lapar.bangAvatar border
TS
lapar.bang
Aku Kangen Nribun Bareng Persebaya Rek !


Halo gas/sis bertemu lagi dengan saya lapar.bang yang kali ini akan sedikit membahas rasa rindu para suporter bola seantero negri (lebih tepatnya kerinduan saya sendiri) setelah 3 bulan lamanya tidak ada pagelaran nobar atau nribunbareng di stadion.

Liga-liga di eropa sudah mulai digelar salah satunya liga Inggris yang melahirkan jawara baru setelah 30 tahun puasa gelar. Ya, Liverpool. Selamat untuk Liverpool yang berhasil mengunci gelar liga Inggris tahun 2019/2020. Tapi kali ini saya bukan membahas tentang persepakbolaan eropa apalagi Liverpool, melainkan sepakbola dalam negri. Persebaya Surabaya.



Apa yang terlintas di pikiran kalian tentang Persebaya Surabaya? Salah satu klub kebanggaan warga Surabaya? Atau suporternya yang dikenal sebagai bonek dengan berbagai keanarkisannya. Namun itu dulu, sekarang bonek sudah bisa bertranformasi sedikit demi sedikit menjadi suporter yang lebih baik.

Berbicara tentang Persebaya Surabaya terutama suporternya yang bernama Bonek memang tak ada habisnya, banyak media memberitakan tentang perlakuan para suporter asal Surabaya ini baik di media cetak, artikel, atau bahkan televisi. Entah baik atau buruk, nama Persebaya dan Bonek sangat seksi dimata media, sehingga banyak berita yang berisikan tentang Persebaya.

Namun kali ini saya tidak akan membahas suporter Persebaya Surabaya karena sudah banyak yang membuat thread tentang Bonek. Salah satunya ini, tapi saya akan membahas kerinduan saat menonton bola.

Tapi sebelum itu mari kita cari tahu dulu sejarah sepak terjang klub yang bermarkas di kota Surabaya ini.




Dilansir dari wikipediaPersebaya Surabaya terlahir pada tanggal 18 Juni 1927 yang didirikan oleh M. Pamoedji. Sebelum dikenal dengan nama Persebaya, dulu klub ibukota Jawa Timur ini bernama Soerabajasche Indische Voetbal Bond (SIVB). Hingga pada tahun 1943 SIVB berubah nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Sorerabadja).

Di tahun 1953 nama Persibaja kembali di rubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepakbola Surabaya) yang dikenal masyarakat luas hingga saat ini. Tapi pada musim 2009/2010 Persebaya kembali mengganti nama menjadi Persebaya 1927 yang menjadi awal mula dualisme kala itu karena Persebaya merasa di kerjai oleh PSSI yang harus menggelar pertandingan play off melawan Persik Kediri selama 3x di tempat yang berbeda (Kediri, Yogjakarta, Palembang) untuk membuktikan siapa yang layak bertahan di liga teratas dimusim itu.

Hal ini membuat Persebaya tidak mau untuk mengikuti Divisi Utama (saat ini Liga 1) dan lebih memilih "liga ilegal" yaitu LPI (Liga Primer Indonesia) sebagai liga tandingan. Yang secara otomatis keanggotaan Persebaya dicoret oleh PSSI dan membuat Persebaya mati suri selama 4 tahun.

Hal ini dimanfatkan oleh Wisnu Wardhana untuk mengisi kekosongan slot Persebaya yang memilih ke LPI dengan mengakuisisi Persikubar (Kutai Barat) dan menganti namanya dengan 'Persebaya'. Namun Persebaya tandingan ini tidak terlalu mendapat perhatian suporter (Bonek) kala itu karena lebih memili Persebaya 1927 (Persebaya asli) yang berlaga di LPI.

Mungkin para pecinta sebakbola Indonesia tau dimana saat musim 2015 pemerintah membekukan PSSI yang kemudian Indonesia di banner oleh FIFA.

Dan di musim itu pula Persebaya 1927 (PT. Persebaya Indonesa) memangkan gugatan hak paten logo persebaya. Hal ini juga yang membuat Persebaya tandingan Wisnu Wardhana harus mengubah namanya menjadi Bonek FC, kemudian Surabaya United, Bhayangkara Surabaya United (karena saat itu Surabaya United merger dengan PS Polri), selang beberapa lama saham Surabaya Bhayangkara United 100% dibeli oleh Polri yang kemudian nama belakang tersebut dihapus dan sekarang lebih dikenal dengan Bhayangkara FC.

Lalu Persebaya 1927 bagaimana? Nasib Persebaya masih sama, belum diakui oleh PSSI. hal ini membuat bonek terus berjuang untuk mendapat pengakuan dari PSSI. Mulai dari pengawalan kongres, sampai demo berjilid-jilid. Bahkan para bonek terus memperjuangkan nama Persebaya hingga ke Jakarta agar mendapat pengakuan.

Usaha tidak menghianati hasil, perjuangan Bonek yang selama 4 tahun akhirnya terbayar, PSSI kembali mengakui Persebaya dan beberapa klub yang sempat melipir ke LPI (Liga Premier Indonesia) beberapa diantaranya, Persema Malang, Arema Indonesia, Persibo Bojonegoro, Pesipasi, PS Lampung, dan juga Persewangi Banyuwangi. Mereka semua bisa kembali berlaga di liga indonesia tetapi harus memulai dari liga 3, kecuali Persebaya Surabaya yang memulai dari liga 2 karena mendapat pervilese dengan dalih sejarah dan juga legitimasi keabsahan saat Persebaya berhasil memengkan gugatan dari Persebaya tandingan (Bhayangkara FC).

Hal ini juga berkat kegigihan para bonek yang terus memperjuangkan dan mendukung Persebaya saat mati suri, bonek tidak tertarik dengan nama Persebaya tandingan. Selama 4 tahun bonek dan persebaya tertidur. Hingga akhirnya pengakuan tersebut mereka dapatkan dan bisa kembali unjuk gigi di kanca nasional.

Oke, cukup pengenalan singkat tentang sejarah Persebaya Surabaya.




Menyikapi keputusan PSSI yang akan menggelar kembali persepakbolaan Indonesia oktober mendatang membuat saya sendiri sangat astusias, walaupum dengan protokol kesehatan yang sangat ketat karena kemungkinan besar pertandingan digelar tanpa penonton.

Hal ini sangat disayangkan terutama bagi saya sendiri yang sudah sangat rindu nribun mendukung klub kebanggan. Tapi saya juga bisa memaklumi, mengingat di tengah pandemi seperti ini sangat tidak memungkinkan jika menggelar ijin keramaian.

Apalagi saya sempat kaget saat membaca portal berita tentang Persebaya Surabaya yang menolak keputusan PSSI untuk kembali menggelar liga. Persebaya menganggap PSSI terlihat tidak serius karena belum mengeluarkan teknis pertandingan di tengah pandemi seperti apa.

Persebaya adalah 1 dari beberapa klub yang menolak keikutsertaan liga jika memang benar-benar akan digulirkan oktober mendatang. Hal ini juga nampaknya menjadi pertimbangan yang terasa sulit bagi PSSI.



Jujur saja saya sendiri memang sangat merindukan atmosfir sebuah pertandingan sepakbola. Terlebih saat Persebaya bertanding.

Merayakan sebuah gol dengan berteriak "goooollll"sembari memutar-mutar syal di atas kepala dengan meloncat-loncat, atau memberi dukungan dari balik pagar tribun dengan chant khusus yang akan digaungkan selama 2x45 menit.

Walaupun saya sendiri bukan berasal dari Surabaya, kecintaan terhadap Klub yang berjuluk 'Bajol Ijo' sudah mendarah daging sejak lama.

Mendengar keputusan PSSI kemarin secercah harapan sudah terlihat. Dalam bayangan saya, saya akan kembali ke stadion dan menyaksikan laga Persebaya. Namun semua sirna setelah melihat keputusan Persebaya yang menolak Liga 1 digelar kembali.



Selain merindukan atmosfir saat mendukung klub kebanggaan. Berbagi tribun dengan suporten lain menjadi sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu. Perkenalan dengan suporter lintas kota menjadi sebuah memori manis, apalagi dengan sambutan yang terbilang istimewa

Tak ayal saat saya melakukan awaydays keluar kota, perlakuan yang sama kerap saya dapatkan, hal ini juga yang sebenarnya menjadi nilai plus saat melakukan awaydays.

Banyak yang bilang kenapa jauh-jauh keluar kota untuk menyaksikan pertandingan yang hanya 2x45 menit sementara menonton melalui televisi juga bisa.

Tentunya melihat secara langsung dilapangan dengan melihat memalui layar kaca rasanya sangat berbeda. Apalagi saat kita awaydays. Sebuah kebanggaan tersendiri jika kita bisa mendukung kebanggan jauh di kota orang. Disisi lain kita akan mengerti sedikit tentang sebuah perjuangan, terlepas dari menang atau kalah.

Pertemuan dua suporter menjadi satu adalah sebuah seni dalam sepak bola. Seni berbagi dan juga seni persaudaraan.




Satu lagi yang menjadi uneg-uneg saya. Kreatifitas para suporter.

Di era seperti ini hampir semua suporter berlomba-lomba menjadi suporter terbaik. Menyajikan chantyang sangat atraktif, hingga menunjukkan diri bahwa mereka bisa menjadi suporter kreatif dengan berbagai macam koreo.

Tentunya saat saya ke stadion selain melihat dan mendukung tim kebanggaan, menantikan sebuah koreo yang ditampilkan nantinya seperti apa, membuat perjalanan dari rumah hingga stadion tak terasa. Hal ini sering saya buktikan ketika saya berangkat dari Pasuruan menuju Surabaya. Jarak tak akan menjadi halangan untuk mendukung tim kebanggaan. Terlebih jika bisa melihat atraktifnya para suporter dengan koreo-koreonya.

Koreo dengan berbagai bentuk dan chant yang menggema di stadion, membuat perasaan merinding serta bangga bisa berteriak menyerukan dukungan secara bersama sama dengan kompak. Bahkan setelahnya tenggorokan akan sakit dan suara sedikit hilang.

Kendati demikian saya tetap senang bisa bepergian ke stadion secara langsung. Terkecuali tahun ini sepertinya semua pertandingan sepak bola di Indonesia akan berlangsung tanpa penonton. Itupun jika PSSI benar-benar memulai kembali liganya di bulan oktober mendatang.

Harapan saya sebagai pecinta sepak bola (tapi tidak dengan PSSI). Semoga semua masalah pandemi ini segera berlalu agar para suporter bisa kembali bersua di dalam stadion.



Quote:








Sumber tulisan: tertera, dan kerinduan TS
Sumber gambar: tertera
ningdidien
Bedbritgelo
tien212700
tien212700 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
1.7K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
kicquckAvatar border
kicquck 
#5
Quote:


mantep tenan wkwkwk wes dadi kok piye
Diubah oleh kicquck 05-07-2020 09:10
lapar.bang
Richy211
Richy211 dan lapar.bang memberi reputasi
2
Tutup