa kalau ada anak prakerin yang lagi praktek di villa. Karena memang biasanya anak prakerin tidak praktek disini, maka sudah wajar jika Kang Gumi lupa.

Lima menit menunggu tak juga datang si Ratih. Kami pun mulai khawatirkan keadaannya. Akhirnya kami bersepuluh pun hendak pergi ke lahan lagi mencari Ratih. Dalam keadaan seperti ini kami tidak membawa hp, hanya kamera yang kami bawa untuk dokumentasi di lahan dengan berbagai pekerjaan yang akan kami lampirkan di laporan kelak. Hal ini baru kami sadarai bahwa saat genting, hp sangat diperlukan. Namun apa daya ini sebagai hukuman untuk kami.

“Hei, tunggu dulu sebentar, apa kalian denger suara sesuatu di dalem villa?” tanyaku pada teman-temanku sebelum memutuskan untuk sama-sama mencari Ratih.

“Ah, kamu mesti gitu Brin, aku gak suka!” Falaq membantah ucapanku untuk yang ke sekian kalinya.
“Ini beneran, asli. Coba kalian semua diam dulu. Dengerinlah!” ucapku member isyarat kepada mereka agar memperhatikan bunyi yang berasal dari dalam vila.

Namun apa daya tidak ada yang mau mengikuti aku. Sumpah, saat itu aku ingin sekali nangis. Suara itu sangat keras di telingaku. Entah suara apa, seperti suara orang yang lagi ngobrol, tapi aku gak tau apa yang diobrolkan. Dan mungkin kala itu hanya aku yang mendengarnya.
“Hei, aku mohon dengar aku kali ini saja!” aku merengek pada Arif dan Falaq agar mereka mau mendengarkan ucapanku. Aku berusaha menutup telingaku tapi aku tak bisa lagi menahan, aku benar-benar mendengarnya.

“Apa lagi sih Brina? Udah deh kamu jangan macam-macam Briiin. Berhentilah! Dengarkan akiu! Liat aku! Tidak ada apa-apa dan semua akan baik-baik saja. Ya?” Falaq terus berusaha menenangkan aku. Perlahan aku merasa tenang meski hanya sekedar menghargai usaha Falaq.

“Iya Brin, kamu itu kecapekan. Aku juga gak denger apa-apa dari tadi.” Senyum Arif yang tak mau kalah untuk menenangkan aku juga.

“Iya, maapin aku ya!” aku menunduk. Masih juga aku mempersoalkan itu. Ada apa sebenarnya? Untuk yang ke sekian kalinya aku tidak mau kecolongan. Setelah tragedi kesurupan teman-temanku tempo lalu, belum lagi gangguan saat aku sering duduk di balkon kantor. Lalu ini apa lagi? MENGAPA HANYA AKU YANG MERASAKAN INI?


Bersambung….



djibrani
disya1628
OkkyVanessaM
OkkyVanessaM dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup